TRIBUNWIKI: Sejarah Adanya Golongan Putih atau Golput pada Pemilihan Umum di Indonesia
TRIBUNWIKI: Sejarah Adanya Golongan Putih atau Golput pada Pemilihan Umum di Indonesia
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Arif Fuddin Usman
Pangkopkamtibda Djakarta menyatakan Golput sebagai organisasi terlarang dan pamflet tanda gambar golput mesti dibersihkan.
Sejumlah diskusi yang digelar anasir golput juga dilarang oleh Komando Keamanan Langsung (Kokamsung) Komda Metro Jaya.
Kokamsung sempat pula memanggil para eksponen Golput, yaitu Arief Budiman, Julius Usman, Imam Walujo, Husin Umar, dan Asmara Nababan.
Jangan Lupa Subscribe Instagram Tribun Timur:
Larangan serupa juga dilakukan di Jawa Tengah. Bahkan Menteri Luar Negeri Adam Malik menyebut golput sebagai golongan setan.
Menyambut minggu tenang, Golput sebagai gerakan moral membuat memorandum berisi seruan agar masyarakat menggunakan haknya dengan keyakinan.
Siapa pun dipersilakan memilih atau tidak memilih. Memorandum berbunyi, "kalau ada jang merasa lebih baik tidak memilih daripada memilih, bertindaklah atas dasar kejakinan itu pula".
Survei Terus Naik
Sejak Pemilu 1955 angka Golput cenderung terus naik. Bila dihitung dari pemilih tidak datang dan suara tidak sah,golput pada pemilu 1955 sebesar 12,34%.
Pada pemilu 1971, ketika Golput dicetuskan dan dikampanyekan, justru mengalami penurunan hanya 6,67%.
Baca: Doktor M Said Protes Diganti Jadi Anggota DPRD Makassar Saya Mau Gugat Pemprov Sulsel
Baca: 13 Ponpes Ikut Lomba Barazanji dan Talqin Berbahasa Bugis di Masjid Cheng Hoo Makassar
Pemilu 1977 Golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07% (1997), 10.40% (1999), 23,34% (Pileg 2004), 23,47% (Pilpres 2004 putaran I), 24,95% (Pilpres 2004 putaran II).
Pada Pilpres putaran II setara dengan 37.985.424 pemilih. Pemilu legislatif 2009 partisipasi pemilih sebesar 71%. Artinya jumlah golput (dalam arti longgar) terdapat 29%.
Sedangkan menurut perkiraan berbagai sumber jumlah golput pada pemilu Presiden 2009 sebesar 40%. Angka-angka golput ini cukup tinggi.
Dasar hukum
Klausul yang dijadikan dalil pembenaran logika golput dalam Pemilu di Indonesia yaitu UU No 39/1999 tentang HAM Pasal 43.