Ini Reaksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Soal Kontroversi Dokter Ani Hasibuan
Ini Reaksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Soal Kontroversi Dokter Ani Hasibuan
Ini Reaksi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Soal Kontroversi Dokter Ani Hasibuan
TRIBUN-TIMUR.COM - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) akhirnya angkat bicara soal kontroversi dokter Ani Hasibuan.
Ketua Dewan Penasehat Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Prijo Sidipratomo mengatakan, publik dapat melaporkan Dokter Ani Hasibuan ke pihaknya apabila pernyataan dia dinilai membuat publik menjadi ragu terhadap sebuah proses medis.
“Kalau ada sesuatu yang tidak pas menurut masyarakat, masyarakat boleh melaporkan kepada MKEK. Apakah yang menjadi ucapan, tindakan, melanggar atau tidak,” ujar Prijo saat dijumpai di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
“Itu nanti MKEK akan melakukan klarifikasi untuk hal itu dengan memanggil yang bersangkutan, bertanya kepada yang bersangkutan. Kami punya SOP-nya untuk itu,” lanjut dia.
Prijo menjelaskan, dalam kode etik kedokteran, terdapat empat kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang dokter, yakni kewajiban terhadap umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap rekan sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri.
MKEK hanya berwenang soal tiga kewajiban terakhir.
Sementara, untuk kewajiban pertama, publik lah yang dinilai memiliki wewenang melaporkan.
“Kalau urusan tiga tadi, enggak usah dilapori, kita bisa ambil.
Tapi kalau yang terhadap umum tadi, misalnya dia beriklan, misalnya dia mengeluarkan statement, misalnya dia ngomong sesuatu ke publik tentang sesuatu yang mestinya enggak disampaikan ke publik, itu ranahnya publik. Publik bisa melaporkan itu,” ujar Prijo.
Saat ditanya, perilaku apa yang dapat dijadikan bahan laporan publik ke MKEK IDI, Prijo merujuk pada kode etik kedokteran Indonesia bagian pertama.
Terdapat 13 pasal kode etik yang mengatur mengenai hubungan seorang dokter dengan khalayak.
Jika masyarakat merasa ada seorang dokter yang diduga melanggar salah satu pasal tersebut, maka layak untuk dilaporkan ke MKEK IDI.
“Masyarakat buka saja http://www.mkekpbidi.org/ buka tentang kode etik kedokteran, bisa dibaca di situ.
Publik tinggal urut saja, ada pasal-pasal kode etik kedokteran dan yang awal adalah ranah umum.
Ada enggak dia melanggar itu,” ujar Prijo.
“Kalau itu memang diindikasikan dia melanggar, laporkan saja.
Kami bisa melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan.
Tapi enggak mungkin kita sendiri ambil alih. Karena itu ranah publik,” lanjut dia.
Saat ditanya pendapat mengenai pernyataan Ani, Prijo menolak berkomentar.
Ia memilih mengurusi itu sesuai mekanisme di IDI apabila ada laporan yang masuk.
Kontroversi Ani
Diketahui, Ani adalah dokter ahli syaraf.
Pernyataannya mengenai banyak petugas Kelompok Panitia Pemunggutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019 di salah satu televisi swasta, beberapa waktu lalu, memicu kontroversi publik, khususnya di media sosial.
Dikutip www.tribunnews.com, Ani awalnya mempertanyakan mengapa banyak petugas KPPS yang meninggal dunia di sela kerja.
“Saya sebagai dokter dari awal sudah merasa lucu, gitu.
Ini bencana pembantaian atau pemilu?
Kok banyak amat yang meninggal.
Pemilu kan happy-happy mau dapat pemimpin baru kah atau bagaimana?
Nyatanya (banyak yang) meninggal,” ujar Ani.
Kemudian, Ani menyanggah pernyataan pihak KPU yang menyebutkan bahwa kasus meninggalnya petugas KPPS disebabkan kelelahan bekerja.
“Kalau kita bicara fisiologi, kelelahan itu kan kaitannya dengan fisik.
Kalau orang beraktivitas, dia pakai gula metabolisme.
Kalau habis capek.
Dia hipoglekimia dia lapar. Kalau enggak oksigennya dipakai dia ngantuk.
Jadi orang capek itu, dia ngantuk, dia lapar.
Kalau dipaksa, dia pingsan, enggak mati dong,” ujar Ani.
Ani juga berpendapat, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu 2019 ini tidak terlalu berat.
Ia membandingkannya dengan dokter yang sedang mengambil spesialis.
“Saya melihat beban kerjanya.
Ada di laporan kerja saya.
Itu beban kerjanya saya tidak melihat ada fisik yang capek.
Yang saya tahu, dokter yang ambil spesialis itu capek kerja tiga hari tiga malam tidak ada yang mati.
Yang ada itu malah tambah gendut,” kata Ani.
Ani menambahkan, kemungkinan penyebab kematian adalah penyakit yang sudah diderita petugas KPPS.
Ia mencontohkan seseorang yang terkena tumor otak.
Apabila penderita tidak dibebani kerja otak yang besar, maka ia akan baik-baik saja.
Namun, apabila beban kerjanya besar, tumor itu disebutnya akan “bertingkah” sehingga dapat menyebabkan penderita meninggal dunia. “Jadi, bukan karena capeknya,” ujar Ani.
Senin (6/5/2019), dokter Ani bersama kumpulan advokat bernama Advokat Senopati 08 dan sejumlah dokter menemui Wakil Ketua DPR Fahri Hamzahmembahas banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal saat menjalankan tugas.
Namun, dia menolak menyebut rumah sakit tempat dirinya bekerja.
"Yang saya baru lihat hanya di satu tempat dan itu pun tidak banyak. Dari 68 yang sakit, kami baru melihat 3 orang saja.
Sebenarnya belum bisa mewakili ya, tetapi saya kira kita perlu concern saja. Ini ada orang-orang dari 68 yang sakit, ada 11 meninggal, kita perlu tahu kenapa sih meninggalnya," ujar Ani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Ani mengaku, petugas KPPS yang dia cek ada di Yogyakarta.
Ia merasa miris karena ada ratusan petugas KPPS yang meninggal.
Apalagi, kata dia, usia para petugas ini masih sekitar 20 hingga 40 tahun.
Dia menilai, agak janggal jika usia tersebut meninggal karena kelelahan.
Dia pun menyampaikan keresahan ini kepada Fahri.
"Apakah benar kejadian ini karena kecapekan? Benar enggak? Harus dilakukan investigasi supaya tidak diabaikan ya," kata Ani.
Meskipun ikut rapat bersama kelompok advokat pendukung Prabowo-Sandiaga, Ani menolak disebut berpihak.
"Saya baru kenalan hari ini dengan mereka.
Saya enggak kenal, nanti ditanya saja kalau mereka apa tujuannya.
Kalau saya jelas tujuannya hanya melaporkan apa yang saya temukan di lapangan dan saya minta ini diperiksa," ujar Ani.
Jejak Digital Ani Hasibuan
Menyatakan diri tidak berpihak pada siapa pun dan murni menunjukkan kepedulian terhadap petugas KPPS yang meninggal, jejak digital Ani Hasibuan justru baru-baru ini viral.
Melansir Wartakotalive.com, jejak digital Ani Hasibuan pun diungkap ke publik, sekaligus mengungkap siapa dr Ani Hasibuan itu.
Akun sang_Pembantu @sang_Pembantu, mengungkap dan membagikan foto terkait aktivitas Ani Hasibuan dan kecenderungan politiknya.
Sejumlah akun facebook di antaranya akun Epy Dachlan turut membagikan jejak digital Ani Hasibuan.
Mengutip Wartakotalive.com, akun diduga milik Ani Hasibuan ditemukan dengan nama @anihasibuan1974.
Pada akun tersebut, terdapat unggahan foto-foto (mirip) Ani Hasibuan, termasuk juga video antara lain berisi pernyataan (mirip) Ani Hasibuan yang mengomentari kaus Ahmad Dhani.
Foto-foto Ani Hasibuan memakai pakaian putih dengan logo garuda merah mirip seragam timses Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno pun ada.
Ani Hasibuan pun menunjukkan tangannya sebagai bentuk dukungan kepada pasangan Pilpres nomor 02.

Foto dr Ani Hasibuan yang diunggah di akun instagram. (@anihasibuan1974)

Foto dr Ani Hasibuan yang diunggah di akun instagram. (@anihasibuan1974)

Foto dr Ani Hasibuan yang diunggah di akun instagram. (@anihasibuan1974)

Foto dr Ani Hasibuan yang diunggah di akun instagram. (@anihasibuan1974)
Di sebuah laman berita, Ani Hasibuan mengaku memiliki kecenderungan politik tertentu, tetapi apa yang ia lakukan terkait tewasanya ratusan penyelenggara Pemilu 2019 semata-mata karena kemanusiaan.
Meski begitu, apa yang dilakukan Ani Hasibuan yang mengusulkan pengusutuan kasus tewasnya ratusan penyelenggara Pemilu itu urusan pribadi dan benar didorong oleh kepentingan kemanusiaan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "IDI: Jika dr Ani Hasibuan Terindikasi Langgar Etik, Laporkan Saja"
Penulis : Fabian Januarius Kuwado
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul IDI Akhirnya Angkat Bicara soal Kontroversi Dokter Ani Hasibuan dan Jejak Digitalnya, http://medan.tribunnews.com/2019/05/15/idi-akhirnya-angkat-bicara-soal-kontroversi-dokter-ani-hasibuan-dan-jejak-digitalnya?page=all.
Editor: Tariden Turnip