Kisah Pria Lumpuh di Maros, Diajak jadi Pengemis Tapi Lebih Pilih Jadi Tukang Tambal Ban
Kisah Pria Lumpuh di maros, Diajak jadi Pengemis Tapi Lebih Pilih Jadi Tukang tambal ban
Penulis: Ansar | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN MAROS.COM, MANDAI - Zulkifli (28), pria penderita lumpuh dari Jalan Perhubungan, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Maros, Sulawesi Selatan, tetap semangat menjalani hidupnya.
Meski memiliki keterbatasan fisik, namun Zulkifli tidak mau membebani keluarga atau warga lainnya. Ia memilih untuk mencari nafkah sendiri.
Keterbatasannya yang dimiliki tetap disyukuri. Kifli mencari nafkah dengan keahlian tambal ban yang dimilikinya.
Kifli membuka bengkel tambal di kampungnya. Bengkel tersebut ramai dikunjungi warga, karena cara pelayanan yang memuaskan.
Kifli melakoni profesinya sebagai tukang tambal ban andal, setelah ayahnya meninggal 10 tahun silam.
Zulkifli hanya meneruskan usaha bengkel itu untuk membantu biaya ibunya, Daeng Hawa yang kini berusia 59 tahun.
Keterbatasan biaya dan fisik membuat Kifli tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Keahlian memperbaiki kendaraan, hanya dipelajari saat ayahnya masih hidup.
"Sejak lahir kondisi saya seperti ini, tidak bisa jalan. Jadi saya lanjutkan usaha ayak sejak 10 tahun lalu. Ayah juga sudah meninggal," kata Kifli.
Kifli menjadi tulang punggung keluarga. Anak bungsu dari enam bersaudara tersebut tidak pernah mengeluh, demi membahagiakan ibu kandungnya.
Bagi Kifli membagiakan ibu, merupakan kepuasan tersendiri dan wajib dilakukan. Sang ibu juga tidak pernah menuntut Kifli supaya mendapat penghasilan melimpah.
Keluarga Kifli sudah sangat bersyukur saat bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Kifli senang dengan profesinya tersebut. Menjadi tukang tambal ban, merupakan cara Allah membahagiakan Kifli.
Selain motor, Kifli juga mahir mereparasi sepeda. Meski ia hanya bisa ngesot atau merangkak, tapi Kifli selalu semangat.
"Keterbatasan fisik tidak perlu disesalkan. Kita harus syukuri pemberian Allah. Kita harus cari pekerjaan yang halal. Semangat harus tetap maksimal," kata Kifli.
Sejumlah warga yang memperbaiki motor di bengkel Kifli, merasa prihatin dan memberikan bonus. Warga merasa puas dengan hasil kerja Kifli.
Hanya saja, Kifli selalu menolak pemberian bonus tersebut atas belas kasihan. Ia sangat pantang menerima pemberian sebelum berkerja.
Kifli menyampaikan, kondisi yang dialaminya membuat beberapa oknum datang menawarinya menjadi pengemis. Tapi hal itu ditolak.
Kifli menilai, meminta-minta merupakan hal yang dilarang. Kifli ingin menafkahi keluarganya dengan hasil keringat dari usaha bengkelnya.
"Ada juga orang datang menawari, supaya saya jadi pengemis. Katanya banyak penghasilan. Tapi saya tidak mau dan marahi mereka," kata Kifli.
Kifli percaya dengan kemampuannya untuk bekerja. Mengemis juga merupakan pantangan bagi Kifli.
Penghasilan Kifli menjadi mekanik memang tidak seberapa. Dalam sehari, paling banyak ia dapat Rp 60 ribu. Tapi kadang, Kifli pulang ke rumah dengan tangan kosong, karena sepi pelanggan.
Hasil kerja kerasnya, duberikan kepada sang ibu. Jika butuh modal, Kifli kembali meminta uang ke ibunya.
"Paling banyak saya dapat Rp 60 ribu. Tapi kadang tidak ada. Namanya usaha. Setiap hari, keuntungan yang saya dapat, disetor ke ibu. Itu untuk biaya sehari-hari," katanya.
Laporan Wartawan TribunMaros.com, @anchakaumanshar
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :