Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kakek Asal Jeneponto Ini Tak Diurus 14 Anaknya, Nasiruddin Nompo Terpaksa Jadi Pemulung di Selayar

Kakek Asal Jeneponto Ini Tak Diurus 14 Anaknya, Nasiruddin Nompo Terpaksa Jadi Pemulung di Selayar

Penulis: Nurwahidah | Editor: Arif Fuddin Usman
Nurwahidah/tribunselayar.com
Sahiruddin Nompo, lelaki renta asal Jeneponto, mencari nafkah dengan mengumpulkan kardus bekas di Selayar. 

Tak Punya Harta, Kakek Asal Jeneponto Ini Tak Diurus 14 Anaknya, Terpaksa Jadi Pemulung di Selayar

TRIBUNSELAYAR.COM, BENTENG - Sungguh miris, nasib kakek asal Kabupaten Jeneponto bernama Sahiruddin Dg Nompo ini.

Ia terusir dari kampungnya dan kini mencari nafkah dengan mengumpulkan kardus bekas di Kota Benteng, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

Dg Nompo mengaku kalau memiliki anak kandung yang berjumlah 14 orang dari dua istri.

Baca: Pengumuman SNMPTN Dipercepat, Ini yang Harus Dilakukan Bagi yang tidak Lulus

Baca: Fakta Baru Tentang Kepribadian Brenton Tarrant, Teroris Penembak Puluhan Umat Muslim di New Zealand

Kini, Dg Nompo menjadi pemulung di Selayar dan sudah lebih 10 tahun melakukan pekerjaan mengumpulkan kardus bekas.

"Saya mencari kardus bekas di Selayar sudah lebih sepuluh tahun," kata Sahiruddin Dg Nompo saat ditemui Tribunselayar.com, saat melintas dengan mendorong becak di depan Rumah Jabatan Bupati Selayar, Minggu (17/3/2019).

VIDEO KEHIDUPAN KAKEK SAHIRUDDIN Dg NOMPO:

Menjadi seorang pemulung, bukanlah keinginan Sahiruddin Dg Nompo, tapi ia tak punya pilihan untuk bisa bertahan hidup.

"Sebenarnya tidak mau (jadi pemulung), tapi sudah menjadi pilihan terakhir," ujarnya.

Disuruh Pergi

Dg Nompo bercerita jika ia terpaksa meninggalkan kampungnya di Kabupaten Jeneponto karena disuruh pergi sama anak-anaknya.

"Saya begini, sebab anak-anak di Jeneponto menyuruh pergi ketika harta saya sudah habis," lanjutnya.

Baca: Sampah di Perumahan Griya Puspita Sengkang Sudah Dua Minggu Tak Diangkut, Warga Mengeluh

Baca: Ikatan Guru Indonesia Sebut Kedua Cawapres Belum Hadirkan Solusi Nyata Dunia Pendidikan

Sekitar 10 tahun yang lalu, saat ia masih memiliki harta, Dg Nompo, masih hidup bersama keluarganya di Jeneponto.

Bahkan Dg Nompo mengaku pernah bekerja sebagai buruh di Malaysia selama dua tahun.

"Demi kebahagian anak-anak, saya telah bekerja banting tulang. Pernah juga cari nafkah di Malaysia dua tahun. Rumah sudah saya serahkan kepada anak saya," ujarnya.

Namun kini, Dg Nompo tak lagi berpunya dan mengaku diusir sama anak-anaknya sendiri.

Kepada Tribun, Dg Nompo mengaku kecewa dengan yang dilakukan oleh anak-anaknya.

Apalagi tak satupun dari 14 orang itu mau menerimanya, dengan kondisi yang sudah tua renta.

Dg Nompo menyebutkan jika sejak kecil, ia telah tulus merawat dan membesarkan anak-anaknya, tapi kini di usia renta tak lagi diperhatikan. 

Tidak Dendam

Meskipun kini hidup sebatang kara di Selayar, Dg Nompo sama sekali tidak menaruh dendam terhadap anak-anaknya. 

"Untuk apa menaruh dendam, hanya bikin sakit kepala," ujarnya.

Namun, sebagai orang yang pernah menjadi kepala keluarga, ia mengaku rindu dengan anak-anaknya. 

Baca: Pengumuman SNMPTN 2019 Pada Jumat (22/3): Cek Namamu di Link Snmptn.ac.id

Baca: TRIBUNWIKI: Menjadi Salah Satu Aktris Terkaya di Indonesia, Berikut Profil Nagita Slavina

"Hati ini sudah sakit oleh ulah anak-anak. Meski kadang saya rindu pada mereka tapi apa daya, saya hanya bisa sabar," katanya.

Walaupun sudah lanjut usia tapi masih juga bekerja keras mengumpulkan kardus bekas, dengan keliling Kota Benteng, Ibu Kota Kabupaten Selayar.

Dari hasil penjualan mengumpulkan kardus bekas, Dg Nompo mengaku jumlahnya tidak seberapa.

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :

Namun itu bisa digunakan untuk bertahan hidup.

"Harga kardus yang saya jual Rp 200 per kardus. Sehari biasanya hanya mengumpulkan sekitar 23 kardus. Jadi hanya dapat uang Rp 4.600 per hari," ujarnya.

Meski tidak banyak, kakek berusia sekitar 65 tahunan ini tetap mencari kardus, karena tidak ada pekerjaan lain.

Pantang Mengemis

Tidak jarang, kata Dg Nompo, ada saja orang terbuka hatinya, dengan memberikan makanan bahkan uang.

"Saya itu tidak mau sekali jadi pengemis , tapi alhamdulilah, Tuhan masih membiarkan saya hidup dengan bantuan orang lain," kisahnya.

"Biasanya ada yang bawa makanan dan ada juga memberikan uang biasanya Rp 5 sampai 10 ribu," ujarnya.

Baca: Hanya Jual Minuman, Kantin Kejujuran di SMKN 3 Makassar Pindah ke Ruang BK

Baca: Gagal di Piala Presiden, Bayu Cs Kini Lebih Fokus Ikuti AFC Cup

Lelaki yang berkulit gelap ini kemudian memilih tidur di masjid.

"Karena tidak ada tempat tinggal, hanya memilih tidur di masjid. Kadang di Masjid Agung Al-Umara ini," katanya.

Dg Nompo bersyukur masih bisa beraktivitas untuk bertahan hidup.

Nompo tetap mencari kardus bekas, meski salah satu kakinya tidak berfungsi secara normal.

Ia berjalan terpincang-pincang karena salah satu kakinya pernah ditabrak motor.

"Sudah ditabrak motor, kalau naik becak hanya satu kaki yang mengayuh. Jika sakit, biasanya singgah duduk di pinggir jalan," tuturnya. (*)

Laporan Wartawan TribunSelayar.com, Nurwahidah, IG: @ nur_wahidah_saleh

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved