OPINI
OPINI - Pemilu dan Ancaman Demokrasi
Prof Ma’ruf Hafidz bahkan menyerukan politik uang dimasukkan dalam kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime.
UU ini menurutnya menempatkan KPU Pusat sebagai pemegang otoritas dan kewenangan yang besar. Bahkan cenderung sentralistik.
Akibatnya pengambilan-pengambilan keputusan, bukan saja lambat, malah terkadang tidak partisipatif dan relatif mudah disorientasi.
Baca: Belanda Godok Kerjasama 10 Top Investasi Milik Pemkot Makassar
Rusaknya sejumlah suarat suara, lambatnya pengiriman logistik dan sebagainya, itu contoh sentraliasasi yang bias dan perlu dievaluasi kembali.
Waktu yang panjang dalam kampanye, jumlah pemilih, jumlah kontestan dan sebagainya ikut memberi konstribusi carut marut pelaksanaan pemilu kali ini.
Kampanye yang panjang sangat melelahkan, menguras tenaga, waktu dan biaya yang sangat mahal. Oleh sebab itu secara kelembagaan tidak berimbang dengan hasil pemilu yang berkualitas.
Alhasil banyak di antara penyelenggara pemilu, petugas keamanan yang sakit dan tidak sedikit di antara mereka yang wafat sebagai korban kebijakan pemilu.
Komisioner KPU Sulsel Asram Jaya, menyebut bahwa Sulsel merupakan salah satu daerah pemilihan yang petugas pemilunya banyak meninggal dan 129 sakit.
Kepada mereka yang wafat, kita doakan semoga khusnul khotimah. Dekan FTI UMI Dr Zakir Sabara ST MT IPM menyebut bahwa UU Pemilu melanggar HAM.
Bahkan cenderung tidak manusiawi mempekerjakan orang selama 24 jam dengan honor Rp 500.000. Maunya efisien malah menjadi inefisien.
Dengan kesal beliau mengusulkan agar UU Pemilu dievaluasi kembali dan Komisi II DPR RI harus bertanggung jawab terkait masalah ini.
Baca: Begini Keseruan 400 Anak Ikut Lomba Menggambar Alfamidi di Jeneponto
Prof Hambali Thalib menyebut bahwa UU Pemilu meskipun secara prosedural sudah adil, tetapi di dalamnya belum berisi keadilan subtantif.
Oleh sebab itu pemilu secara serentak perlu dievaluasi kembali, termasuk undang-undangnya sendiri. Gagasan ini diamini oleh peserta diskusi.
Bahkan menurut Dekan FIS UNM Prof Hasnawi Haris perlu kajian yang lebih mendalam, kalau perlu dilakukan riset colaboratif antar perguruan tinggi untuk mendapat hasil pemilu yang lebh berkualitas. Semoga!
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Selasa (23/04/2019)