Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Buku Ramang Macan Bola - Asal Muasal Munculnya Istilah Toami Ramang dan Anak Seorang Paraga (2)

Buku Ramang Macan Bola - Asal Muasal Munculnya Istilah Toami Ramang dan Anak Seorang Paraga (2)

Penulis: Arif Fuddin Usman | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Patung legenda sepak bola Ramang berdiri atas bola dunia di kawasan Anjungan Pantai Losari Makassar, Selasa (31/1/2018). 

“Mate mi, Sekarang, Anwar Ramang yang tua, Soalna anjo (soalnya itu), Oher-ka (ayah itu),” kata Anwar.

“Tena pa ruana kamma-kammane. “Tenapa ruana ri lino (tidak ada duanya sekarang ini. Tidak ada duanya di dunia),” lanjutnya.

Hebatnya orang menilai kalau seperti itu. Djamiat Dalhar yang pernah melatih Anwar Ramang di tim junior PSSI mengatakan, untung kalau dalam 100 tahun lagi ada pemain sekelas Ramang.

Kalau sudah bawa bola, kata Djamiat --seperti dikemukakan Anwar, si kulit bundar itu bagaikan diperintah agar tidak jauh dari jangkauan kakinya.

Anak Paraga

Bakat Ramang bermain bola konon turun dari sang ayah, Nyo’lo. Tidak banyak informasi mengenai lelaki yang menjadi ayah dari Ramang ini.

Dalam banyak tulisan yang penulis kutip, ada yang menyebutkan, Nyo’lo adalah ajudan Raja Gowa Djondjo Karaengta Lembangparang.

Baca: Soal Penembakan di Selandia Baru, Ketua Hipmus Toraja Utara: Itu Kekerasan Ekstrem

Baca: Stadion Ramang Ditolak, Ketua KNPI Barru Minta DPRD Kaji Ulang

Namun hasil penelusuran penulis lainnya dalam berbagai kepustakaan, tidak ada nama Djondjo Karaengta Lemparang, yang raja Gowa, kecuali memiliki keturunan Karaeng Lembangparang.

Menurut Rauf, putra kedua Ramang, ada saudara ayahnya (Nyo’lo) yang juga bekerja di bawah kekuasaan Djondjo, tetapi dia tak tahu namanya.

Yang Rauff ingat, pamannya bertindak sebagai hulubalang raja. Kalau raja mau ke mana-mana, pamannya itulah yang berada`di depan. Dia berperan sebagai pembuka jalan.

Pemain Legendaris PSM Makassar Ramanng
Pemain Legendaris PSM Makassar Ramanng (internet)

Sekaligus memberitahu setiap orang bahwa raja akan melewati suatu jalan. Kalau istilah zaman sekarang voorijders. Tetapi dulu, belum ada kendaraan khusuus seperti sekarang patroli jalan raja seperti ini.

Memang ada beberapa nama keturunan Lemamparang di lingkup Kerajaan Gowa. Dikutip dari buku Zainuddin Tika, dkk. (lihat Profil Raja-Raja Gowa, Pustaka Refleksi, 2007) menyebutkan, Raja Gowa ke-31, I Mappatunru Karaeng Lembangparang yang berkuasa antara tahun 1816-1825 dan wafat pada tahun 1825. Dia kemudian digantikan putranya bernama La Oddanriu Karaeng Katangka.

Raja berikutnya (ke-32), I Kumala Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Kadir Muhammad Aidid bergelar Tumenanga ri Kakuasanna yang dilantik pada tahun 1844 dan wafat 30 Januari 1893.

Baca: AGH Sanusi Baco Berkunjung, Gubernur Nurdin Abdullah Janjikan Kantor Baru MUI Sulsel

Baca: Foto-foto Masa Lalu Brenton Tarrant Penembak di Masjid Al Noor Selandia Baru, Pengakuan Mantan Bos

Raja Gowa ke-34 yang menggunakan sapaan Lembangparang adalah I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang bergelar Sultan Huzain Tumenanga ri Bundu’na.

Ia wafat Desember 1906 dalam suatu serangan yang dilakukan Belanda di Sidenreng. Dia sebenarnya lolos dari serangan itu, tetapi dalam pelariannya, terperosok masuk jurang hingga menemui ajalnya. Jenazahnya berhasil ditemukan Belanda beberapa hari kemudian.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved