Transportasi Online Kian Menjamur, Sopir Pete-pete: 'Pacce Lurang Kamase'
Belum lama ini, Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel melakukan sweeping kendaraan Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau taksi online.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Apa kabar sopir Pete-pete Makassar ?
Pertanyaan itu seketika muncul ditegah gempuran moda transportasi online yang kian pesat di kota berpenduduk 1,5 juta jiwa ini.
Belum lama ini, Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel melakukan sweeping kendaraan Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau taksi online.
Sweeping itu bertujuan untuk mensosialisasikan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No 118 tentang Angkutan Sewa Khusus (ASK) atau lebih dikenal dengan sebutan taksi online.
Isi peraturan itu meminta penyedia jasa taksi online agar berbadan hukum dan mengantongi Kartu Pengawasan yang diterbitkan Dinas Perhubungan.
Artinya, jasa transportasi online jenis taksi online ini telah dilegalkan beroprasi ketika telah memilik badan hukum (tidak perorangan) dan mengantongi kartu pengawasan.
Penyedia jasa taksi online ini sukses memikat hati pengguna transportasi kota Makassar lantaran aksesnya yang mudah. Hanya menggunakan aplikasi pada gaway yang digenggam, warga sudah dapat menikmati jasa layanan ini.
Lalu bagaimana dengan moda transportasi konvensional Pete-pete?
Populasi moda transportasi konvensional ini kian berkurang, seiring dengan geliat taksi online yang kian menjamur.
Pete-pete kalah bersaing dari segi layanan. Selain tidak dilengkapi aplikasi yang mudah diakses pengguna jasa, kondisi kebanyakan Pete-pete yang sudah tua juga membuat pengguna jasa lebih nyaman menggunakan taksi online yang kebanyakan menggunakan mobil baru yang dilengkapi pendingin Air Conditioner (AC).
"Pacce sikali lurang kamase (sepi penumpang). Sebelum ada taksi online, jumlah pete-pete yang beroperasi khusus untuk trayek 07 (Jl Pettarani-Kampus Unhas) ada sekitar 300an unit, sekarang paling banyak sisa 50 unit yang bertahan," kata seroang sopir pete-pete, Bakri (52) saat ditemui di tamplasnya (menunggu penumpang) di ujung pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Sultan Alauddin, Makassar, Senin (11/3/2019).
Menurut sopir asal Jeneponto ini, penurunan populiasi pete-pete dipengaruhi sepinya penumpang yang banyak beralih ke transpotasi berbasis aplikasi seperti ojek online dan taksi onlien.
"Banyakmi yang jual murah pete-petenya, banyak juga yang pulang kampung jadi buruh petani, dia kasih sewa pete-petenya angkut gabah atau jagung, karena sepi sekali penumpang kasihan," ujar Bakri yang sabang hari menunggu penumpang di samping pos lantas pertigaan Jl AP Pettarani-Jl Alauddin ini.
Ayah tiga orang anak ini bercerita, sebelum transportasi online menjamur, ia dan sopir pete-pete lainnya dapat meraup Rp 300-500 ribu per hari.
"Sampai-sampai dulu itu saya sering bilang ke mamanya (istri), kalau perlu sekali uang-uang Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu, saya bilang pinjammiki saja dulu nanti pulang baru saya bayar. Sekarang sudah tidak bisa, karena sepi sekali penumpang, apa yang mau dipake bayar sedangkan untuk makan saja susah," ujarnya.