Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Daftar Pesawat Gagal Terbang Saat Perang Dunia Ke II, Tak Sesuai Ekspektasi
Bukannya, menjadi pesawat dengan kecanggihan yang luar biasa namun, mendapat predikat buruk dalam Perang Dunia ke II
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Kecepatan maksimal Devastator sekitar 331 kilometer per jam dan harus turun menjadi 185 kilometer per jam ketika menjatuhkan torpedonya.
Terakhir kali Devastators digunakan dalam pertempuran adalah Pertempuran Midway pada 1942.
Pada 4 Juni 1942, 41 pesawat dikirim untuk beraksi, tetapi hanya empat yang kembali.
Dengan fitur yang buruk seperti itu, Devastator tidak bisa menangani serbuan senjata dari kapal Jepang.
Segera setelah pertempuran itu, semua Devastator yang tersisa ditarik.
5. Messerschmitt Me 163 Komet
Jerman juga memiliki beberapa desain pesawat yang dinilai buruk, salah satunya Messerschmitt Me 163 Komet.
Ini merupakan pesawat pertama dengan menggunakan kekuatan roket.
Jerman membuat pesawat ini untuk melindungi kompleks industrinya dari pengebom Amerika.
Komet mampu terbang dengan kecepatan mamsimal 959 kilometer per jam dan terbang pada 3.599 meter dalam satu menit sehingga dikatakan sebagai keajaiban teknologi.
Pada saat yang sama, Komet juga menjadi bukti bahwa spesifikasi yang hebat dapat menjadi kelemahan. Sebab, itu membuatnya kesulitan saat menembak.
Selain itu, ketika berada di udara, Komet hanya bisa terbang selama 7 menit.
Karena tidak memiliki sistem undercarriage atau sistem penggerak yang bagus, seringkali sangat keras sehingga memicu kebakaran ketika lepas landas ataupun mendarat.
Faktanya, 80 persen kerugian dan kecelakaan dialami saat insiden lepas landas dan mendarat.
6. Messerschmitt Me 210
Messerschmitt Me 210 merupakan pesawat paling singkat yang digunakan saat Perang Dunia II.
Pesawat ini ditarik oleh Luftwaffe atau Angkatan Udara Jerman setelah hanya 1 tahun beroperasi akibat serangkaian kecelakaan.
Messerschmitt menghentikan produksinya setelah sekitar 200 pesawat dibuat.
Awalnya, Me-210 dikembangkan sebagai generasi baru pesawat pengebom-tempur dan merupakan penerus Bf-110.
Namun, pesawat itu terbukti gagal total karena memiliki sejumlah kekurangan.
Masalah utama pesawat adalah ketidakstabilan dan sering kehilangan kendali secara tiba-tiba.
Selain itu, pesawat juga kerap mengalami kendala pada sistem penggerak.
7. Breda ba.88 Lince
Pesawat ini kali awalnya menjadi kebanggaan Italia pada 1937.
Ketika itu, Breda ba.88 Lince memiliki kecepatan dan daya jelajah yang lebih daripada pesawat lainnya, yakni 530 kilometer per jam.
Masalah muncul ketika Lince harus dimodifikasi untuk dinas militer sebagai pesawat darat.
Dengan semua peralatan dan senjata terpasang, berat Lince meningkat secara signifikan.
Otomatis, sistem kinerja dan karakteristik penerbangan Lince tak sesuai standar penerbangan.
Kendati demikian, Italia tetap berusaha membangun pesawat ini.
Pada 1940-an, berbagai kinerja pesawat ini dinilai buruk ketika beroperasi di Perancis.
Selain itu, Lince juga mengalami kecelakaan di Afrika Utara.
Dengan penambahan aksesoris, mesin Lince mudah panas ke titik di mana mereka tidak dapat mencapai setengah kecepatan optimalnya.
Ketika sedang menghadapi pasukan Inggris, serangan pesawat ini dibatalkan karena gagal mencapai titik ketinggian yang ditentukan.
Setelah ini, satu-satunya peran pesawat Breda Ba.88 Lince selama perang adalah untuk melayani pengangkutan di lapangan terbang.
8. PZL.30 Zubr
PZL.30 Zubr tidak tak pernah merasakan pertempuran selama Perang Dunia II.
Hampir semua pesawat dihancurkan oleh Luftwaffe atau Angkatan Udara pada hari-hari pertama September 1939.
Awalnya dirancang sebagai pesawat penumpang, PZL.30 dimodifikasi untuk peran pengebom sebagai pengganti PZL.37.
Dengan desain yang besar, pada saat demonstrasi pertama pada 1936 pesawat meledak di udara dan menewaskan seluruh kru.
Selain memiliki masalah dengan badan pesawat, Zubr juga memiliki undercarriage atau sistem penggerak yang buruk.
Karena bobotnya yang besar, Zubr hanya bisa membawa sedikit bom.
Pesawat-pesawat yang selamat dari invasi Jerman digunakan oleh Luftwaffe untuk tujuan pelatihan sampai akhir perang.
