Jaksa Pastikan Siap Hadapi Banding Dua Tervonis Mati Pembakar Satu Keluarga di Makassar
Dua terdakwa Muhammad Ilham alias Ilho (23) dan Sulkifli Amir alias Ramma (22), menyatakan banding setelah divonis mati oleh Pengadilan.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Hasrul
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Tidak hanya dua terdakwa pembakaran rumah di Kelurahan Panampu, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang mengajukan upaya banding atas putusan Pengadilan Negeri Makassar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun ikut melakukan upaya hukum yang sama untuk menghadapi memori banding yang dilayangkan oleh Penasehat Hukum terdakwa.
"Karena terdakwa juga banding, tentu kami juga mengajukan kontra memori banding," kata Kepala Seksi Pidana Umum (Kejari) Makassar, Ulfadrian Mandalani, Minggu (28/4/2019).
Dua terdakwa Muhammad Ilham alias Ilho (23) dan Sulkifli Amir alias Ramma (22), menyatakan banding setelah divonis mati oleh Pengadilan.
Keduanya divonis bersalah karena telah membakar rumah yang menewaskan satu keluarga di Panampu. Setidaknya ada enam warga tewas dalam peristiwa itu.
Mereka adalah Sanusi (70), Bondeng (65), Musdalifah (40), Fahri alias Desta (24), Namira Ramadina (21) dan Hijaz.
Kedua tervonis mengajukan banding pada Kamis (18/4/2019) yang diwakili langsung oleh Kuasa Hukum dari Pos Bantuan Hukum, Herling .
Menurut Herling upaya banding diambil atas persetujuan langsung kedua terdakwa yang sementara mendekam di balik jeruji Rutan Kelas 1 Makassar.
Setelah hampir tujuh hari berpikir pikir, kedua terdakwa pun memutuskan mengambil sikap dan memberikan kuasa kepada Herling untuk menyatakan banding atas putusan itu.
"Hari ini kami langsung nyatakan banding, karena hari ini batas terakhir diberikan kesempatan untuk mengambil sikap," kata Herling kepada Tribun, Kamis malam.
Herling mengatakan baru hari ini mendapatkan koordinasi dari kedua terdakwa sehingga terlambat mengambil sikap.
Terdakwa mengajukan banding karena mengganggap hakim dianggap tidak adil dalam menyidangkan perkara.
Hakim yang dipimpin langsung Supriyadi selaku Ketua Majelis Hakim dan hakim anggota lainnya Heneng Pujadi dan Rusdiyanto Lole, dinilai tidak memberikan kesempatan kepada terdakwa mengajukan pleodi
"Masa waktu menyusun pledoi diberikan kepada kami hanya beberapa hari. Padahal ini dua terdakwa pak" tuturnya.
Herling mengaku sudah meminta waktu kepada hakim menambah dua hari untuk menyusun pledoi. Tetapi permintaan kami diabaikan.
"Ini sangat aneh sekali. Masa terdakwa yang dituntut mati hanya pledoi secara lisan. Ini bukan perkara anak dan hukuman 20 tahun. Tapi lebih dari seumur hidup," tuturnya.
Hakim kata Herling seharusnya memberikan kesempatan untuk mengajukan pledoi, sebab mereka divonis mati. (*)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur: