Tiket Pesawat Mahal, Bandara Mulai Sepi, Kemenhub Beberkan Penyebabnya, Sebut Harga Masih Wajar
Isu mahalnya tiket pesawat masih menjadi perhatian publik. Hal ini tentu berpengaruh terhadap daya beli masyakarat, utamanya wisatawan.
Bandara Sultan Hasanuddin Sepi
Dampak kenaikan harga tiket pesawat domestik disusul bagasi berbayar semakin nyata.
Bandara Sultan Hasanuddin Makassar di Mandai, Maros, semakin sepi.
AirNav Cabang Utama Makassar Air Traffic Service Center ( MATSC) mencatat, lalu lintas pesawat di SHIAM sejak serangan “wabah tiket", Desember 2018, berdampak pada menurunnya intensitas take off dan landing pesawat.
“Penurunannya di angka 15 persen. Angka pastinya berapa, nanti kita sampaikan. Namun kenaikan tarif pesawat menjadi penyebab utama,” kata GM AirNav Cabang Utama Makassar Air Traffic Service Center ( MATSC), Novy Pantaryanto, saat bertandang di redaksi Tribun Timur, Jl Cenderawasih nomor 430, Makassar, Sabtu (9/2/2019) petang.

Menurutnya, aktivitas pesawat pada Januari 2019 bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu terjadi penurunan double digit.
Bahkan, bila dibandingkan rerata aktivitas pesawat per hari di 2018 dengan aktivtas pada Sabtu (9/2/2019) sangat jauh penurunannya.
“Sabtu ini hanya 270 pesawat, padahal di 2018 rerata per hari bisa 300-350 pesawat. Itu di SHIAM, pun di Bandara Seokarno-Hatta yang biasanya rerata per hari 1.200 pesawat, kini di bawah 1.000 pesawat,” kata Novy Pantaryanto.
Menurutnya, kondisi itu berdampak sistematik.
Jika tidak segera ditemukan jalan keluar, maka industri penerbangan terancam “gulung tikar”.
Seperti di Sulsel, kata Novy Pantaryanto, saat tarif pesawat naik, membuat alternatif tranportasi yakni Kapal Pelni laris manis.

“Belum lama ini saya ketemu dengan GM Pelni di bandara. Katanya lagi panen pas tarif pesawat naik. Nah, kita tunggu saja apakah pihak maskapai yang menurunkan harganya, atau banyak pesawat yang terparkir karena keterisiannya sangat minim,” jelas Novy Pantaryanto.
Ini beralasan, kata Novy Pantaryanto, mengingat cost yang dikeluarkan maskapai untuk sekali terbang tidak sedikit.
Mulai dari bahan bakar, pajak manifest, biaya airport, pembayaran pilot dan pramugari.
“Biaya bahan bakar 50 persen dari biaya operasional. Makanya, beberapa pesawat dari maskapai menggabungkan penumpang dengan tujuan yang sama di waktu tertentu. Agar keterisian pesawat bisa mengcover biaya sekali jalan,” katanya.