Banding Ditolak, Hamzah Mamba Harus Mendekam di Penjara Selama 20 Tahun, Bagaimana Nasib Jamaah?
Pengadilan Tinggi Makassar menolak upaya banding Bos PT Amanah Bersama Ummat dan Travel (Abu Tours), Hamzah Mamba atas putusan PN Makassar.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
"Waktu itu Aan menawarkan saya tempat untuk berjualan di Pantai Losari. Saya bilang kan biasa penjual di situ digusurki. Tetapi karena ini semacam bazzar sampai 30 hari makanya saya terimaki," kata Hamzah sapaan kerabatnya.
Sehari, ia bermodalkan Rp 50 ribu bisa untung Rp 250 ribu. Daganganya cepat habis sebelum buka puasa tiba kala Ramadan 2006 silam.
"Hingga 30 hari, untung saya hingga Rp 60 juta. Saya sujud syukur. Allah memberi jalan, Alhamdulillah," ujarnya.
Ia pun memutuskan menikah, dengan teman SMA-nya dulu di SMA Tamalate Jl Tanggul Patompo Makassar.
6. Jual Coto Makassar Hingga ke Yogyakarta
Di puncak bisnis es telernya, Hamzah mencoba bisnis baru. Tahun 2006, uang hasil dagang es teler itu diputarnya kembali. Ia membuka usaha Coto Makassar.
Usaha kuliner Coto Makassar yang dirintisnya awal 2007 di Kota Daeng hanya seumur jagung. Di bulan ketiga, usaha Coto Makassar, modal hasil dagang es teler Rp 60 juta, tutup. Dari Rp 60 juta hasil jual es teler, tersisa Rp 1,3 juta.
"Alhamdulillah tiga bulan buka, usaha saya bangkrut. Hanya menyisahkan Rp 1,3 juta saja. Saya tidak down. Saya berdoa kepada Allah untuk dibukakan pintu rezeki," katanya.
Hamzah bangkrut. Coto Makassar yang dia rintis tutup.
"Saya dan istri pun berniat hijrah. Jakarta menjadi pelabuhan saya. Meski saya tidak tahu bakal tinggal dimana di sana. Namun keyakinan untuk berhijrah pun saya lakukan bersama istri dan anak saya yang pertama berusia 12 hari," katanya.
Tekad Hamzah sudah bulat. Uang Rp 1,3 dia gunakan membeli dua tiket kapal laut, Rp 500 ribu. Sisanya dipakai untuk sewa kontrakan dan makan nantinya di ibu kota negara.
"Dua hari dua malam kami di kapal. Hanya makan dan minum pembagian dari kapal untuk kelas ekonomi," ujar lelaki yang tidak tamat di jurusan Teknik Mesin UNM itu.
Singkat cerita, ia dan istri sampai di pelabuhan Tanjung Priok. Ketika turun, keduanya bingung mau ke mana.
"Alhamdulillah, pas turun dari kapal, saya dan istri duduk sebentar di terminal penumpang. Tiba-tiba saya ingat teman sekolah di SMA Tamalate di Makassar, namanya Alfian yang berprofesi sebagai juru parkir," jelas Hamzah.
Hamzah menelepon Alfian. Syukur ada respons. "Halo Alfian di manako, Kawan? Waduh adaka di Jakarta ini, samaka istriku, mauka ke tempatmu nah. Sekalian saya cari-cari kerjaan di sana," kata Hamzah menirukan perbicangannya via handphone kala itu.
Alfian pun mengajak ke rumahnya yang berada di daerah Pasar Ikan Morangke. Hal lucu, ketika ia melewati kanal menuju rumah temannya dengan kendaraan bajai super ribut.
"Ta'bangai itu istriku pas lewat kanal, duh rantasanya di sana, baunya lagi. Istiriku bilang, ini mi Jakarta ayah? Ka lebih bagus di Makassar meki," ujarnya dengan logat Makassar kental.
Sesampai di rumah Alfian, ia inap di rumah yang ukurannya kecil. Cukup untuk lima orang saja. Namun, temannya itu mempersilakan Hamzah, istri, dan bayinya tinggal.
Muh Hamzah Mamba hanya sepekan jual ikan di Muara Angke, Jakarta, 2007. Bukan“bau pesing” membuat Hamzah “angkat basket” dari bekas perkampungan yang didirikan Arung Palakka dan pasukan Bugis dari Kerajaan Gowa itu.
Hamzah, yang baru sepekan hijrah ke Jakarta dari Makassar setelah jualan Coto Makassar, tidak tahan jual ikan karena tak tega berebut pelanggan. Hati kecilnya tak terima jika hanya gegara uang Rp 50 ribu saja saja seperti harus merelakan nyawa memperebutkan pembeli.
"Saat itu saya menjual es teler kembali. Hahaha back to es teler lagi deh. Luar biasa perjuangan kala itu, bayangkan saya jualan dari Morangke ke Masjid Istiqlal. Saya dorong itu gerobak. Namun Alhamdulillah omzet bisa Rp 100 ribu per hari," jelas Hamzah.
Namun hidup dengan uang segitu di Jakarta cuma cukup makan dan biaya kontrakan. Apalagi ia merasa tidak enak dengan temannya yang rumahnya dihinggapi.
"Enam bulan saya jualan es teler dengan gerobak. Namun tidak sengaja saya lewat di markas TNI AL Marinir Cilandak. Saya bertemu keluarga yang seperti saudara kandung saya sendiri," ujar anak tunggal itu.
Hamzah panggil dia kakak, anggota TNI berpangkat Kopral merasa tersentuh melihat kerjaannya kala itu. Ia pun memberi jalan keluar, dengan meminjamkannya modal sekitar Rp 10 juta.
"Alhamdulillah kakak saya itu memberi modal untuk berjualan di dekat markas TNI. Lebar lokasinya 3 meter kali 3 meter. Tidak susah lagi saya mendorong gerobak. Usahanya tetap es teler," beber anak yatim piatu diusia 9 tahun itu.
Ia pun pamit dengan Alfian sahabatnya. Dan mencari kontrakan di dekat lokasi usahanya.
"Kakak saya itu meminjamkan uang Rp 10 juta dari koperasi. Sebulan saya harus bayar Rp 1 juta. Termasuk sewa tempatnya," katanya.
Gerobak yang menemaninya selama ini dibongkar. Kayu, papan, kaca, alat-alat es teler pun dilengkapi menjadi lemari penyimpan bahan. terpal dilebarkan, tempat duduk kayu diadakan.
"Alhamdulillah, tidak sampai lima bulan, usaha bangkrut lagi. Saya pun bingung harus membayar hutang koperasi ke kakak saya bagaimana," katanya.
Hamzah sangat beruntung, kopral yang dipanggil kakak itu tidak mempermasalahkannya. "Gajinya Rp 3 juta, bayar cicilan Rp 1 juta. Ia ikhlas memberi, namun biaya kontrakan tetap saya yang bayar. Kakak saya bilang, urusmi dirimu, Dik, tidak bisa meka bantuki," katanya menirukan sang Kopral.
Ia pun berserah diri kembali kepada Allah. "Tunjukkanlah jalan keluar untukku ya Allah. Tidak ada lagi apa-apa yang saya punya. Selepas itu saya ke warnet masih Rp 2 ribu sejam itu hari. Saya cari loker, eh yang ketemu poster pameran di Yogyakarta," katanya.
Ia berniat ke Yogyakarta, namun tidak memiliki uang. Ia pun balik ke kakaknya yang berpangkat kopral itu untuk memberi pinjaman terakhir kalinya. "Alhamdulillah dikasi Rp 1,1 juta itu hari. Saya pun naik kereta ke Yogyakarta, bersama adek ipar saya yang datang dari Makassar ke Jakarta membantu saya jualan es teler," katanya.
7. Punya 9 Perusahaan
Di bawah bendera Abu Corp, Hamzah mengendalikan bisnis umrah, haji, kuliner, production house, percetakan, dan yayasan amal sekolah tahfidz dan pesantren anak yatim. Kini memiliki 34 kantor cabang di 14 provinsi.
Hingga Agustus 2017, Abutours sudah memberangkatkan 51 ribu lebih jamaah. Lewat paket promo dan reguler, animo warga berumrah bersama perusahaan ini meningkat dua kali lipat dari tahun ke tahun.
Abutours mulai memberangkatkan jamaah umrah pada tahun 2011. Awalnya, hanya 100 orang. Setahun kemudian meningkat menjadi 500. Bahkan pada tahun 2013 sudah memberangkatkan 1.500 orang, dan naik 100 persen menjadi 3.000 orang pada tahun 2014. Lonjakan signifikan terjadi pada tahun 2015, 7.000 orang.
Abutours seakan tak terbendung. Lewat agen hingga pelosok desa, Abutours terus panen jamaah. Pada tahun 2016, dilaporan memberangkatkan 14 ribu jamaah. Hingga bulan ke-7 2017, Hamzah sudah memberangkatkan 25 ribu lebih jamaah.
Bisnis utamanya Abu Tours and Travel. Ini ditunjang bisnis lain seperti Al Haram Media Group yang bergerak di usaha cetak, online, dan radio.
Ada juga Alabaik Group yang mengelola kafe dan resto. Silverhawk Alabaik Café mengelola empat usaha, Alabaik Resto, Lobby Cafe & Resto, CHOPPER Eatery & Coffee, dan UBOX Foodcourt.
Hamzah juga sudah merambah dunia pendidikan. Lewat Lembaga pendidikan Yayasan Pesantren Islam Al Ikram, dia memiliki tiga unit usaha, Alika Printing, Almira Travel, dan Amanah Plus.(*)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur: