Kemenhub Mulai Investigasi, CEO Boeing Yakin 370 Unit Pesawat B-737 Max 8 Masih Aman
Muilenburg percaya perusahaannya telah menerapkan prinsip kerja profesional dan akuntabel di B-737 Max
Penulis: Anita Kusuma Wardana | Editor: Thamzil Thahir
SEATTLE, SELASA — Chief Executive Officer (CEO) Boeing Dennis Muilenburg (55), meyakini rangkaian dua kecelakaan maut pesawat Boeing 737 Max 8, dalam lima bulan terakhir di Indonesia dan Ethopia, bukan karena kelalain produksi dan pengabaian aspek keselamatan penumpang.
Secara terpisah, di Indonesia, otoritas keselamatan penerbangan sipil dan dirjen perhubungan udara kementerian perhubungan. mulai Selasa (12/3/2019) ini sudah memulai investigasi ke sekitar 8 pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan Lion Air.
Berbicara di hadapan ratusan manajemen manufaktur Boeing di Seattle, Amerika, Selasa (12/3/2019) waktu Indonesia, Muilenburg percaya perusahaannya telah menerapkan prinsip kerja profesional dan akuntabel, hingga B-737 Max jadi produk andalan dengan penjualan terlaris di dunia.
Sejak diprodukis 2015 lalu, jenis B-737 Max sudah terjual 370 unit ke 47 maskapai di seluruh dunia. “Jenis pesawat ini, sudah terbang ratusan ribu kali, dan aman-aman saja,” katanya seperti dilansir Reuters, Senin (11/3/2019).
Baca: TRIBUNWIKI: Berikut Daftar Maskapai yang Menggunakan Pesawat Jenis Boeing 737 MAX 8
Baca: Indonesia dan China Larang Terbang Sementara, Ini Deretan Maskapai yang Masih Pakai Boeing 737 MAX 8
Dia berharap seluruh karyawan untuk tetap bekerja sesuai standar dan terus melihat celah perbaikan.
Baginya, insiden ledakan pesawat B-737 Max 8, yang diperasikan Ethiopian Airline, Minggu (10/3/2019) di Nairobi, adalah tantangan lain yang khas. Kecelakaan maut ini menewaskan 157 penumpang.
Muilenburg menegaskan, pihaknya membuka akses penuh bagi investigator independen dan dari otoritas keselamatan penerbangan sipil internasional, Afrika dan Asia untuk investigasi.
Boeing bahkan menyiapkan pendampingan teknis untuk penyidikan. Pihaknya mengajukan syarat, penyelidikan ini tetap dalam koridor hukum Amerika dan otoritas keselamatan penerbangan sipil Amerika.
Dia berharap, semua pihak tidak berspekulasi dan beropini tentang pemicu insiden 737 Max 8 di dua negara berkambang ini.
“Spekulasi penyebab kecelakaan, justru akan menganggu sekaligus mengecilkan integritas tim penyidik. Biarkan mereka bekerja dulu,” kata Muilenburg .
Oktober 2018 lalu, kecelakaan serupa juga terjadi di Selat Sunda, Indonesia.
Pesawat yang dioperasikan Lion Air 610, dari Jakarta, tujuan Bangka Belitung, juga meledak dan menewaskan 189 penumpang termasuk awak kabin.
Boeing 737 Max 8, termasuk pesawat sedang dengan harga murah. Di desain untuk penerbangan jarak menengah, 1 hingga 3 jam.
Sejumlah negara, termasuk otoritas penerbangan di Indonesia, Ethopian, Singapura, dan China, dan sejumlah negara di Asia dan Eropa, melarang sementara penerbangan pesawat jenis ini, hingga ada hasil investigasi independen dari kecelakaan ini.
Namun maskapai di Amerika Utara dan Timur Tengah, menyatakan pesawat Boeing 737-Max 8 tetap dinyatakan laik terbang.
Maskapai Southwest Airlines di Amerika, memilih tetap menerbangkan pesawat jenis ini, meski sejumlah penumpang yang sudah membeli tiket mulai mempertanyakan keamanan dan keselamatan jenis pesawat low cos carrier ini.

Sejauh ini, otoritas keselamatan penerbangan sipil dunia, IATA juga masih menunggu rilis resmi terkait hasil investigasi kecelakaan di Lion Air 610, Oktober 2018 lalu. Hasil investigasi Etopian Airlines, diperkirakan akan dilansir pertengahan tahun ini.
Medio 2017 lalu, Boeing meninjau ulang dan mengganti spare part terkait ‘alat kontrol efisiensi bahan bakar.
Boeing juga mendesain ulang pesawat yang varian awalnya, B-737 sudah berusia lebuh dari 50 tahun.
Pesawat 1 lorong dengan penumoang maksimum 200 kursi ini, diklaim terlaris di kelasnya.
Pesaing utama Boeing adalah Airbus, produsen pesawat asal Eropa, yang memproduksi jenis A320neo.
Pesawat Ethiopian Airlines jenis Boeing 737 MAX 8 yang membawa 157 penumpang dan awak, jatuh saat mengudara ke Nairobi, Kenya pada Minggu (11/3) waktu setempat. Pesawat dilaporkan jatuh hanya sekitar enam menit setelah lepas landas dari Addis Ababa.

Otoritas Ethiopia telah menyatakan tidak ada yang selamat dalam insiden mengenaskan itu. Disebutkan juga bahwa para korban tewas berasal dari 35 negara.
Penyebab jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines ini belum sepenuhnya jelas. Namun pihak Ethiopian Airlines menyatakan pilot sempat melaporkan adanya masalah dan meminta izin untuk terbang kembali ke Addis Ababa.
Pesawat jenis Boeing 737 Max 8 itu baru saja diantarkan ke Ethiopian Airlines pada 15 November 2018. Pesawat itu diklaim telah menjalani 'pemeriksaan awal yang teliti' pada 4 Februari lalu.
Maskapai Lion Air memberikan keterangannya terkait penghentian sementara pengoperasian (temporary grounded) Boeing 737 Max 8 oleh surat edaran Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro menjelaskan bahwa Lion Air hingga saat ini mengoperasikan 10 unit pesawat Boeing 737 MAX 8.

Ia menerangkan maskapai berlogo singa merah tersebut akan mematuhi surat edaran dari Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
"Lion Air menyatakan akan menghentikan sementara pengoperasian (temporary grounded) 10 pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dikuasai saat ini sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian," jelas Danang dalam keterangan resminya, Senin (11/3/2019).
Ia melanjutkan, dalam pengoperasian pesawat Boeing 737 MAX 8, Lion Air mengutamakan prinsip keselamatan dan keamanan penerbangan.
Dimana, seluruh pelatihan awak pesawat yang diwajibkan, serta perawatan pesawat yang sudah ditetapkan dilaksanakan secara konsisten.
"Lion Air melaksanakan standar operasional prosedur pengoperasian pesawat udara sesuai dengan aturan dan petunjuk dari pabrik pembuat pesawat, termasuk pemeliharaan pesawat, pengecekan komponen pesawat, pelatihan awak pesawat," jelas Danang.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengambil langkah untuk melakukan inspeksi.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti, langkah tersebut diambil untuk menjamin keselamatan penerbangan di Indonesia. "Salah satu langkah yang akan dilakukan oleh Ditjen Hubud adalah melakukan inspeksi dengan cara larang terbang sementara (temporary grounded), untuk memastikan kondisi pesawat jenis tersebut laik terbang (airworthy) dan langkah tersebut telah disetujui oleh Menteri Perhubungan" kata Polana dalam keterangannya.
Apabila ditemukan masalah pada saat inspeksi, maka pesawat tersebut akan dilarang terbang sementara sampai dinyatakan selesai oleh inspektur penerbangan.
Sejauh ini, pengawasan untuk pengoperasian pesawat jenis Boeing 737-8 MAX sudah dilakukan sejak 30 Oktober 2018 lalu pasca kecelakaan JT610.