Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

BMKG Deteksi Awan Kumulonimbus, Jarak Pandang di Bandara Hanya 800 Meter, 3 Pesawat Gagal Mendarat

Cuaca buruk melanda Sulawesi Selatan, termasuk Makassar, Selasa (22/1/2019).

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Anita Kusuma Wardana
HO
Awan Kumulonimbus atau Cumulonimbus saat diabadikan dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/1/2019). 

“Jadi, lalu lintas penerbangan aman jika ada cuaca buruk yang mengancam,” katanya menambahkan.

Tragedi AirAsia QZ8501

Pesawat udara AirAsia QZ8501 yang jatuh di Laut Jawa dekat Selat Karimata pada saat terbang dari Surabaya, Indonesia menuju Singapura pada tanggal 28 Desember 2014, diduga disebabkan Awan Kumulonimbus.

Sebelum kecelakaan, pilot pesawat AirAsia QZ8501 Kapten Irianto, sempat meminta belok ke kiri untuk menghindari Awan Kumulonimbus pada pukul 06.17 WIB.

Semenit berselang, ATC Bandara Internasional Soekarno-Hatta kehilangan kontak dengan Irianto.

Infografis kecelakaan AirAsia QZ8501
Infografis kecelakaan AirAsia QZ8501. (TRIBUN JOGJA)

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan terkait cuaca disepanjang rute yang dilalui Pesawat AirAsia yang hilang kontak tersebut.

Menurut BMKG, terdapat Awan Kumulonimbus di sekitar rute pesawat.

"Area kawasan rute penerbangan berawan dan banyak awan sepanjang rute. Ada awan Cumulonimbus juga dan ada juga awan-awan jenis lainnya," ujar Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG Syamsul Huda saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Minggu (28/12/2014).

Garuda Indonesia GA-421

Awan Kumulonimbus menjadi penyebab kecelakaan pesawat udara Garuda Indonesia GA-421.

Setelah terjebak di dalam Awan Kumulonimbus, pesawat tersebut mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, 17 Januari 2002.

Abdul Rozaq adalah pilot pesawat tersebut.

Dia mendapat pujian dunia karena bisa melakukan pendaratan darurat di atas Sungai Bengawan Solo, dengan semua penumpang selamat. D

alam insiden tersebut, satu pramugari meninggal di tengah proses mengeluarkan penumpang dari pesawat, setelah melewati Awan Kumulonimbus dan pendaratan darurat.

"Saat itu pesawat saya belum berteknologi secanggih sekarang, terutama untuk weather radar, alat yang bisa memproyeksikan kondisi cuaca di depan pesawat hingga jarak 20 mil sampai 40 mil," tutur Rozaq di kantor Angkasa Pura II di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (29/12/2014).

Pesawat Garuda Indonesia mendarat di Sungai Bengawan Solo.
Pesawat Garuda Indonesia mendarat di Sungai Bengawan Solo. (ARSIP KOMPAS)
Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved