Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua, 2 Pejabat KPK Saut & Tsani Mengundurkan Diri, Mahfud MD Sebut Aneh
Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua, 2 Pejabat KPK Saut & Tsani Mengundurkan Diri, Mahfud MD Sebut Aneh
TRIBUN-TIMUR.COM - Terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, membuat sejumlah pejabat lembaga anti korupsi itu memilih mengundurkan diri.
Irjen Firli Bahuri terpilih melalui voting dalam rapat pleno Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta dan mendapat suara terbanyak dengan 56 suara.
Namun jabatan baru Firli itu justru menambah kontroversi dari yang sebelum-sebelumnya.
Dua pejabat KPK yang memilih mundur yakni Pimpinan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang dan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Mohammad Tsani.
Saut Situmorang mundur sebagai komisioner KPK 2015-2019 hanya dalam hitungan jam setelah DPR memilih lima orang untuk menjadi pimpinan KPK 2019-2023.
Baca: Daftar Kekayaan Lima Komisioner Baru KPK, Siapa Paling Kaya? Ada yang Punya Utang Rp 269 Juta
Baca: PROFIL Firli Bahuri, Polisi yang Dipilih DPR Jadi Ketua KPK & Daftar Dugaan Pelanggaran Etiknya
Baca: Cerita Saudi Penggali Makam BJ Habibie di TMP Kalibata,Rasakan Ini Selama 3 Jam, Mirip Ani Yudhoyono
Baca: KABAR DUKA dari Boy William, Adiknya Raymond Hartanto Tewas saat Tunggangi Honda CBR 250 RR

Surat itu dilayangkan Saut Situmorang pada Jumat (13/9/2019) pagi sekitar pukul 08.00 WIB.
Adapun proses pemilihan lima pimpinan KPK yang akhirnya diketuai Firli Bahuri, rampung pada Jumat sekitar pukul 00.45 WIB.
"Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019," ujar Saut melalui surat elektronik yang dikirimkan ke seluruh pegawai KPK di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Dalam email tersebut, Saut mengatakan masih ada dua kegiatan lagi di Yogyakarta pada Sabtu-Minggu, 14-15 September 2019 untuk Jelajah Dongeng Antikorupsi.
"Terlebih dahulu, saya mohon maaf sekaligus mengucapkan banyak terima kasih kepada semua Pimpinan KPK Jilid IV (Bunda BP, Bro Alex M, Bro LM Syarif, dan pak bro Ketua Agus R) Struktural, Staf, Security, semua OB yang membersihkan ruangan saya setiap hari dan yg membantu menyiapkan makanan," kata Saut.
Saut juga mengucapkan terima kasih kepada para pegawai yang melekat padanya selama hampir 4 tahun kurang beberapa bulan bersama.
"Saya mohon maaf karena dalam banyak hal memang kita harus bisa membedakan antara Cemen dengan penegakan 9 nilai KPK yang kita miliki (Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung Jawab, Kerja Keras, Sederhana Berani dan Adil) yang kita tanamkan dan ajarkan selama ini, sebagai bagian dari nilai di KPK yaitu RI-KPK (Religius, Integritas, Kepemimpinan, Profesional dan Keadilan). Mari kita pegang itu sampai kapanpun," ungkap Saut.
Reaksi serupa dilakukan Penasihat KPK periode 2017-2020 Mohammad Tsani Annafari. Ia juga mengajukan surat pengunduran diri.
Surat pengunduran diri dikeluarkan sehari setelah DPR memilih lima orang untuk menjadi anggota KPK periode 2019-2023 dan Badan Legislatif (Baleg) KPK membahas revisi UU KPK dengan pemerintah.
"Saya keluar untuk menjaga semangat, dan sebelum pimpinan dilantik maka saya akan langsung mundur," kata Tsani kepada wartawan, Jumat (13/9/2019).
Tsani menyampaikan pengunduran diri itu melalui surat elektronik (e-mail) kepada seluruh pegawai KPK.
Baca: Daftar Kekayaan Lima Komisioner Baru KPK, Siapa Paling Kaya? Ada yang Punya Utang Rp 269 Juta
Baca: PROFIL Firli Bahuri, Polisi yang Dipilih DPR Jadi Ketua KPK & Daftar Dugaan Pelanggaran Etiknya
Baca: Cerita Saudi Penggali Makam BJ Habibie di TMP Kalibata,Rasakan Ini Selama 3 Jam, Mirip Ani Yudhoyono
Baca: KABAR DUKA dari Boy William, Adiknya Raymond Hartanto Tewas saat Tunggangi Honda CBR 250 RR

Tsani sebelumnya sudah sempat menyatakan akan mengundurkan diri bila ada orang yang cacat etik terpilih sebagai pimpinan KPK 2019-2023.
"Perkenankan pagi ini saya sedikit berbagi dengan Anda. Tadi pagi telepon saya berdering dan ternyata dari salah satu tokoh masyarakat yang sangat saya hormati. Kami sempat berbincang sekitar 15 menit," kata Tsani dalam suratnya.
Menurut Tsani, orang tersebut adalah panitia seleksi penasihat KPK yang memilih dirinya saat menjadi penasihat pada tahun 2017.
"Singkatnya beliau mendukung rencana saya untuk mundur namun meminta saya tetap membantu pimpinan yang saat ini dan segenap insan KPK meneruskan perjuangan dan agenda-agenda yang tersisa hingga sebelum pimpinan KPK yang baru terpilih dilantik," tambah Tsani.
Ia sepakat dengan arahan itu dan akan melakukannya.
"Saudara-saudaraku semua, Tuhan sudah berketetapan. Lima pimpinan KPK terpilih itu adalah firman-Nya yang harus kita maknai secara tepat," katanya.
Tsani lantas mengatakan, "Ternyata di negeri ini tidak hanya bupati yang sudah di-OTT saja yang bisa terpilih, tetapi orang yang sudah dinyatakan secara terbuka memiliki catatan pelanggaran etik berat pun bisa memimpin lembaga antikorupsi."
Ia melanjutkan, "Itu dahsyat, bahkan kita memang masih harus bekerja jauh lebih keras lagi mendidik diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat kita untuk lebih paham dan peduli pada sikap antikorupsi."
Tsani pun berharap agar para pegawai KPK dapat melakukan yang terbaik untuk menjawa muruah lembaga dan menjaga agar api antikorupsi tidak padam.
"Gunakanlah apa saja yang saya punya dan saya bisa untuk mendukung rencana-rencana Anda untuk menuntaskan agenda-agenda yang tersisa," ujarnya.
Ia menekankan, "Saya tetap bersemangat, bahkan pagi ini sebelum pukul 07.00 saya sudah ada di ruangan. Saya akan selalu bangga dan bahagia melayani Anda, baik selama berada di KPK maupun kelak nanti jika Saudara tidak di KPK," ungkap Tsani.
"I'll always be with you till the end to #SAVEKPK. With love and respect, MTA," tutup Tsani dalam surel tersebut.
Mahfud MD Bilang Buat Surat Presiden ke DPR
Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, angkat bicara tentang surat presiden (surpres) yang dikirim ke DPR RI terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mahfud MD menilai aneh Presiden Jokowi sampai mengeluarkan surpres terkait pembahasan revisi UU KPK yang diajukan DPR yang masa kerjanya tinggal beberapa hari.
Menurut Mahfud MD, masa kerja dewan periode saat ini tinggal menghitung hari (tersisa 20 hari), sementara Presiden memiliki waktu sampai 60 hari untuk mengeluarkan surpres.
"Terkait keputusan DPR tanggal 5-9-2019 tentang usulan inisiatif Revisi UU-KPK, akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kepada DPR yang sekarang," ujar Mahfud MD melalui akun twitternya.
Menurut Mahfud MD, berdasarkan ketentuan yang ada, Presiden memiliki waktu hingga 60 hari untuk menyikapi surat DPR terkait revisi UU KPK tersebut.
"Padahal, DPR yang sekarang masa tugasnya tinggal 20 hari," ujar Mahfud MD.
Ketentuan Presiden memiliki waktu 60 hari memiliki alasan rasional.
Sebab, sebelum surpres dikeluarkan, di internal lembaga eksekutif harus ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian terkait.
"Tim dari kementerian harus mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Setelah itu baru Surpres," kata Mahfud MD melalui Twitter, Sabtu (7/9/2019).
Inilah kultwit Mahfud MD terkait revisi UU KPK.
@mohmahfudmd: Terkait keputusan DPR tgl 5-9-2019 ttg usul inisiatif Revisi UU-KPK akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kpd DPR yg skrng.
Mnrt ketentuan Presiden diberi waktu sekitar 60 hr utk menyikapinya; pd-hal DPR yg skrng masa tugasnya tinggal 20 hr
@mohmahfudmd: Waktu 60 hr yg diberikan kpd Presiden adl rasional sebab sblm surpres dikeluarkan di internal lembaga Eksekutif hrs ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian.
Tim dari kementerian hrs mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Stlh itu baru Surpres
Cuitan Mahfud MD itu disampaikan sebelum Surpres Presiden Jokowi dikirimkan kepada DPR.
Baca: Daftar Kekayaan Lima Komisioner Baru KPK, Siapa Paling Kaya? Ada yang Punya Utang Rp 269 Juta
Baca: PROFIL Firli Bahuri, Polisi yang Dipilih DPR Jadi Ketua KPK & Daftar Dugaan Pelanggaran Etiknya
Baca: Cerita Saudi Penggali Makam BJ Habibie di TMP Kalibata,Rasakan Ini Selama 3 Jam, Mirip Ani Yudhoyono
Baca: KABAR DUKA dari Boy William, Adiknya Raymond Hartanto Tewas saat Tunggangi Honda CBR 250 RR
Kabar mundurnya komisioner yang selama gencar menolak revisi UU KPK dan menyoroti Irjen Firli Bahuri dalam seleksi Capim KPK ini, rupanya telah sampai kepada Presiden Jokowi.
Awak media pun meminta tanggapan Presdien Jokowi atas mundurnya Saut Situmorang, yang juga diikuti oleh Penasihat KPK periode 2017-2020 Mohammad Tsani Annafari.
"Pak Presiden, pimpinan KPK Saut Situmorang mengundurkan diri setelah terpilihnya lima pimpinan KPK yang baru dengan ketuanya Firlu Bahuri. Bagaimana tanggapan bapak?" tanya awak media, Jumat (13/9/2019).
Merespons itu, Jokowi menjawab secara diplomatis.

Menurut Jokowi, mengundurkan diri adalah hak dari setiap orang.
"Itu hak setiap orang untuk mundur dan tidak mundur, itu adalah hak pribadi seseorang," ucap Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Usulan Komisi III Revisi UU KPK Jadi Komisi Pencegahan
Terkait surpres tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bila revisi UU KPK lolos menjadi UU, maka nama KPK mestinya harus diubah.
Agus Rahardjo mengemukakan hal tersebut karena berdasar usulan Komisi III DPR, KPK tidak lagi menjadi lembaga negara yang menindak korupsi, namun hanya mencegah tindakan itu terjadi.
"Ya mungkin yang paling sederhana, singkatannya harus diubah (jadi) Komisi Pencegahan Korupsi," kata Agus Rahardjo kepada wartawan, Kamis (12/9/2019).
Sebab, menurut Agus Rahardjo, dalam usulan DPR, penyadapan yang dilakukan KPK harus berdasarkan persetujuan dewan pengawas.
Padahal, penindakan kasus korupsi bisa dilakukan dengan dua cara.
Salah satunya, dengan melakukan penyadapan, laporan masyarakat, atau operasi tangkap tangan (OTT).
Penyadapan pun dilakukan untuk pengembangan kasus dalam case building.
Dari pengalaman KPK, dari kasus besar, lembaga negara itu mengembangkan kasus melalui penyelidikan, salah satunya dengan penyadapan.
Karena itu untuk bisa lepas dari jerat korupsi, lanjut Agus Rahardjo, seharusnya DPR membenahi UU Tipikor ketimbang merevisi UU KPK.
Apalagi, KPK dalam tugasnya bertumpu pada UU Tipikor.
"Ini yang harusnya kita memperbarui agenda (penindakan) korupsi kita dengan perbaikan UU Tipikor, tapi ini kok malah side back," ucapnya.
Baca: BREAKING NEWS Bripka Joel Gultom Berdarah-darah hingga Kritis Dipukuli Sekelompok Pemuda di Siantar
Baca: Alexander Marwata Bongkar Rahasia Dapur KPK, Penetapan Tersangka Berdasarkan Voting 5 Pimpinan
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif merespons surpres tersebut dengan penuh kekecewaan.
"Yang dikhawatirkan oleh KPK akhirnya tiba juga. Surat Presiden tentang Persetujuan Revisi UU KPK telah dikirim ke DPR."
"KPK pun tidak diinformasikan pasal-pasal mana saja yang akan diubah. Apakah adab negeri ini telah hilang?" kata Laode M Syarif kepada wartawan, Kamis (12/9/2019).
Baca: Daftar Kekayaan Lima Komisioner Baru KPK, Siapa Paling Kaya? Ada yang Punya Utang Rp 269 Juta
Baca: PROFIL Firli Bahuri, Polisi yang Dipilih DPR Jadi Ketua KPK & Daftar Dugaan Pelanggaran Etiknya
Baca: Cerita Saudi Penggali Makam BJ Habibie di TMP Kalibata,Rasakan Ini Selama 3 Jam, Mirip Ani Yudhoyono
Baca: KABAR DUKA dari Boy William, Adiknya Raymond Hartanto Tewas saat Tunggangi Honda CBR 250 RR
Tindakan selanjutnya, ujar Laode M Syarif, pimpinan KPK akan minta bertemu pemerintah dan DPR. Mereka ingin meminta penjelasan terkait masalah ini.
"KPK juga menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam membahas revisi UU KPK ini."
"Tidak ada sedikit transparansi dari DPR dan pemerintah. Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia. DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi. Atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tersebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," tutur Laode M Syarif.
Laode M Syarif justru mengkhawatirkan cara seperti ini juga bakal menimpa lembaga lainnya. "Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" Tanyanya.
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Respons Jokowi Terkait Pengunduran Diri Saut Situmorang Seusai Firli Bahuri Terpilih Jadi Ketua KPK, https://medan.tribunnews.com/2019/09/13/respons-jokowi-terkait-pengunduran-diri-saut-situmorang-seusai-firli-bahuri-terpilih-jadi-ketua-kpk?page=all.