Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Spirit Ramadan

Karena Nafsu Manusia Bisa Lebih Jahat dari Iblis dan Lebih Buas dari Binatang

Jika pemimpin dikuasai nafsu, dipastikan kepemimpinannya hanya akan membawa kerusakan, kerakusan, dan koruptif.

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Dr Kaswad Sartono 

Tulisan ini dimuat di Tribun Timur cetak edisi Kamis, 9 Mei 2019, halaman 1 dan 7, Ni’mal ‘Abdu dalam Tensi Politik

Manusia terbaik, dalam terminologi Al Quran maupun hadis, disebut, antara lain, ni'mal abdu (sebaik-baik hamba, khaiul-bariyyah (sebaik-baik makhluk), khoiru ummah (sebaik-baik umat), khairunnas (sebaik-baik manusia), khairukum (sebaik-baik kalian), dan afdhalan-naas (semulia-mulianya manusia).

Dr Kaswad Sartono
Wakil Sekjen PBDDI/Dirut Ponpes As Salman Sidrap

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Manusia, dalam perspektif Al Quran memiliki tugas serta kewenangan dan amanah yang sangat besar dan mulia. Tanggung jawabnya berat sebagai khalifah di muka bumi (khalifatullah fial-ardh), yang berkewenangan memimpin, mengelola dan menata operasional global dan keduniaan.

Oleh karena itu, manusia tidak hanya diciptakan secara fisik dalam bentuk yang terbaik (ahsan taqwim). Dalam rangka tugas kekhalifahan, manusia juga dibekali tiga instrumen pokok, yakni akal, nafsu, dan agama.

Eksistensi akal, nafsu, dan agama satu sama lain memiliki hubungan yang tak terpisahkan serta saling mempengaruhi. Bersimbiosis mutualisme.

Artinya jika agama, akal, dan nafsu memiliki porsi dan proporsi yang seimbang dalam kehidupan manusia, maka manusia itu akan mampu menciptakan kepemimpinan yang sejuk, demokratis, adil, bermartabat, dan bermaslahah.

Sebaliknya, jika nafsu menguasai dan mendominasi akal serta agama manusia, maka ia akan berperangai sangat jahat dan buas. Nafsu membuat manusia lebih jahat daripada Iblis dan lebih buas daripada binatang.

Jika ia seorang pemimpin dikuasai nafsu, dipastikan kepemimpinannya hanya akan membawa kerusakan, kerakusan, dan koruptif. Sebab, keberadaan akal hanya dijadikan argumen untuk mengelabui keinginan nafsu.

Mereka inilah yang digambarkan Allah dalam Al Quran sebagai hamba yang diperhamba nafsu. Punya instrumen pendengaran, penglihatan, dan hati namun semua disfungsi karena tertutup oleh kuatnya nafsu.

Nah, guna meminimalisasi dominasi nafsu dalam diri manusia secara umum, maka Allah SWT menghadirkan “bulan agung" Ramadan sebagai wahana dan wasilah pembentukan manusia (hamba) yang memiliki keseimbangan dan moderasi baik dalam aspek keduniaan dan keberagamaan, yang pada gilirannya mampu menghadirkan “manusia terbaik”.

Manusia terbaik, dalam terminologi Al Quran maupun hadis, disebut, antara lain, ni'mal abdu (sebaik-baik hamba, khaiul-bariyyah (sebaik-baik makhluk), khoiru ummah (sebaik-baik umat), khairunnas (sebaik-baik manusia), khairukum (sebaik-baik kalian), dan afdhalan-naas (semulia-mulianya manusia).

Masing-masing istilah tersebut memiliki titik tekan berbeda-beda.

Allah menggambarkan derajat kemuliaan pada diri Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Ayyub dengan Ni'mal abdu karena kualitas konsistensi dan istiqamah dalam beribadah dan ketaatan.

Ramadan 1440 Hijriyah hadir, bertepatan dengan tingginya tensi dan hiruk-pikuknya perpolitikan nasional setelah Pemilu Serentak 2019.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved