Dialog Akbar Gema NTT YPUP Makassar Hadirkan Asisten II
Dengan pembicara utama, GB Fakultas Hukum UMI Prof Dr Abd Rahman SH, MH Dr Antonius Ali Wutun, S Pd M Hum, dan Ir Stepanus Swardi Hiong.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Asisten II Gubernur NTT, Ir Semeul Rebo menghadiri Dialog Akbar yang diadakan Gerakan Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GEMA NTT) YPUP Makassar.
Acara ini digelar di Baruga Angin Mamiri Kota Makassar,Jl H I A Saleh Dg Tompo No 33, Losari, Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/3/2019).
Selain menjadi tamu penting, Semeul Rebo juga didaulat jadi narasumber utama dalam kegiatan tersebut.
Turut hadir Kadis Pendidikan Kota Makassar, Dr Abd Rahman Bando SP M Si sebagai Perwakilan dari Walikota Makassar.
Dengan pembicara utama, GB Fakultas Hukum UMI Prof Dr Abd Rahman SH, MH Dr Antonius Ali Wutun, S Pd M Hum, dan Ir Stepanus Swardi Hiong.
Caleg DPRD Kota Makassar dan sebagai moderator Hardyanto K Ndopo S Pd yang juga merupakan alumni YPUP Makassar.
Pada sesi Dialog Akbar, Semeul Rebo berbicara dari sudut pandang NTT saat ini dan pemaparan visi dan misi Gubernur provinsi NTT.
“Adapun problem yang masih saja terjadi di NTT mencakup, Gisi buruk angka kemiskinan, infrastruktur yang belum merata dan pengganguran.” jelasnya dalam rilis yang diberikan kepada Tribun Timur.
Berkaitan dengan visi dan misi Gubernur NTT, ia mengatakan bahwa NTT mulai bangkit menuju masyarakat sejahtera.
"Mengedepankan pembangunan di sektor pariwisata, kesejahteraan rakyat, pemberdayaan sumber daya manusia, pembangunan infrrastruktur dan reformasi birokrasi,” jelasnya lagi.
Isu strategis pembangunan daerah meliputi, sambungnya konflik tata ruang, kekurangan sumber daya air, kerusakan prasarana jalan dan jembatan, rendahnya rasio elektrifikasi.
Narasumber lain Abdul Rahman berbicara tentang aspek pendidikan di NTT, antara harapan dan kenyataan.
“Pada dasarnya mutu pendidikan di NTT sangatlah dibutuhkan perhatian secara khusus oleh pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah. Harapan dari pemerintah pusat sesuai dengan Undang Undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan, ternyata sanggat jauh dari harapan yang terjadi di NTT. Begitu pun standar nasional pendidikan diatur dalam PP Nomor 19 tahun 2005,” jelasnya.
Alokasi anggaran untuk pendidikan juga sangat mempengaruhi mutu pendidikan yang ada di NTT. Hal itu di karenakan alokasi anggaran untuk pendididkan hanya 20% dari APBN, sedangkan alokasi anggaran untuk npendidikan di NTT hanya mendapat jata sebesar 2,7 persen,” tutur Abdul Rahman.
Adapun solusi yang disampaikan Abdul Rahman yaitu pemerintah harus menerapkan program dana abadi dari masyarakat daloam bentuk regulasi atau pergub untuk investasi pendidikan.
Pemerintah daerah harus menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk meninggkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan dari 20 persen menjadi 35 persen.
Suasana semakin panas saat masuk pada sesi tanya jawab dari peserta dialog yang mengkritik kebijakan pemerintah.
“Penerapan nepotisme di NTT harus dihilangkan, perekrutan pegawai harus transparansi dan berkualitas,” kritik Yosep Teok.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ferdi Ojan salah satu peserta dialog.
“Berantas kemiskinan harus di sosialisasikan kepada masyarakat agar jangan malas. Pengawasan dalam pemberantasan KKN sehingga tidak terjadi kegagalan reformasi birokrasi," katanya.
Stephanus Swardi Hiong sebagai salah satu narasumber di aspek Ekonomi Politik di Nusa Tenggara Timur.
Dalam penyampaiaannya dikatakan bahwa “Kesejatraan rakyat dibutuhkan kolaborasi timbal balik antara ekonomi dan politik.
Pemerintahan yang baik seharusnya diukur dari, transparansi, partisipasi publik, memahami regulasi dan potensi jumlah penduduk.
Beberapa hal disampaikan Stephanus bahwa dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pemerintah tidak boleh mengalihfungsikan sektor-sektor lain menjadi ladang pariwisata.
Adapun solusi yang ditawarkan untuk meningkatkan perekonomian di NTT adalah tingkatkan etos kerja, pemberdayaan sumber daya manusia, social of control untuk pemerintah, meningkatkan ekonomi kreatif, pengembangan teknologi harus diprioritaskan, pemerintah harus bersikap adil, jujur dan tidak provokatif.
Dari sudut pandang aspek sosial budaya Antonius Ali Wutun mengatakan bahwa transformasi Budaya lokal NTT dalam etos kerja sangat membangun NTT Maju.
Potensi sosial budaya di NTT melibatkan bahasa daerah, etos kerja, nilai kejujuran, nilai ketaatan, nilai kedisiplinan, nilai bekerja keras dan gotong royong.
Ketika potensi-potensi sosial budaya ditumbuhkembangkan dengan baik, maka akan menjunjung tinggi nilai sosial budaya secara kolektif.
Disamping itu sosial budaya juga mengangkat harkat dan martabat manusia pada prinsipnya.
“Solusi yang ditawarkan dalam dialog tersebut yakni; “Peningkatan pendidikan melalui bahasa daerah, penerapan pendidikan berkaraktek, pemerintah dan masyarakat harus berakselerasi demi konektifitas dari sosial budaya serta menyekolahkan anak-anak di luar NTT untuk memperoleh ilmu pendidikan berkualitas yang nantinya diimplementasikan kembali di NTT," tutupnya.
Laporan Wartawan Tribun Timur, Desi Triana Aswan/ @iniilul