Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Aliansi Gerakan Reforma Agraria Sulbar Tolak RUU Pertanahan

Massa aksi aliansi mahasiswa Reforma Agraria tersebut membawa bendera PMII Komisariat Unika, Serikat Mahasiswa Untuk Rakyat, FPPI, Komkar dan Maper.

Penulis: Nurhadi | Editor: Syamsul Bahri
Nurhadi/tribunsulbar.com
Unjuk rasa Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2019 di Kantor Gubernur Sulbar suarakan penolakan RUU Pertanahan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Reforma Agraria Sulbar unjuk rasa di kantor Gubernur Sulawesi Barat, Jl Abd Malik Pattana Endeng, Mamuju, Selasa (24/9/2019).

Massa aksi aliansi mahasiswa Reforma Agraria tersebut membawa bendera PMII Komisariat Unika, Serikat Mahasiswa Untuk Rakyat, FPPI, Komkar dan Maper.

Zona Cafe Kenalkan Talent Barunya di Kantor Tribun Timur

Gelar Festival Manajemen 2019, Begini Pesan Dekan FEB Unismuh Makassar

13 Rumah, 6 Unit Sepeda Motor Hangus Terbakar di Borongtala Jeneponto, 2 Petugas Damkar Ikut Korban

Kantongi Narkoba, Begini Perkembangan Kasus Pegawai Rutan Kelas II B Pangkep

Setahun, Grab Klaim Berkontribusi Rp 81,5 Triliun ke Perekonomian Asia Tenggara

Unjuk rasa tersebut dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional dengan tuntutan tolak Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan.

Selain atribut organisasi massa aksi juga tampak membawa sejumlah petisi dan spanduk yang dibentangkan dibarisan massa yang berisi tuntutan mereka.

Setidaknya ada 10 poin tuntutan mahasiswa dalam memperingati hari tani nasinal, dinataranya; tolak RUU Pertanahan, tanah untuk rakyat, wujudkan ketahanan pangan, perjelas peta HGU Sulbar.

Kemudian stop kriminalisasi petani, berdayakan petani Sulbar, identifikasi keunggulan koomparatif petani Sulbar, tolak keras pembalakan liar dan tolak reklamasi.

Koordinator Aksi Muhammad Suyuti mengatakan, RUU Pertanahan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat dan sangat bertentangan dengan Reforma Agraria 1960.

"Justru jika disahkan akan menghilangkan hak-hak tanah rakyat. Ini adalah bentuk pencurian yang dilegalkan oleh pemerintah atau negara jika RUU ini disahkan. Otomatis akan dikebiri dan rampas hak-hak dasar hidupnya,"kata Muahmmad Suyuti.

Olehnya, mereka mendesak Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar ikut menyatakan sikap ikut menolak RUU Pertanahan untuk disahkan menjadi Undang-undang.

"RUU ini jelaa bukan untuk melindungi petani. Malah memberikan kemudahan kepada investor untuk merampas hak-hak tanah masyarakat dengan bekingan aparat,"ujarnya.

Menurutnya, mestinya pemerintah daerah memperhatikan yang namanya petani karena kebanyak rakyat Indonesia bahkan para pejabat lahir dari rahim petani.

"Pemerintah jangan hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memperhatikan nasib petani. Dan pertanyaan kami sejauh mana pemerintah melakukan perlindunga terhadap para pertanian kita dan memberikan sarana dan prasana untuk meningkatkan kesejahteraan,"tuturnya.

Dikatakan, upaya pengesahan RUU Pertanahan itu akan menjadi alat pemerintah untuk mempermudah masuknya investor melakuka penguasaan lahan, akibatnya rakyat akan lebih jauh dari kesejahteraan. 

Unjuk rasa Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2019 di Kantor Gubernur Sulbar suarakan penolakan RUU Pertanahan.
Unjuk rasa Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2019 di Kantor Gubernur Sulbar suarakan penolakan RUU Pertanahan. (Nurhadi/tribunsulbar.com)

"Masyarakat diperhadapkan dengan keputusan pemerintah dengan menggunakan aparat untuk menggusur masyarakat dengan dengan mengatasnamakan pembangunan tentu akan terjadi konflik ketika petani mempertahankan lahannya,"ungkapnya.

Ganjil, lanjut Suyiti, petani akan terancam pidana perjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 500 Juta jika menghalangi aparat demi mempertahankan hak mereka.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved