Masih Bisakah Prabowo-Sandi Menang di Pilpres 2019? Mahfud MD: di MK Itu Bisa Loh Mengubah Suara
Masih Bisakah Prabowo-Sandi Menang di Pilpres 2019? Mahfud MD: di MK Itu Bisa loh mengubah suara.
TRIBUN-TIMUR.COM - Masih Bisakah Prabowo-Sandi Menang di Pilpres 2019? Mahfud MD: di MK Itu Bisa loh mengubah suara.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara soal kemungkinan pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menang dalam Pilpres 2019.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber siaran berita iNews Sore yang ditayangkan stasiun televisi iNews TV, Rabu (15/5/2019).
Berdasarkan hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019, pasangan nomor urut 01, Jokowi - Maruf Amin menang.
Sementara, Prabowo-Sandi telah mengatakan akan menolak hasil Pilpres 2019 lantaran mereka anggap banyak kecurangan.
Lalu, bagaimana bisa Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019?
Mulanya, pembawa acara meminta pendapat Mahfud MD soal penolakan hasil Pemilu .
"Kita ketahui betul bahwa Pak Prabowo dan BPN secara keseluruhan menolak hasil Pemilu 2019 dan kemudian menarik seluruh saksinya dari rekapitulasi nasional yang sedang berlangsung di kantor KPU," ujar pembawa acara. Apa implikasinya dalam konteks UU Pemilu, Prof?,"ujar sang pembawa acara bertanya.
Menjawab hal itu, Mahfud MD menganggap penolakan tersebut bukan menjadi masalah hukum.
"Kalau dalam konteks hukum enggak apa-apa," jawab Mahfud MD.
"Artinya begini kalau misalnya dia menolak proses rekapitulasi, tidak mau menandatangani padahal sudah sidang dibuka secara sah dan diberi kesempatan untuk mengajukan pendapat lalu dia tidak mau tetap tidak mau menerima ya Pemilu selesai secara hukum. KPU bisa mengesahkan itu pada tanggal 22 Mei," tutur Mahfud MD.
Saat hasil Pemilu selesai disahkan, Prabowo-Sandi bisa mendaftarkan gugatannya terhadap hasil Pilpres melalui MK.
Batas pendaftaran adalah 3 hari setelah pemenang Pilpres ditetapkan.
"Tanggal 22 Mei (pengesahan hasil Pilpres), kalau tidak menggugat ke MK sampai dengan tanggal 25 maka pemilihan presiden secara hukum secara yuridis sudah selesai tidak ada masalah," kata Mahfud MD.
Lanjut, ujar dia, "Tetapi memang secara politik ada problem, orang merasa tidak terima terhadap hasil Pemilu, tetapi tidak mau menunjukkan bukti-buktinya, tidak mau adu data, itu kan tidak fair juga ya. Seharusnya kalau memang tidak mau, atau tidak menerima kecurangannya di mana tunjukkan saja lalu adu data di KPU, kalau tidak puas di KPU adu lagi ke MK."
Mahfud MD lalu bercerita jika Prabowo-Sandi dan BPN mau menggugat ke MK, ada kemungkinan perubahan suara dikarenakan MK juga bisa mengubah perolehan suara yang telah ditetapkan oleh KPU sebelumnya.
Bahkan, ada kemungkinan pemenang lain di luar ketetapan KPU.
Hal ini disampaikan Mahfud MD karena dirinya pernah memenangkan calon kepala daerah yang sebelumnya dianggap kalah oleh penghitungan suara.
"Di MK itu bisa loh mengubah suara. Saya waktu jadi ketua MK sering sekali mengubah suara anggota DPR. Kemudian kepala daerah, gubernur, bupati. Itu yang kalah jadi menang, bisa suaranya berubah susunannya, ranking satu dua tiga menjadi yang nomor 3, nomor satu dan sebagainya. Itu sering sekali dilakukan asal bisa membuktikan."
"Dan yang penting kalau di dalam hukum itu kan kebenaran materiilnya bisa ditunjukkan di persidangan, nah oleh sebab itu yang kita harapkan fair lah didalam berdemokrasi."
Diketahui, soal penolakan hasil Pilpres tersebut disampaikan Prabowo Subianto saat berbincang dalam acara 'Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019', di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Prabowo Subianto menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan Pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
"Saya akan menolak hasil penghitungan suara pemilihan, hasil penghitungan yang curang," ujar Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto menegaskan, BPN telah mengumpulkan banyak bukti terkait dugaan kecurangan yang terjadi.
Tim BPN juga menjabarkan kecurangan yang mereka temukan di lapangan.
Permasalahan tersebut antara lain soal daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos hingga salah hitung melalui website KPU.
"Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo Subianto kepada Kompas.com.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua BPN Prabowo-Sandi, Djoko Santoso.
Menurutnya, dugaan kecurangan itu sudah dilaporkan oleh BPN sejak awal, namun tak pernah ditindaklanjuti.
"Beberapa waktu lalu kami sudah kirim surat ke KPU, tentang audit terhadap IT KPU, meminta dan mendesak di hentikan sistem penghitungan suara di KPU yang curang, terstruktur dan sistematis," kata Djoko Santoso.(*)