Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Transportasi Online Kian Menjamur, Sopir Pete-pete: 'Pacce Lurang Kamase'

Belum lama ini, Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel melakukan sweeping kendaraan Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau taksi online.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
muslimin emba/tribun-timur.com
Bakri (52) sopir pete-pete trayek 07 Kampus Unhas ditemui di lokasi mangkalnya, di Pertigaan Jl Sultan Alauddin-Jl AP Pettarani, Makassar, Senin (11/3/2019). 

Sebelum kemunculan transportasi online, Bakri mengaku, dapat mengangkut penumpang hingga maksimal 12 orang (full) sekali jalan.

"Sekarang paling banyak lima penumpang, kadang tiga, bahkan biasa cuman satu penumpang. Pernah juga kasihan jalan kosong dari sini (pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Sultan Alauddin) ke Unhas, jadi kita rugi di bensin rugi tenaga juga," ucapnya.

Bahkan, ayah tiga anak ini mengungkapkan, berhasil menyekolahka  dua anaknya ke perguran tinggi hingga menjadi sarjana sebelum kemunculan transportasi online.

"Dulu (sebelum taksi online muncu) bisaja juga beli tanah bangun rumah disini, dua anakku Alhamdulillah sarjanaji juga semua tapi masih nganggur, sisa satu ini anakku masih sekolah di SMA, sekarang setengahmatima kurasa ini biaya anakku ini yang masih sekolah," ujarnya.

Tidak jauh beda yang dirasakan Bakri, Syamsuddin (44) yang juga saban hari menunggu penumpang di pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Sultan Alauddin, merasakan hal serupa.

"Saya dari jam 6 pagi keluar sampai sekarang (pukul 12.45 Wita) ini baru dapat Rp 80 ribu, belum bensin sehari empat kali jalan itu Rp 80 ribu, terus manami yang mau dibawa pulang ke rumah kalau begini. Sementara, ada dua anak ini masih sekolah kasihan," ungkap Syamsuddin.

Selain mengeluarkan biaya bahan bakar Rp 80 ribu per hari, sopir pete-pete 07 juga harus mengeluarkan uang retribusi Rp 8 ribu untuk izin operasional.

"Masuk kampus Unhas kasih naik-turun penumpang, itu bayar Rp 5 ribu, tambah pos Dinas Perhubungan Rp 3 ribu, jadi dua memang penumpang bukan untuk kita," ujarnya.

Tarif pete-pete dari Jl AP Pettarani ke Kampus Unhas Jl Perintis Kemerdekaan, Rp 5 ribu per orang.

"Belum lagi, baiaya pajak yang sekarang sudah naik menjadi Rp 900 ribu per tahun, dulu hanya Rp 250 ribu, ditambah lagi biaya KIR Rp 80 ribu per enam bulan,   izin trayek Rp 140 ribu per tahun dengan kondisi penumpang yang sepi begini," ujar Syamsuddin.

"Anak-anak di rumah kasihan, minimal Rp 25 ribu ongkos jajannya sama ojeknya per hari, manami untuk beli beras, bayar listrik yang juga naik. Kita ini sudah merasa seperti orang mati berjalan kasihan," cerita warga Kecamatan Antang, Makassar ini.

Apa yang dirasakan Bakri dan Syamsuddin, tidak lebih baik yang dirasakan Askar (33). Pasalnya, Bakri dan Syamsuddin mengemudikan pete-pete yang merupakan miliknya.

Berbeda dengan kondisi yang dialami Askar. Ia tiap harinya harus menyetor pajak kendaraan ke pemilik pete-pete sebanyak Rp 50 ribu.

"Kalaua tidak bisaka setor Rp 50 ribu per hari, biasa saya bilang ke bos nanti saya setor per minggu saja, Rp 300 ribu, itu pun kadang tidak cukup kasihan, tapi boss biasa mengertiji," ujarnya.

Pendapatan yang diperoleh Askar dengan mengemudi pete-pete tidak jauh beda dengan yang diperoleh Bakri, Rp 80-100 ribu.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved