Kapolri Jend Tito Karnavian Bicara, Kapolda Sulsel Irjen Hamidin Tutup Wajahnya, Ada Apa Gerangan?
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian bicara, Kapolda Sulsel, Irjen Hamidin tutup mukanya. Polri menggelar Rapat Koordinasi Teknis
TRIBUN-TIMUR.COM - Kapolri, Jenderal Tito Karnavian bicara, Kapolda Sulsel, Irjen Hamidin tutup mukanya.
Polri menggelar Rapat Koordinasi Teknis ( Rakornis) SDM di Swiss-Belhotel, Jalan Ujungpandang, Makassar, Sulsel, Rabu (13/2/2019).
Rakornis pada pertengahan Februari 2019 ini dihadiri dan dipimpin Kapolri, Jenderal Tito Karnavian.
Diikuti 34 Kepa Biro SDM Polda se-Indonesia yang rerata berpangkat komisaris besar atau Kombes.
Hadir pula 9 jenderal, yakni Kapolda Sulsel Irjen Pol Hamidin, Wakapolda Sulsel Brigjen Pol Adnas, dan 7 jenderal dari Mabes Polri.
Ketujuh jenderal dari Mabes Polri, yakni:
1. Asisten SDM Kapolri, Irjen Eko Indra H,
2. Kepala Biro Jianstra AsSDM Polri Brigjen Pol Subiyanto,
3. Kepala Biro Dalpers SSDM Mabes Polri Brigjen Pol Sudarsono,
4. Kepala Biro Binkar SSDM Polri Brigjen Pol E Permadi,
Baca: Segera Daftar PPPK / P3K 2019 di sscasn.bkn.go.id, Segera Tutup, Cek Update Persayaratannya di Sini
Baca: Presiden Jokowi Kirim Dokter Kontroversial untuk Ani Yudhoyono, Berikut 5 Hal Terkait Dia
5. Kepala Biro Watpers SSDM Polri Brigjen Pol Eky HF,
6. Kepala Psikologi SSDM Polri Brigjen Pol Yudawan, dan
7. Karo Penum Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Pejabat utama Polda Sulsel yang hadir, antara lain Dansat Brimob Kombes Adeni Mohan, Direskrimsus Kombes Yudhiawan, dan Diresnarkoba Kombes Hermawan.
Baca: Daftar Tokoh Pindah Dukungan dari Prabowo ke Jokowi, Termasuk Jenderal dan Eks Danjen Kopassus
Baca: Waspada Setelah Gempa Bumi di Jawa Kamis Kemarin, BMKG Ingatkan Dahsyatnya Gempa 7 SR Lalu
Saat rapat berlangsung, ketika Kapolri sampaikan arahan, fotografer Tribun Timur, Sanovra JR mendapatkan moment dimana Kapolda Sulsel, Irjen Hamidin tampak menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.

Sikunya tampak bertumpu di atas meja dan menghadap ke arah pada peserta rapat.
400 Perwira Nganggur
Di sela rapat, disinggung soal adanya 400 perwira menengah berpangkat Kombes yang sedang menganggur alias tak punya jabatan.
Sebagian besar baru lulus pendidikan.
Saban hari, mereka hadir berkantor dan ikut upacara.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, komposisi perwira saat ini berpangkat Kombes ada 1.400.
"Ada 1.400 anggota Polri berpangkat Kombes ini, ada 400 Kombes yang baru selesai pendidikan belum tertampung," ungkap kata Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Makassar, Rabu kemarin.
Hal tersebut diungkapkan Brigjen Pol Dedi Prasetyo disela-sela Rakornis SDM.
Solusinya, kata Brigjen Pol Dedi Prasetyo, dari 400 orang Kombes yang sudah selesai dari pendidikan itu akan dibahas lagi setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 nanti.
"Solusinya ada beberapa konsep setelah Pemilu, ada penambahan organisasi di institusi Polri dan fungsional. Ini tinggal masalah politik anggaran," kata Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan.

Menurut Brigjen Pol Dedi Prasetyo, tidak hanya bagi jabatan struktural.
Jabatan Kombes dalam hal fungsional juga sangat dibutuhkan agar menampung dalam rangka karirnya.
"Jadi yang 400 orang Kombes itu sudah ada sebagian yang memang mendapat jabatan seperti analisis kebijakan pada beberapa satker," ujar Brigjen Pol Dedi Prasetyo menambahkan.
Solusi Luhut Panjaitan
Bukan hanya institusi Polri, di lingkungan TNI juga banyak perwira tinggi dan menengah yang tak punya jabatan.
Tak heran jika muncul usulan menempatkan perwira tinggi dan menengah TNI ke sejumlah lembaga negara dan kementerian.
Namun, usulan ini menuai pro dan kontra.
Putusan Presiden untuk mengkaji penempatan perwira tinggi dan menengah TNI ke lembaga negara dan kementerian dinilai berpotensi membawa Indonesia mundur ke belakang seperti jaman Orde Baru.
Terutama mengembalikan kembali dwifungsi ABRI yang menjadi momok demokrasi di era Soeharto.
Keputusan pemerintah untuk menempatkan perwira TNI di kementerian dan lembaga negara mendapat kritik tajam dari pegiat hak azasi manusia dan demokrasi.
Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri menilai, rencana ini tak sesuai dengan semangat reformasi yang telah menghapus dwifungsi ABRI.
"Saya pikir ini sangat gegabah, sangat anti semangat reformasi, sangat anti dari semangat akuntabilitas TNI. Ini mencederai penghapusan dwifungsi ABRI pada 1998," kata Puri Kencana Putri kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
Puri Kencana Putri menilai, urgensi untuk mengembalikan lagi tentara dari barak ke mekanisme sipil politik sebagaimana yang terjadi pada penggunaan operasionalisasi dwifungsi ABRI, sudah tidak relevan.
Jika alasannya karena banyak perwira TNI yang tidak mendapat jabatan, menurut dia, hal itu bisa diatasi dengan mempensiunkan perwira-perwira senior.
"Kalau mau dikaryakan (ditempatkan di kementerian/lembaga), dipensiunkan saja dulu. Jangan kemudian dia punya dualisme identitas. Masih berstatus TNI aktif, tapi dikaryakan. Enggak bisa dong," kata Puri Kencana Putri.
PuriKencana Putri menilai, lebih baik TNI fokus terlebih dulu membenahi masalah-masalah internalnya sebelum mencoba masuk ke lembaga sipil.
Ia mencontohkan, peran peradilan militer yang sampai saat ini tidak bekerja maksimal dalam mengadili oknum TNI pelanggar hukum.
"Harusnya benahi saja dulu peradilan militer. Jangan sampai kasus (penyerangan lapas) Cebongan terjadi lagi. Jangan sampai penyerangan Polsek Ciracas terjadi lagi," kata dia.
PuriKencana Putri juga mengingatkan bahwa tanpa menempatkan perwira TNI di kementerian/lembaga, sebenarnya TNI saat ini sudah secara tidak langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatan sipil.
"Tanpa TNI secara resmi masuk pos kementerian, mereka bisa bisa bikin MOU (dengan kementerian/lembaga). Mereka bisa cetak sawah, jadi penyuluh kesehatan, penyuluh KB, ikut sweeping buku. Padahal bukan aparat penegak hukum," kata PuriKencana Putri.
Senada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik rencana menempatkan perwira TNI di sejumlah kementerian/lembaga.
Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras, Arif Nur Fikri mengatakan, rencana penempatan perwira TNI di kementerian sudah jelas diatur pada UU TNI Pasal 47 ayat 2.
Namun, jika penempatan terjadi di luar pasal tersebut, anggota TNI harus mengundurkan diri terlebih dahulu.
"Kenapa skup kementriannya terbatas, karena hal ini terkait dengan kemampuan dan efektivitas keahlian dari anggota TNI tersebut," kata Arif Nur Fikri kepada Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
"Jangan sampai efektivitas tersebut tidak ada dan hanya dijadikan tempat untuk menunggu waktu penempatan bagi para perwira yang pada akhirnya nanti malah 'magabut' (makan gaji buta)," tambah dia.
Dengan wacana merevisi UU TNI khususnya terkait dengan Pasal 47, Arif melihat ada yang salah dalam proses manajemen internal di Institusi TNI khususnya yang terkait dengan promosi dan kepangkatan.
Menurut dia, yang seharusnya dibenahi oleh institusi TNI adalah mengenai mekanisme transparansi dan akuntabilitas dalam proses promosi dan kenikan pangkat.
"Jangan orang yang tidak mampu atau memiliki latar belakang kasus pelanggaran HAM misalnya justru diangkat dan dipromosikan," kata dia.
Arif Nur Fikri juga meyakini rencana ini akan menghambat jenjang karier di kementerian/lembaga yang nanti bakal diisi oleh para perwira menegah dan tinggi TNI.
Rencana ini juga akan mengganggu semangat TNI yang profesional, modern dan tunduk pada prinsip demokrasi.
"Poin terakhir bahwa wacana tersebut justru bertentangan dengan aturan dan semangat profesionalisme TNI sebagaimana yang diatur dalam UU TNI Pasal 2," ujar Arif Nur Fikri.
Atas wacana ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan soal menempatkan perwira TNI di kementerian dan lembaga negara.
Luhut Panjaitan mengaku menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai rencana penempatan perwira TNI di kementerian dan lembaga.
Menurut Luhut Panjaitan sekaligus purnawirawan Jenderal TNI, Jokowi setuju agar rencana itu dikaji dan dicarikan payung hukumnya.
Hal itu disampaikan Luhut Panjaitan saat menjadi pembicara dalam acara silaturahim purnawirawan TNI-Polri dengan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo di Jakarta International Expo Kemayoran, Minggu (10/2/2019).

"Tenaga TNI banyak yang menganggur. Ada lebih dari 500 perwira menengah kolonel yang nganggur. Saya bilang, Pak (Jokowi) ini bisa masuk," ujar Luhut Panjaitan.
Sebagai contoh, menurut Luhut Panjaitan, di Kemenko Maritim banyak posisi yang bisa diisi oleh perwira TNI.
Sebab, banyak jabatan yang tidak pekerjaannya tidak dikuasai sipil.
Menurut Luhut, penempatan perwira TNI di kementerian atau lembaga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para perwira.
Luhut mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji untuk merevisi Undang-Undang TNI.
"Saya jelaskan (kepada Jokowi) tidak sampai setengah jam. Saya bilang itu akan ciptakan lapangan kerja lagi bagi perwira TNI," kata Luhut Panjaitan.(*)
Baca: Detik-detik Bripka Kristian Pinjam Pistol buat Tembak Kepalanya Sendiri, Gini Kronologinya
Baca: Ahok & Puput Nastiti Devi Liburan Bareng, Sudah Nikah? Ini 2 Foto Mesra Diedarkan Fans Veronica Tan
Baca: Akhirnya Terungkap Alasan Pesawat Lion Air Mendarat Usai 30 Menit di Udara, Pesawat Terbang Lagi?
Baca: Grevo Gerung Adik Rocky Gerung Jarang Tampil di Publik Tapi Tak Kalah Hebat, Pernah Undang Jokowi