Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Diam-diam, Ternyata Ahok dan Puput Nastiti Devi Kini Punya Nama Baru, Dipakai Sejak Kemarin

Diam-diam, ternyata Ahok dan Puput Nastiti Devi kini punya nama baru, dipakai sejak Sabtu kemarin. Siapa nama baru pasangan ini?

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Pasangan Ahok dan Puput Nastiti Devi. 

SAMARINDA, TIBUN-TIMUR.COM - Diam-diam, ternyata Ahok dan Puput Nastiti Devi kini punya nama baru, dipakai sejak Sabtu kemarin.

Siapa nama baru pasangan ini?

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mendapatkan gelar kehormatan dari masyarakat Dayak, Kalimantan Timur.

Ahok diberi nama Asang Lalung, sementara istrinya Puput Nastiti Devi diberi nama Idang Bulan.

Seperti dikutip dari Antara, prosesi sederhana disaksikan sejumlah tokoh Dayak, di antaranya Ketua LPADKT (Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur) Syaharie Jaang, Eddy Gunawan, Laden Mering di ballroom Mesra International Hotel, Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (13/7/2019).

Ahok dan istrinya berada di Samarinda sejak Jumat (12/7/2019), dengan berbagai agenda.

Salah satunya mengunjungi Desa Budaya Dayak Pampang, di Sungai Siring, Samarinda.

Kedatangan Basuki disambut meriah warga Dayak di Desa Pampang.

Baca: Lama Tak Muncul, Lihat Penampilan Puput Nastiti Devi dan Ahok saat Ibadah di Gereja

Bahkan Ketua LPADKT Syaharie Jaang dalam sambutannya menitipkan pesan agar Ahok membantu aspirasi warga Dayak Kaltim agar ibu kota negara dipindah ke Provinsi Kaltim.

Namun, Basuki ketika kata sambutan langsung mengomentari bahwa dia dan istri hadir di Kaltim bukan utusan dari Presiden Joko Widodo.

Baca: Ada Apa? Program Eksklusif BTP Menjawab Tiba-tiba Batal Tayang, Ahok: Tanya Metro TV!

Oleh sebab itu, menurut Ahok, aspirasi ibu kota negara tidak pas disampaikan kepada dirinya.

”Tapi kalau saya ditanya, saya juga maunya ibu kota negara dipindah di Kaltim,” kata Ahok.

Tak Bisa Jadi Capres dan Menteri

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masuk dalam daftar orang yang diprediksi akan maju dalam Pilpres 2024.

Tak hanya maju ke Pilpres 2024, Ahok juga diisukan akan jadi menteri di kabinet dipimpin Jokowi.

Namun, secara hukum Ahok tak dapat memenuhi syarat untuk melakukan keduanya.

Syarat-syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pada Pasal 227 huruf (k), salah satu syarat pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah:

"Surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih".

Atas pertimbangan itu, bisakah Ahok BTP jadi Capres atau Cawapres?

Pengamat hukum dan tata negara, Irman Putra Sidin mengatakan hal yang harus dilihat baik-baik adalah pasal dalam UU Pemilu.

"Dilihat dari ancamannya. Kalau dari UU itu ya ancamannya 5 tahun. Mau vonisnya 2 tahun atau 6 bulan, itu soal lain, bukan itu yang dimaksud," kata Irman saat dihubungi, Kamis (12/7/2018).

Jadi, meski vonis hanya 2 tahun, seseorang tetap tidak bisa menjadi Capres atau Cwapres selama pasal yang dikenakan memiliki ancaman 5 tahun penjara.

Dalam kasus Ahok, dia divonis 2 tahun dan dinyatakan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP.

Pasal tersebut berbunyi:

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Ahli hukum dan tata negara yang lain, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, hal itu merupakan perdebatan yang sama ketika dulu Ahok masih didakwa dua dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 dan 156a.

Jika dalam UU Pemilu tertulis "dihukum 5 tahun", maka vonis yang menjadi acuan.

Namun, jika dalam UU tertulis "diancam dengan hukuman 5 tahun", artinya pasal yang dilanggar jadi acuan.

"Kalau dihukum 5 tahun berarti jatuhnya vonis. kalau diancam dengan hukuman berarti bunyi pasal ancaman hukumannya itu berapa tahun," ujar Zainal.

Bagaimana untuk posisi menteri?

Bisakah Ahok suatu saat ditunjuk sebagai menteri oleh presiden?

Untuk menteri, aturannya mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam Pasal 22, syarat pengangkatan menteri juga tidak jauh berbeda.

Menteri tidak boleh dipidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.

Zainal Arifin mengatakan, sebenarnya akan banyak perdebatan yang timbul terkait itu.

Terkait apakah Ahok bisa jadi Capres dan sebagainya.

"Tapi, menurut saya, tidak perlu disibukkan kembali perdebatan itu. Cukup tanyakan saja ke Ahok dia mau maju apa enggak. Kalau dia enggak mau maju, kan, selesai kita enggak usah ribut. Kalau dia maju, baru kemudian mari kita perdebatkan kembali soal itu," ujar Zainal.

Bagaimana dengan Caleg?

Jika Ahok mendaftarkan diri sebagai calon legislatif, yang perlu dilihat adalah UU Pemilu dan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pengamat hukum tata negara Refli Harun mengatakan bisa saja Ahok mendaftarkan jadi caleg asalkan mengikuti ketentuan UU dan Peraturan KPU.

"Menurut UU, yang penting dia declare pernah jadi narapidana," ujar Refli Harun

Apa yang disampaikan Refli tercantum dalam Pasal 240 huruf g yang isinya:

"Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

Berdasarkan Peraturan KPU, aturannya juga sama yaitu sang calon mengumumkan bahwa dia mantan narapidana.

Hanya saja, aturan yang baru itu melarang mantan narapidana korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak jadi caleg.

"Tetapi, aturan KPU yang lagi kontroversial ini, kan, tidak menyebut kejahatan Ahok sebagai salah satu yang dilarang," kata Refli.

Bisa Jadi Kuda Hitam

Sementara itu, dari analisis LSI Denny JA, Ahok BTP tidak ada dalam 15 tokoh berpotensi maju sebagai Capres pada Pilpres 2024.

Kendati tidak masuk dalam 15 tokoh berpotensi maju sebagai capres 2024, LSI Denny JA menilai, Ahok BTP berpeluang menjadi "kuda hitam" pada gelaran pesta demokrasi Pilpres 2024 nanti.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini diperkirakan bisa menjadi efek kejut pada Pilpres 2024.

Rully Akbar selaku peneliti LSI Denny JA mengatakan, nama Ahok BTP berpeluang besar menjadi "kuda hitam" yang memberi efek kejut pada kontestasi Pilpres 2024.

"Bisa jadi Basuki Tjahaja Purnama masuk sebagai sosok misterius, Mr X yang nomor 15 tadi. Dia menjadi sosok yang memberi efek kejut ke depan nanti ketika di 2024 nanti," kata Rully di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (2/7/2019).

Rully menuturkan, nama Ahoksaat ini belum masuk bursa karena statusnya yang tidak memegang jabatan pemerintahan maupun jabatan partai politik tertentu.

Menurut Rully, peluang Ahok akan lebih besar jika ia mendapat amanah mengisi pos-pos penting, sehingga dapat menunjukkan kinerjanya dan kembali mencuri perhatian publik.

"Kita belum tahu gebrakan BTP ke depan, ya. Apakah bisa jadi nanti dimasukkan sebagai menteri atau ke depan menjadi kepala daerah di tempat lain, kita belum tahu apa yang akan dilakukan BTP," ujar Rully.

Rully menambahkan, Ahok juga bisa mengubah citranya sebagai eks narapidana bila menunjukkan prestasi di jabatan baru yang mungkin akan disandangnya.

"Ketika dia misalnya nanti sudah mulai aktif kembali di jabatan-jabatan publik, dari situlah Pak Ahok bisa menunjukkan prestasi ke depannya supaya ada efek pemilih untuk memilih Ahok sebagai the next president," kata Rully.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved