Hasil Pajak Rawan Dikorupsi, KPK Intai Sulbar
Wakil Ketua KPK Alaxander Marwata mengatakan, untuk mewujudkan sejahteraan bagi masyarakat, tentu harus ada penghasilan,.
Penulis: Nurhadi | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Pemerintah se Provinsi Sulbar teken MoU dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pertanahan Nasonal (BPN) Direktirat Jenderal Pajak (DJP) dan Bank Sulselbar, Rabu (10/7/2019).
MoU yang dilangsungkan di Ballroom Grand Maleo Hotel Mamuju, Jl Yos Sudarao, Kelurahan Binanga, berkaitan dengan pengawasan penerimaan pajak secara terintegrasi di Provinsi Sulawesi Barat.
Wakil Ketua KPK Alaxander Marwata mengatakan, untuk mewujudkan sejahteraan bagi masyarakat, tentu harus ada penghasilan.
JIka hal itu terjadi, pembangunan bisa berjalan maksimal.
Masyarakat juga memperolah penghasilan yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhannya.
Masih Main Skor 0-0, Live Streaming Indosiar Persija Jakarta vs Persib Bandung via Vidio Premier
PI Sulsel Dukung Perumahan Syariah
Serangan Nikita Mirzani ke Barbie Kumalasari Berlanjut, Posting Foto Rumah Tapi akan Dihapus!
"Konon dalam hidup ini ada dua hal yang bersifat pasti. Yakni kematian dan pajak, kedua hal ini tidak bisa dihindari selama kita hidup, pasti dua hal ini dihadapi,"kata Alaxander Marwata kepada wartawan.
Alaxander Marwata mengungkapkan, target penerimaan pajak di Provnsi Sulawesi Barat tahun 2019 sebesar Rp 800 miliar, namun hingga Juli baru terpenuhi sebesar 25 persen.
"Tentu ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama. Meski saya yakin hingga akhir tahun tidak akan mungkin sampai,"ujarnya.
Olehnya, Ia berharap dengan MoU tersebut penerimaan pajak di Sulbar dapat dipacu, dalam rangka mendorong kesejahteraan daerah.
KPK berkepentingan untuk mendorong pengawasan ketat penerimaan pendapatan daerah, karena melihat salah satu titik rawan korupsi, terkait penerimaan negara, pajak. Baik pusat maupun daerah.
Masih Main Skor 0-0, Live Streaming Indosiar Persija Jakarta vs Persib Bandung via Vidio Premier
PI Sulsel Dukung Perumahan Syariah
Serangan Nikita Mirzani ke Barbie Kumalasari Berlanjut, Posting Foto Rumah Tapi akan Dihapus!
"Namun selama ini sangat jarang terungkap korupsi menyangkut penerimaan, rata-rata menyangkut pengeluaran, utamanya pengadaan barang dan jasa,"katanya.
Padahal menurut Wakil Ketua KPK, korupsi ditingkat penerimaan sangat besar.
Ia mencontohkan, kalau seorang pengusaha harusnya membayar pajak Rp 1000, kemudian hanya dibayar Rp 500, ini artinya ada kerugian negara.
"Atau misal restoran harusnya menyetor pajak Rp 1,000 dari penghasilan yang dipungut, tapi dibayar ke daerah Rp 1,00, ini artinya ada korupsi Rp 900, ini yang harus disadar,"jelasnya.
Sehingga, lanjutnya, KPK sangat mendorong adanya kerjasama, antara Pemda dan Bank Sulselbar, antara Pemda dan BPN dan antara Pemda dan DJP, untuk mengoptimalkan penerimaan daerah.
"Kami yakin dan percaya kalau daerah bisa mandiri secara fiskal, cukup untuk membiayaan pembangunan di derah, maka sebetulnya kesejahteraan Indonesia akan segera dan cepat terwujud,"ucapnya.
"Saya membayangkan ketika masing-masing daerah tingkat dua, itu memiliki kemampuan fiskal yang memadai, tidak bergantung pada penerimaan dari pusat, tentu semua akan yakin kesejahteraan akan segera terwujud," tambahnya
Namun sejauh ini, kata dia, keuangan atau APBD masih bergantung pada alokasi dari pusat, dan lebih banyak di gunakan untuk belanja pegawai atau belanja rutin.
"Ada daerah 60-70 % belanja pegawai atau belanja rutin, hanya 30 % kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan atau lainnya,"katanya.
Alexander menjelaskan, jika anggaran daerah belanja modanya sedikit, tentu sulit ekonomi akan tumbuh dengan baik.
Ibaratnya, gerbon kereta api yang masih dijalankan dengan lokomotif, kalau lokomitif mogok, gerbongpun akan ikut berenti.
"Lian kalau masing-masing gerbon punya penggerak sendiri, seperti KRL. Kalau penggeran satu mati, itu masih bisa jalan," katanya.
"Jadi kalau pemerintah daerah bergantung dan anggaran pusat juga turun, alokasi ke daerah pasti ikut kurang, kalau pusat tekor, pasti daerah juga bangkrut," paparnya.
Menanggapi hal itu, KPK sangat peduli dalam rangka koordinasi dan supervisi percegahan, untuk optimalisasi penerimaan pendapatan di daerah.
"Kami yakin dengan peningkatan pendapatan daerah, kesejahteraan masyarakat juga pasti akan tercapai, dan kami harap inspektorat daerah bisa mengawal atau memonitor MoU yang kita tanda tangani.
"Tentu saja kami juga akan memonitor secara berkala. Tetapi, monitorin setiap saat akan dilakukan inspektorat. Sehingga kejasamaaantara inspektorat dan KPK ke depan akan lebih ditingkatkan," katanya.
Namum kedepan, lanjut dia, maskipun berda di Jakarta, tapi mata dan telinga KPK diharapkan ada di setiap sudut Indonesia. Melalui pengawasan masyarakat, karena masyarakat juga sudah sangat kritis.
Alexander berharap, MoU ini jangan hanya di atas kertas, tetapi realisasi bisa maksimal.
"Dan akan kami pantau atau monitor, kami ada BPKP disini sebagai mitra,"tuturnya.
Gubernur Ali Baal Masdar ditemui usai penandatangan MoU, mengaku akan komitmen menjalan MoU tersebut,.
MoU merupakan inisiatif pemerintah daerah, sehingga tak ada alasan untuk tidak komitmen menjalankan.
"Kami menegaskan komitmen bersama untuk memberantas korupsi terintegrasi di Sulbar dan akan komitmen lebih transparan dalam pengelolaan anggara,"tuturnya.
Kata ABM, Seluruh pihak termasuk jajaran pemerintah kabupaten, konsisten menjalankan MoU ini, sehingga bisa membawa kesejahteraan masyarakat.
Hadir dalam penantangan MoU tersebut, Wakil Gubernur Sulbar, Hj Enny Angraeny Anwar, Kajati Sulselbar Firdaus, Sekprov Sulbar Dr Firdaus Dewilmar, Kepala DJP Provinsi Sulbar, Direktur Utama Bank Sulselbar.
Hadir juga Bupati se Sulbar, Ketua DPRD Sulbar Hj Amalia Aras, kepala inspektorat kabupaten se Sulbar, dan sejumlah Kepala OPD terkait di lingkup Pemprov Sulbar dan Pemkab se Sulbar. (tribun-timur.com)
Laporan Watawan Tribun-Timur.com, @nurhadi5420
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Klik Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: