Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Vlogger ini Ungkap Jebakan Utang China, Kemenkeu Akhirnya Ungkap Jumlah Utang Indonesia ke Tiongkok

Dalam video itu, Nas mengatakan bahwa dirinya sudah mengunjungi beberapa negara yang berutang besar ke Cina dan tidak bisa membayar.

Editor: Ilham Arsyam
Tribunnews
Vlog Jebakan Utang China 

Vlogger ini Ungkap Jebakan Utang China, Kemenkeu Akhirnya Ungkap Jumlah Utang Indonesia ke Tiongkok

TRIBUN-TIMUR.COM- Video vlogger ternama asal Palestina, Nas Daily di Facebook yang mengatakan waspada terhadap jebakan utang dari China ditanggapi pemerintah.

Pasalnya, video itu menjadi viral, terutama dengan teks terjemahan bahasa Indonesia.

Dalam video itu, Nas mengatakan bahwa dirinya sudah mengunjungi beberapa negara yang berutang besar ke Cina dan tidak bisa membayar.

 

Negara-negara itu pun, kata Nas, terpaksa menggadaikan aset negara kepada China.

Hal itu ditemukannya setelah 3 tahun berkeliling dunia. Nas memberi contoh negara Sri Lanka, Papua Nugini, Maladewa, Pakistan, dan Malaysia.

Lantaran video tersebut viral di kalangan masyarakat Indonesia, Kementerian Keuangan melalui akun Facebook mereka, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memberi sanggahan, Senin (11/3/2019).

Menurut Kemenkeu, Pemerintah RI memang berutang ke Negara Cina namun jumlahnya sangat sedikit.

Yakni Rp 22 triliun, atau hanya 0,50 persen dari total utang pemerintah.

Kemudian, Kemenkeu juga menjelaskan bahwa total utang pemerintah Indonesia ke Pemerintah China hanya 9 persen dari total utang luar negeri.

Berikut penjelasan lengkap DJPPR Kemenkeu di Facebook mereka:

Sehubungan dengan beredarnya video yang berjudul Chinese Money Trap yang diviralkan akun Facebook Nas Daily, 1 Maret 2019, yang bercerita tentang Tiongkok yang memberi pinjaman ke beberapa negara (Indonesia tidak termasuk) dalam jumlah besar agar mereka dapat membangun negaranya dengan maksud di kemudian hari Tiongkok dapat menguasai aset di negara tersebut jika gagal membayar (Chinese Money Trap), apakah kondisi yang terskenariokan menurut cerita tersebut relevan dengan Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami dulu struktur utang Pemerintah Indonesia dan dari mana sumber-sumber pinjaman Pemerintah Indonesia. Mari kita lihat faktanya bersama

Sebelumnya diberitakan Kompas.com,

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad memperingatkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk tidak begitu saja menerima pinjaman dari China.

Diwawancarai ANC saat kunjungannya selama dua hari ke Manila, Mahathir mengungkapkan pemerintahannya harus membatalkan sejumlah proyek dari China yang dianggap "tak adil".

Tahun lalu, Mahathir membatalkan sejumlah proyek China senilai 22 miliar dollar AS, sekitar Rp 311,4 triliun, yang diteken pendahulunya, Najib Razak.

Dilansir Philippines Star Kamis (7/3/2019), Mahathir meminta Filipina untuk tidak mengulangi kesalahan negara lain yang menderita karena menerima investasi infrastruktur dari China.

"Jika Anda meminjam sejumlah uang dari China dan tidak bisa membayar, maka si pemberi pinjaman bakal menguasai. Kita harus berhati-hati," ungkapnya.

PM berjuluk Dr M itu juga memperingatkan Duterte terkait dengan pinjaman yang mengharuskan adanya pekerja dari negara asal jika ingin dicairkan.

Penyelidikan Senat Filipina pada 2018 menunjukkan setidaknya ada 200.000 pekerja China yang berada di Manila sejak Duterte menang pemilu pada 2016.

Investigasi itu menimbulkan keprihatinan dengan sejumlah politisi menuduh masuknya pekerja dari China itu menaikkan harga properti, merampas pekerjaan lokal, hingga memengaruhi pendapatan pajak.

Dilansir AFP via Channel News Asia, Mahathir menuturkan investasi asing tidak seharusnya membawa pekerja mereka ke negara peminjam, sebab bakal mengganggu situasi politik setempat.

"Jika banyak orang asing datang dan tinggal di suatu negara dan memberi pengaruh bagi ekonomi atau politik di sana, maka Anda harus mempertimbangkan apakah pengaruh mereka baik atau tidak," tuturnya.

Sekitar 200.000 pekerja China itu bekerja bagi sebuah perusahaan game daring, dan membuat Senat berjanji menelurkan peraturan untuk melindungi orang Filipina.

Kritik yang berkembang menyatakan Filipina berpotensi menjadi korban selanjutnya dalam "diplomasi jebakan utang" yang dilakukan China.

Dalam diplomasi itu, China menawarkan pinjaman "bersahabat" untuk membiayai proyek infrastruktur ke negara finansial rendah demi menguasai aset strategis negara tersebut.

Namun, Manila berulang kali menegaskan mereka tidak akan jatuh ke dalam "jebakan utang" China itu.

Utang Pemerintah Indonesia Membengkak 40,96 Persen Jadi Rp 4.418,3 Triliun

Empat tahun sudah Pasangan duet Joko Widodo-Jusuf Kalla menjalankan pemerintahan Republik Indonesia pada Oktober 2018 lalu.

Selama pasangan ini menjalankan pemerintahan, data utang pemerintah tercatat membengkak 1.809,6 triliun terhitung dari data utang terakhir Pemerintah di 2014.

Berdasarkan data APBN Kita edisi Desember 2018, utang pemerintah naik sebanyak 40,96 persen selama 4 tahun dari Rp 2.608,7 triliun di akhir 2014 menjadi Rp 4.418,3 triliun per akhir Desember 2018.

Penambahan jumlah utang baru pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun terlihat cukup besar.

Pada 2014 jumlah utang Pemerintah mencapai Rp 2.608,7 triliun, kemudian melonjadi jadi Rp 3.165,1 triliun di 2016 dan naik jadi Rp 3.995,2 triliun di 2017.

Jika dihitung, pada periode 2014 ke 2015 bertambah Rp 5556,4 triliun, periode 2015 ke 2016 bertambah Rp 350,4 triliun, periode 2016 ke 2017 bertambah Rp 479,7 triliun, dan periode 2017 ke 2018 bertambah Rp 423,1 triliun.

Meski menyentuh level Rp  4000-an triliun, total utang pemerintah Indonesia masih jauh di bawah batas yang ditetapkan UU sebesar 60 persen dari pendapatan nasional atau PDB.

Total utang sebesar Rp 4.418,30 triliun sama dengan 29,98 persen dari PDB Indonesia senilai Rp 14.735,85 triliun.

Tolak Seruan IMF Pangkas Utang

Dalam laporan World Economic Outlook Update yang dirilis Senin (21/1), International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,7 persen tahun sebelumnya menjadi 3,5 persen di 2019.

Untuk mengurangi tekanan perlambatan ekonomi, IMF menyerukan bagi sejumlah negara untuk mengurangi jumlah utang.

Namun Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai seruan tersebut tak revelan untuk Indonesia.

Pasalnya, rasio utang Indonesia masih rendah dibandingkan standar internasional.

"Kalau bicara IMF, ada negara advanced countries yang debt to GDP rasio ada di atas 60 persen, 80 persen bahkan 100 persen. Jadi untuk negara-negara seperti itu kita harus lakukan konsolidasi fiskal," jelasnya, Rabu (23/1/2019).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved