Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ormas Razia Buku 'Komunis', Begini Komentar Balai Litbang Agama Makassar! Polda Sulsel Lakukan Ini?

Kepala Balai Litbang Agama Makassar H Saprillah MSi mengatakan razia-razia buku itu menunjukkan mundurnya penghargaan terhadap dunia intelektual.

Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Arif Fuddin Usman
instagram @makassar_iinfo
Aksi razia buku diduga berisi paham Marxisme, Leninisme dan Komunisme di sejumlah toko buku ternama di pusat perbelanjaan atau mal di Kota Makassar viral di media sosial. 

Ormas Razia Buku 'Komunis', Begini Komentar Balai Litbang Agama Makassar! Polda Sulsel Lakukan Ini?

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aksi razia buku bertema Marxisme dan Leninisme oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) Brigade Muslim Indonesia, di sebuah toko buku di Makassar, Sabtu (3/8/2019), disayangkan sejumlah pihak.

Sikap yang menyayangkan razia buku Marxisme dan Leninisme di sejumlah toko di Makassar juga datang dari Balai Litbang Agama Makassar (BLAM).

Kepala Balai Litbang Agama Makassar H Saprillah MSi, dikutip dari situs blamakassar.co.id, mengatakan razia-razia buku tersebut menunjukkan mundurnya penghargaan terhadap dunia intelektual.

Baca: Raja Thailand Angkat Mantan Pacar Jadi Selir Kerajaan, Ini Foto Cantik Ratu Suthida yang Kini Dimadu

Baca: Kalahkan Liverpool, Pelatih Man City Pep Guardiola Khawatir MU Jadi Pesaing Juara? Ini Alasannya

“BLAM sangat menyayangkan pihak yang hendak merazia buku yang dinilai komunis," kata Kepala BLAM H Saprillah MSi, Senin, 5 Agustus 2019.

"Razia ini menunjukkan mundurnya penghargaan terhadap dunia intelektual kita,” lanjutnya.

Pepi, sapaan akrab Saprillah, menegaskan, aksi razia buku tidak bisa dilakukan secara subjektif.

Ia pun berharap pemerintah melindungi geliat intelektualitas dari orang-orang yang ingin memaksakan kehendak.

“Jika tidak setuju dengan suatu gagasan, lawanlah dengan memerlihatkan gagasan yang lebih baik, dan jangan coba meredamnya," ujarnya.

"Sebab, tindakan seperti itu bisa menimbulkan dan membangkitkan perlawanan,” kata Pepi, yang juga mantan aktivis PMII ini.

Baca: Lowongan Kerja Kementerian Koperasi dan UKM, Terima Lulusan S1, Cek Cara Daftar & Lokasi Penempatan

Baca: Listrik Padam, YLKI Tuntut PLN Beri Kompensasi kepada Konsumen, #matilampulagi Jadi Trending Topic

“Sebagai peneliti, kami tentu butuh banyak perspektif, termasuk perspektif yang misalnya kita tidak setujui," jelasnya.

"Ini untuk memperkaya wawasan peneliti saat menuangkan laporan penelitian dan tulisan untuk diterbitkan di jurnal-jurnal,” sambung Saprillah.

Hal senada juga diungkapkan Syamsurijal, Peneliti Bidang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan BLAM. Ia menyesalkan tindakan razia buku tersebut.

“Sebuah tulisan mestinya dilawan dengan tulisan pula. Kalau tidak menyetujui gagasan dari satu buku, kita harus melawan dengan membuat buku juga sebagai counter (tandingan)," ujarnya.

"Orang atau kelompok yang hanya bisa merazia buku menunjukkan tidak siap beradu gagasan, dan miskin gagasan,” kata Ketua Lembaga Media Penerbitan dan Penerjemahan Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan, ini.

Tak Perlu Khawatir Berlebihan

Menurut Syamsurijal, komunisme dan Marxisme tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Pada dasarnya, paham tersebut bahkan sudah terkubur dalam sejarah.

Kalau saat ini ada negara yang dianggap masih berpaham komunisme, negara tersebut sejatinya tidak murni lagi menjalankannya.

“Saat ini, Marxisme di Indonesia lebih banyak menjadi kajian semata. Malah, banyak pula yang mengeritiknya,” kata Pembina Gusdurian Sulaewsi Selatan, ini.

Baca: Alhamdulillah, Evi Masamba Melahirkan, Hidung Mancung, Mirip Siapa! Erie Suzan Ikut Doakan Begini?

Baca: Setelah Gempa Banten, Ada Isu Gempa Susulan 9.0 SR, BMKG: Jangan Termakan Isu! Dikoreksi 6.9 SR

"Ketakutan terhadap paham itu, jangan-jangan karena kita memang tidak paham dengan perkembangannya saat ini. Makanya, kita juga harus membaca supaya tahu," lanjutnya.

Dr. Muhammad Rais, Peneliti Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan BLAM, menyatakan, sweeping atau razia buku merupakan tindakan melawan akal sehat, banal, dan paranoid.

“Dalam peradaban manusia, ini (razia buku) sebenarnya bukan gejala baru, dan bahkan sering terjadi,” kata lulusan Doktoral Antropologi Universitas Hasanuddin ini.

"Tapi anehnya, masih saja banyak orang yang menempuh cara-cara seperti ini, yang tentu saja, melanggar hukum," jelasnya

Meskipun tidak menyetujui isi sebuah buku, tapi bentuk protes sebaiknya dilakukan sesuai prosedural hukum yang berlaku.

“Sejak Oktober 2010, Mahkamah Konstitusi telah mencabut Undang-Undang tentang Pelarangan Buku (tertentu),” ujar Muhammad Rais.

Kalau tidak setuju dengan buku tersebut, lanjut Rais, jangan lantas melakukan kekerasan simbolik seperti itu.

Baca: Absen Saat PSM vs Persija di Final Piala Indonesia, Ternyata Marc Klok Lamaran di Bali, Romantis!

Baca: Begini Janji Youtuber Konten Game Kimi Hime, Setelah Bertemu Kominfo karena Kerap Pakai Baju Terbuka

"Sebaiknya menempuh dengan jalur keadaban, seperti jalur hukum dan pengadilan," kata Rais.

“Kita harus menghormati buku sebagai khazanah ilmu pengetahuan. Apalagi, perintah pertama  agama Islam adalah membaca."

"Mestinya kita bersyukur apabila banyak orang atau lembaga yang memproduksi buku, dan bukan justru memberangusnya,” timpal Dr Sabara, Peneliti Bidang Bimas Agama dan Keagamaan BLAM, yang juga muballigh pada Lembaga Dakwah Nurain Makassar. 

Begini Sikap Polda Sulsel

Sementara itu, menyikapi kejadian tersebut, Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel melakukan penyelidikan, peredaran buku-buku diduga beraliran Marxisme dan Komunisme.

"Sikapi aksi swiping oleh sejumlah orang, kami akan selidiki ini," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani saat dikonfirmasi, Senin (5/8/2019) pagi.

Seperti diketahui, Sabtu (3/8/2019) ada sejumlah kelompok melakukan razia buku-buku Marxisme, Leninisme dan Komunis di sejumlah gerai buku di mal-mal Makassar.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani. (Amiruddin/Tribun Timur)

Pasalnya, ratusan buku-buku yang diduga beraliran kiri atau Komunis itu dilarang oleh kelompok tersebut, karena telah membawa paham sesat terhadap masyarakat umum.

Untuk itu, pihak Polda Sulsel mengimbau agar masyarakat yang menemukan buku-buku tersebut agar memberitahukan Polda agar dilakukan tindakan hukum lebih lanjut.

"Jika memang ada masyarakat temukan buku-buku tersebut agar memberitahukan ke kami, tentu kami akan menyelidiki buku-buku tersebut nanti," jelas Kombes Dicky.

Lanjut Dicky, untuk mendalami beredarnya buku-buku itu. Polda akan minta pendapat dari ahli, apakah buku-buku yang dijual itu sebarkan ajaran komunisme atau tidak.

Baca: Farhat Abbas Lapor Hotman Paris Soal Video Porno, Hotman Terancam Penjara 6 Tahun atau Denda Rp 1 M

Baca: Tim Operasi Puteri 2019 Mapala 09 FT Unhas 3 Hari ke Gunung Bawakaraeng, Target Daki Gunung Kerinci

"Tentu kami akan meminta penjelasan dari para ahli terkait buku-buku tersebut. Kami (Polda) juga akan kerjasama dengan pihak yang menjual buku itu," tambah Dicky.

Seperti diketahui, Marxisme atau paham Karl Marx, ialah paham dari seorang filsuf yang menyusun sejumlah pandangan soal sistem sosial, sistem ekonomi dan politik.

Sedangkan, Leninisme ialah bagian teori politik organisasi, demokratis suatu politik revolusioner dan pencapaian demokrasi kediktatoran proletariat dan sosialisme. (*)

Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun

Langganan Berita Pilihan 
tribun-timur.com di Whatsapp 
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved