Ramadan 2019
Ingin Rasakan Suasana Ramadan di Turki? Ini Panduan Urus Visa secara Online, Cuma Butuh 15 Menit
Turki pun menjadi salah satu negara dengan mayoritas Islam yang bisa dikunjungi saat Ramadan.
TRIBUN-TIMUR.COM-Ingin menikmati suasana Ramadan yang berbeda? Anda bisa melakukan plesiran atau wisata religi.
Pilihan negara yang didiami mayoritas umat Islam, tentu akan mempermudah wisatawan saat menjalankan ibadah puasa.
Turki pun menjadi salah satu negara dengan mayoritas Islam yang bisa dikunjungi saat Ramadan.
Salah satu warga Indonesia yang pernah merasakan suasana Ramadan di Turki, Muhammad Fahmi mengatakan,
Dilansir dari Kompas Travel, selain terkenal dengan masjid-masjid beraksitektur indah, budaya yang menarik, dan alam yang memesona, negara ini juga mudah dikunjugi wisatawan Indonesia.

Untuk mengunjungi Turki, wisatawan Indonesia butuh visa.
Namun pembuatan visa ke Turki terbilang sangat mudah.
Pemerintah Turki membuka dua pilihan visa untuk wisatawan Indonesia, yakni secara online (e visa) dan visa pada kedatangan (visa on arrival).
Pembuatan visa online ke Turki tidak sampai 15 menit. Berikut panduannya:
1. Pilis Situs Pembuatan E Visa Resmi
Pilihlah situs resmi pembuatan e visa Turki dari Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs, di alamat https://www.evisa.gov.tr/en/.
Ada banyak situs pembuatan e visa Turki, layaknya situs resmi pemerintah.
Baik dari tampilan situs maupun proses pembuatan e visa sangat mirip dengan situs resmi.
Namun jika membuat di situs tidak resmi, biaya pembuatan dapat menjadi lebih besar.
Sekitar dua sampai tiga kali lipat harga e-visa di situs resmi, jadi berhati-hatilah saat melakukan pencarian di mesin pencarian internet.
2. Lampirkan Data yang Diminta
Setelah masuk ke halaman situs remi pembuatan e visa Turki ada tiga langkah yang harus dilakukan, pertama apply (melampirkan), kedua payment (pembayaran), dan ketiga download (unduh).
Pada pilihan apply atau melampirkan, akan diminta data asal kewarganegaraan, dan waktu kedatangan.
E visa Turki akan berlaku untuk total periode 180 hari.
Dengan sekali kunjungan maskimal 30 hari berada di Turki.
Pembuatan e visa Turki juga membutuhkan kelengkapan data pribadi, seperti nama lengkap, nama ibu, tempat dan tanggal lahir, nomor paspor, masa berlaku paspor, nomor telepon.
Jangan mengisi asal-asalan, karena akan berpengaruh kepada proses masuk Anda sesampainya di Turki.
Isialah sesuai paspor yang memiliki masa berlaku enam bulan sebelum habis.

3. Konfirmasi
Setelah melampirkan data pribadi dengan lengka dan benar.
Maka pelampir e visa akan dikirimkan surat elektronik (email) komfirmasi untuk pembayaran e visa.
4. Pembayaran
Usai melakukan konfirmasi email e visa, akan dialihkan ke halaman pembayaran.
Untuk e visa sekali kunjungan ke Turki dikenakan biaya 25 dollar AS atau setara Rp 360.000.
Pembayaran dapat dilakukan dengan kartu kredit atau uang elektronik internasional.
5. E-visa dikirimkan
Hanya beberapa menit setelah melakukan pembayaran e visa, maka e visa akan dikirimkan ke email dan siap diunduh.
Pastikan untuk mencetak (print) e visa tersebut sebelum keberangkatan, untuk ditunjukkan di counter check in maskapai, imigrasi Indonesia, dan imigrasi di Turki.

Perbedaan Suasana Ramadan di Turki dan Indonesia
Kurang lebih sama seperti negara-negara lain yang terletak di belahan utara bumi, pada Ramadan tahun ini lagi-lagi penduduk Turki menjalankan ibadah puasa pada musim panas.
Berbeda dengan Indonesia yang secara geografis terletak di sekitar sabuk khatulistiwa, pada pertengahan tahun Turki sebagai negara empat musim menikmati waktu siang yang lebih panjang (sekitar 17-18 jam) jadi ibadah puasapun terasa relatif lebih berat karena durasi dan temperatur yang lebih hangat.
Kalau kedua faktor di atas masih kurang, maka ada beberapa faktor lagi yang membuat puasa di Turki 'lebih menantang'.
Misalnya saja, pada siang hari Ramadhan di Indonesia kebanyakan rumah makan tidak beroperasi, atau menggunakan tirai untuk menghormati aktifitas ibadah puasa umat Muslim.
Tempat hiburan malam, panti pijat dan tempat lain yang serupa tidak beroperasi sama sekali selama Ramadhan.
Masyarakat kita paham betul arti toleransi dan saling menghargai, bukan hanya antar sesama Muslim tapi juga umat beragama lainnya.
Sangat kontras dengan atmosfir Ramadhan di Indonesia, bentuk-bentuk toleransi seperti di atas sama sekali tidak terlihat di Turki. Rumah makan tetap buka di siang hari tanpa ada tirai, tempat hiburan malam tetap beroperasi secara normal, aktifitas masyarakatpun sama saja.
Orang-orang bebas merokok, minum, makan dan bermesraan sesuka hatinya. Pedagang makanan dan lotre juga tetap beraktifitas secara normal.
Lantas mengapa demikian, bukankah Turki negara mayoritas Muslim? Tentu saja, Turki merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim, hampir 100% penduduknya beragama Islam. Tapi berbeda dengan masyarakat kita yang toleran dan ingin mendukung aktifitas ibadah satu sama lain pada bulan Ramadan, masyarakat Turki pada umumnya menganggap agama sebagai urusan pribadi.
Siapapun tidak punya hak untuk mencampuri urusan pribadi satu sama lain, tidak ada yang peduli kalau anda berpuasa atau tidak, andapun tidak punya hak untuk memaksa orang lain menghormati puasa anda.
Kalau sejak awal sudah familiar dengan pembawaan masyarakat Turki, situasi Ramadhan yang demikian sepertinya sudah bisa ditebak sejak awal.
Masyarakat Turki yang berpuasapun, dengan segala kecuekannya, tidak pernah terlihat terganggu dengan situasi demikian.
Saya dan sebagian besar kawan pelajar asing yang sempat kaget dengan situasi inipun tidak butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri.
Lalu meskipun pada siang hari suasana Ramadan di Turki terasa sangat asing, tetapi menjelang waktu berbuka puasa, ketika jalan-jalan yang selalu hiruk pikuk mendadak sunyi, ketika di atas meja-meja di rumah makan tersedia kurma dan minuman dingin, ketika adzan maghrib berkumandang, rasa haru nikmatnya berbuka puasa juga lebih berlipat-lipat.
Turki modern, dengan durasi siangnya yang panjang, dengan masyarakatnya yang cuek, dengan suasana Ramadhannya yang asing, mungkin mereka perlu belajar tentang toleransi dan saling mendukung ibadah satu sama lain dari masyarakat Indonesia.
Dan mungkin saja, masyarakat kita bisa belajar untuk lebih dewasa dan tidak terlalu 'reaksioner' ketika merasa ibadah puasanya terganggu oleh urusan pribadi orang lain. (*)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Panduan Membuat Visa Turki untuk Turis Indonesia"