Mata Najwa
Serunya Mata Najwa Tadi Malam, Gubernur Lukas Enembe: Orang Papua Butuh Kehidupan Bukan Pembangunan
Serunya Mata Najwa tadi malam dipandu Najwa Shihab, Gubernur Lukas Enembe: Orang Papua Butuh Kehidupan Bukan Pembangunan
Selain Pembangunan Juga Butuh Kehidupan
Kericuhan pecah di sejumlah daerah di Bumi Papua. Kericuhan ini imbas dari bentrokan dan intimidasi yang dilakukan sejumlah oknum ormas dan polisi kepada mahasiswa Papua yang berada di Malang dan Surabaya.
Eskalasi ricuh semakin membesar tatkala intimidasi kepada mahasiswa Papua itu disertai dengan makian rasis oleh oknum penyerang, yakni orang Papua monyet.
Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan pelecehan terhadap harga diri dan martabat masyarakat Papua bukan hanya kali ini terjadi, tapi sudah berkali-kali.
“Itu bukan anak-anak saya (mahasiswa Papua) yang menurunkan bendera. Itu juga yang mengancam dan memaki anak saya itu tentara,” kata Lukas.
Menurut Lukas, persoalan Papua jangan pernah disepelekan.
Sekjen Federasi Kontras, Andy Junaedi membenarkan kalau perlakuan rasis kepada mahasiswa Papua yang belajar di Jawa sudah sering terjadi.
“Hinaan itu menjadi memori kolektif yang membekas pada mereka. Polisi justru membiarkan ormas mengintimidasi kawan-kawan. Selain itu, penangkapan, penembakan oleh polisi dengan perlengkapan berat itu melanggar protap. Tidak ada suratnya,” kata Andy yang juga memberikan pendampingan hukum kepada kawan-kawan mahasiswa Papua di Surabaya.
Papua Belum Diindonesiakan Layak
Lenis Kogoya, Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua menjelaskan, selama dirinya berada di Pulau Jawa sangat jarang sekali mengalami atau mendengar makian rasis terhadap dirinya maupun masyarakat Papua secara umum.
“Ini kami juga sama-sama anak bangsa, yang membedakan hanya warna kulit saja. Kita ini negara hukum, siapa pun yang bersalah ya harus proses. Tapi ya sudah, saya mengikuti presiden, kita saling memaafkan saja. Kepala daerah di Jatim juga sudah minta maaf dan Presiden Jokowi akan ke Papua,” kata Lenis.
Yusuf Sawaki, akademisi dari Universitas Papua mengatakan keinginan berdamai tentu diinginkan oleh semua pihak.
Namun, kata Yusuf, pemaafan dengan jalannya proses hukum merupakan sikap yang berbeda.
“Kami berkali-kali mendapat pernyataan rasis. Saya pikir, semua bisa saling memaafkan.
Tapi hukum tetap harus berjalan bagi orang-orang rasis. Ini sebagai bukti negara hadir dan memberikan keamanan bagi seluruh warga negaranya,” jelas Yusuf.