Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Kisah La Sinrang Pahlawan Asal Sawitto Pinrang, Kini Jadi Nama Jl Lasinrang

Pada zaman penjajahan Belanda , yakni 1856, telah lahir seorang putera yang bernama La Sinrang di Dolangan, salah satu daerah di bawah kerajaan Sawitt

Penulis: Ina Maharani | Editor: Ina Maharani
hery/tribunpinrang.com
Patung Lasinrang di taman kota, Jl Jend Sudirman, Kecamatan Watang Sawitto. 

Demi kelangsungan kerajaan Sawitto dan keselamatan rakyat banyak serta keselamatan jiwa kedua orang kesayangannya tersebut akhirnya La Sinrang berhasil ditangkap oleh Belanda.

La Sinrang akhirnya ditawan Belanda, praktis perlawanan pasukan La Sinrang dengan mudah dapat di patahkan oleh tentara Belanda, apalagi setelah tertangkapnya pula teman La Sinrang sebagai salah seorang pasukannya yaitu Uwa Dadi pada tanggal 31 juli 1906.

La Sinrang ditawan oleh tentara Belanda atas permintaan ayahnya sendiri. Oleh ayah andanya dan beberapa temannya, bukan karena La Sinrang kalah perang ataupun di tangkap oleh tentara Belanda.

Tetapi sebelum La Sinrang menyerahkan diri, dia berpesan bahwa aku ( La Sinrang ) mau menyerahkan diri kepada Belanda jika peluruhku sudah habis semuannya. Demikianlah pesan dan sekaligus janji kepada dirinya sendiri, janji ini memang di tepati oleh La Sinrang, tepat pada peluru yang penghabisan, La Sinrang datang menyerahkan diri.

Penyerahan dirinya tidak langsug kepada tentara Belanda, akan tetapi ia datang hanya kepada ayahnya sebagai orang yang di tempati mengikrarkan janjinya dulu.

Setelah menghadap addatuang Sawitto La Temma (ayahhandanya sendiri), maka barulah kemuadian Belanda menahannya dan mengasingkannya ke daerah tempat pembuangan.

Setelah ditahan beberapa hari lamanya La Sinrang di kunjungi “Tuan Petoro” (controluer).

Meskipun La Sinrang dalam tawanan keberanian La Sinrang tidak kendor sedikit pun. Suatu adegan yang mengagumkan ketika Tuan Petoro mengulurkan tangan kepada La Sinrang dengan maksud berjabat tangan dengan tagan kiri, karena tangan kanan tetap memengang gagang kerisnya.

Peristiwa tersebut membuat orang yang menyaksikannya merasa kagum di ikuti dengan rasa keragu-raguan dan hati yang berdebar-debar. Pada pertemuannya antara Tuan Petoro dengan La Sinrang tersebut Tuan Petoro mengajak La Sianrang ke Makassar dengan alasan untuk berkenalan dengan pembesar-pembesar Belanda di Makassar.

Ajakan tersebut di terimah oleh La Sinrang dengan syarat seluruh pasukannya turut serta pula. Untuk itu berangkatlah La Sinrang di antar menghadap ke pare-pare dengan hanya mengendarai kuda turut pula dalam rombongan itu adalah Arung Lepangeng, Arung padakkalawa, Arung Talabangi, Ajudannya sendiri yaitu La Salatang.

Di Pare-pare dia diterimah oleh Tuan Obas (overste) Belanda dan semuanya di perlakukan sebagai tawanan untuk selanjutnya di bawah ke Makassar untuk di masukkan ke dalam penjara.
Beberapa hari lamanya La sinrang dan ajudannya La Salatang berada di Makassar dalam penjara Belanda.

Dengan pertimbangan demi keamanan khususnya kerajaan Sawitto, maka La Sinrang dan ajudannya harus dibuang ke pulau luar sulawesi. La Sinrang kemudian di buang ke pulau jawa bersama dengan istrinya I Makkanyuma, juga ikut di buang ajudannya sendiri (La Salatang), La Mattoliang, I Daruma dari langnga.

Mereka di tempatkan di tiga tempat yaitu Bogor, Bandung, dan Banyumas.

Dibebaskan 1937, Meninggal 1938

Setelah La Sinrang menjalani pahit getirnya kehidupan seorang tawanan dalam pengasingan di daerah tempat pembuanganselama tiga puluh satu tahun (31 tahun), karena sudah lanjut usia dan dalam keadaan sakit-sakitan serta dianggap tidak berbahaya lagi bagi kedudukan pemeritahan Belanda, maka akhirnya La Sinrang di bebaskan dari tawanan dan dikembalikan ke Sawitto pada tahun 1937.

Dalam sumber lain di sebutkan bahwa sekitar tahun 1938 La Sinrang di pulangkan ke Sawitto ( pinrang), setelah bertahun-tahun menekan dalam tahanan di tempat pembungannya, dengan menderita penyakit yang cukup parah.

Konon selama ditahanan La Sinrang di beri suntikan khusus yang mampuh melumpuhkan syaraf. Kesehatan beliau sudah semakin parah. Di samping sebahagian anggota badannya lumpuh tak berdaya, juga beliau hanya mampu berbicara dengan bahasa isyarat atau bisu.

Belanda mengembalikan La Sinrang dari daerah pembuangan, mungkin kesempatan terakhir di negeri yang sejak semula dibela dan di pertahankanya. Pada tanggal 29 oktober 1938, jenaza baginda di makamkan di Amassangang (terletak dipinggir kota Pinrang sekarang).

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved