Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tak Ada Ganti Rugi Lahan, Warga Desa Sapobonto Bulukumba Tolak Pelebaran Jalan

Warga Desa Sapubonto, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, menolak pelebaran jalan.

Penulis: Firki Arisandi | Editor: Suryana Anas
Dok Warga/Arzan
Warga Desa Sapubonto, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, menolak pelebaran jalan. 

TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Warga Desa Sapubonto, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulsel, menolak pelebaran jalan.

Proyek pengerjaan jalan sepanjang 4,6 kilometer yang juga melintasi Sapobonto, diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasalnya, pelaksana proyek cenderung mengesampingkan prosedur dan tata cara pelaksanaan pekerjaan.

Proyek Provinsi Sulsel yang untuk perbaikan jalan di Palampang, Munte Sapobonto, dan Bonto Lempangan di Kabupaten Sinjai-Bulukumba ini, dianggarkan sebesar Rp28.965.000.000.

Kontraktor pelaksana proyek ini, yakni PT. Agung Pratama Bulukumba.

Salahseorang warga, Muhammad Arzan, mengatakan, pihaknya mempertanyakan pengerjaan proyek tersebut.

Sebab lahan warga, khususnya warga Munte Barat, Desa Sapobonto Kecamatan Bulukumpa, yang terkena dampak dari pelebaran jalan tersebut tidak mendapatkan ganti rugi.

Dampaknya, warga telah memasang spanduk penolakan proyek jalan tersebut.

"Warga hanya di minta untuk mengikhlaskan lahannya yang terkena dampak dari pekerjaan dan pelebaran jalan poros provinsi tersebut, sementara didalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Jelas aturannya," kata Arzan, Senin (26/8/2019).

Dimana pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan, bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

"Istilah kepentingan umum hanya digunakan sebagai legitimasi tindakan negara untuk mencabut hak rakyat atas tanah," jelas alumnus Sarjana Hukum ini.

Tak hanya itu, lanjut Arzan, pekerjaan jalan tersebut hanya di sampaikan oleh kepala desa, melalui kepala dusun, untuk mendatangi setiap rumah warga dengan membawa dua lembar surat pernyataan.

Pertama adalah lembar surat persetujuan pekerjaan jalan tanpa ganti rugi dan satu lembar lainnya adalah surat pernyataan meminta ganti rugi.

Namun, hingga saat ini tidak ada panitia pengadaan tanah yang turun ke lokasi, untuk melakukan penaksiran atas kerugian masyarakarat yang terkena dampak pelebaran jalan.

Bahkan tidak pernah ada musyawarah yang dilakukan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang, untuk membahas mengenai masalah pembebasan lahan dan ganti rugi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved