Warga Tolak Pungutan Retribusi di Rammang-rammang, Ini Alasannya
Untuk memaksimalkan aksi penolakan tersebut, warga Salenrang telah berunding di kafe dermaga Sungai Pute, Rammang-rammang.
Penulis: Ansar | Editor: Hasrul
TRIBUN-MAROS.COM, BONTOA - Warga Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, menolak pungutan retrbusi bagi wisatawan yang berkunjung ke Rammang-rammang, Selasa (12/3/2019).
Pungutan tersebut diterapkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub), nomor 33 tahun 2015, tentang perubahan tarif retribusi tempat rekreasi dan olahraga.
Baca: Warga Protes, Jembatan Tana Didi Tanralili Maros Senilai Rp 19 Tak Sempurna
Untuk memaksimalkan aksi penolakan tersebut, warga Salenrang telah berunding di kafe dermaga Sungai Pute, Rammang-rammang.
"Kami menolak pungutan retribusi di Rammang-rammang. Untuk langkah awal, kami baru konsolidasi dan menyatukan sikap dengan warga lain," kata Koordinator Serikat Pelaku Wisata Rammang-rammang, Iwan Dento.
Serikat tersebut juga baru dibentuk warga saat berunding. Serikat akan digunakan untuk melakukan perlawanan dan penolakan penerapan retribusi.
Baca: Ini Sebabnya Kapal Nelayan di Sinjai Lambat Diberi Izin Berlayar
Sementara, lembanga Kelompok Sadar Wisata Rammang-rammang, akan dibubarkan untuk sementara. Pasalnya, kelompok tersebut merupakan lembaga yang diintervensi oleh Pemkab.
"Saat konsolisasi, warga menolak Perbub Maros nomor 33 tahun 2015 tetang retribusi itu. Kami juga membubarkan Kelompok Sadar Wisata hutan batu Rammang-rammang," kata Iwan Dento.
Aksi penolakan dibubuhi dengan tanda tangan oleh warga. Warga akan mati-matian menolak pungutan retribusi untuk kampungnya.
Iwan menyampaikan, Pemkab baru mau mengambil alih Rammang-rammang, setelah terkenal hingga mancanegara.
Baca: Pria Tampan & Kaya Raya Dibunuh Keluarga Artis Lidya Pratiwi, Ini Kabarnya Setelah 12 Tahun
"Kami yang berkerja. Pada saat terkenal, Pemkab mau pungut retribusi di kampung kami. Kampung ini, kami jaga dengan baik," katanya.
Iwan menjelasakan, kondisi Rammang-rammang yang ramai dikunjungi, membuat Pemkab tergiur dengan keuntungan besar.
Padahal pada tahun 2007 sampai 2010, Pemkab mengeluarkan tiga izin tambang di Desa Salenrang -Rammang Rammang.
Tiga perusahaan tersebut yakni PT Pola Marmer. Perusahaan tersebut akan mengelola 22 hektare lahan.
Baca: Siswa SMA Katolik Rajawali Tak Sabar Hadapi UNBK, Begini Persiapannya
Perusahaan kedua yakni Grasada Multi Nasional. Perusahaan diberikan izin untuk mengelola 33 hektare. Dan Pusaka Indah Marmer mengelola 21 hekatre.
"Adanya izin tambang di Rammang -rammang, membuktikan Pemkab awalnya ingin menghancurkan kampung kami. Ada tiga tambang, hampir meratakan kawasan karts," kata Iwan Dento.