Mekanisasi Pertanian 5 Tahun Terakhir Mengesankan Presiden
kementerian pertanian secara aktif terus melakukan modernisasi pertanian untuk meningkatkan capaian produksi.
TRIBUN-TIMUR.COM, Jakarta - Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Sarwo Edhy mengatakan bahwa selama empat setengah tahun terakhir, pemerintah melalui kementerian pertanian secara aktif terus melakukan modernisasi pertanian untuk meningkatkan capaian produksi.
"Kami sudah menggunakan teknologi pada tata cara tanam, kemudian memperhitungkan pola tanam berbasis IT," ujar Sarwo Edhy, Sabtu (10/8).
Sarwo mengatakan, pelaksanaan mekanisasi ditandai dengan pengadaan alsintan dalam jumlah yang besar. Kebijakan ini rupanya turut berpengaruh pada level mekanisasi Indonesia yang mencapai angka 1,68 persen. Padahal angka pada tahun 2014 hanya 0,14 persen.
"Kami juga telah menguji efisiensi lima alsintan berbasis teknologi 4.0, yaitu atonomous tractor, robot tanam, drone sebar pupil, autonomous combine, dan panen olah tanah terintegrasi," katanya.
Adapun kelima alsintan ini, jika dibandingkan alat konvensional biasa mampu meningkatkan efisiensi waktu kerja sekitar 51 hingga 82 persen. Sementara efisiensi biaya berkisar 30 hingga 75 persen.
"Komoditas utama seperti padi dan jagung secara khusus dikembangkan pemanfaatan mekanisasi dengan alat mesin pertanian modern baik panen maupun paska panen," katanya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan bahwa teknologi 4.0 yang diimplementasikan pada sektor pertanian Indonesia merupakan arahan langsung dari Presiden RI Jokowi.
"Presiden mengharapkan pemanfaatan ini mempu meningkatkan efisiensi waktu kerja dan efisiensi biaya secara signifikan, serta memberikan keuntungan bagi petani," kata Amran saat meresmikan Program Pertanian 4.0 di Desa Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Amran menjelaskan, mekanisasi mampu mengurangi kerugian petani, baik saat menanam maupun panen. Kata dia, kerugian itu meliputi proses pemotongan, Perontokan, Pengeringan, dan diperhitungkan yang mencapai 10 persen. Namun panen dengan menggunakan combine harvester, kehilangan losses hanya sekitar 1 persen atau - 3 persen.
"Efisiensi kerja dengan menggunakan alsintan dapat terlihat dalam waktu kerja olah tanah yang biasanya butuh 320-400 jam/hektare, kini dengan alsintan hanya butuh 4-6 jam per hektare atau 97.4 persen lebih efisien dan menghemat biaya kerja hingga 40 persen. Atau hanya 1.2 juta per hektare bila sebelumnya 2 juta per hektare," katanya.
Amran menjelaskan, pemanfaatan alsintan juga berpengaruh terhadap alokasi tenaga kerja yang akan menghemat biaya. Berdasarkan uji yang dilakukan Kementan, mekanisasi ini mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30 persen dan meningkatkan produktivitas lahan sebanyak 33,83 persen.
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Imam Santoso mendukung upaya pemerintah dalam memanfaatkan teknologi sebagai jalan peningkatan produksi. Menurut dia, proses ini sudah harus masuk dari hulu hingga merata sampai hilir.
"Dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien. Begitupula target yang akan dicapai akan lebih realistis, karena teknologi itu identik dengan presisi tinggi. Selain itu, untuk makin meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga oleh pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien," katanya.
Imam menambahkan bahwa pertanian presisi atau pertanian terukur merupakan konsep pertanian berbasis teknologi yang dalam pendekatannya bertumpu pada observasi dan pengukuran yang akan menghasilkan data untuk menentukan kegiatan kerja bercocok tanam yang efektif dan efisien.
"Selama tahun 2014-2018, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat 20,35 persen, dari sebesar Rp 23,29 juta per orang pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp 28,03 juta per orang pada tahun 2018," katanya.