Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sudah Tak Terawat, Rumah Adat Atakkae Juga Sepi dari Pelancong di Akhir Pekan

Sudah Tak Terawat, Rumah Adat Atakkae pun Sepi dari Pelancong di Akhir Pekan

Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Hardiansyah Abdi Gunawan
Kawasan Rumah Adat Atakkae yang tak terawat dan sepi pelancong di akhir tahun, Sabtu (29/12/2018). 

TRIBUNWAJO.COM, WAJO - Gerbangnya berwarna kuning. Ada dua pintu, tapi cuma 1 yang terbuka. Ada semacam palang yang bisa dinaikturunkan.

Palang itu dijaga oleh seorang perempuan, yang juga bertugas sebagai petugas loket di Kawasan Rumah Adat Atakkae, Sengkang, Kabupaten Wajo.

Satu orang, Rp 2.000 ditukar dengan karcis berwarna hijau, kawasan Rumah Adat Atakkae sudah bisa dikelilingi.

Kawasan Rumah Adat Atakkae yang tak terawat dan sepi pelancong di akhir tahun, Sabtu (29/12/2018).
Kawasan Rumah Adat Atakkae yang tak terawat dan sepi pelancong di akhir tahun, Sabtu (29/12/2018). (Hardiansyah Abdi Gunawan)

Sepi. Nyaris tidak ada aktivitas di dalam kawasan, selain warga yang memang menghuni rumah-rumah adat yang ada, Sabtu (29/12/2018). Ada pula masyarakat sekitar di kawasan Rumah Adat, yang bisa masuk lewat akses pintu yang tidak terawat dan terjaga di bagian utara.

Tak ada pelancong. Angin sedikit kencang berembus dari arah Danau Lampulung di sebelah selatan kawasan Rumah Adat Atakkae atau yang lebih karib di telinga masyarakat Kabupaten Wajo dengan Bola Seratu'e.

Penamaan Bola Seratu'e bukan tanpa alasan. Bukan jumlah rumah yang ada di kawasan tersebut, melainkan jumlah tiang berbentuk segi delapan yang ada di rumah adat utama, Saoraja La Tenri Bali. Jumlahnya bukan 100, tapi 101. Namun, masyarakat pun lebih sering menyebutnya Bola Seratu'e.

Berdasarkan catatan yang dihimpun Tribunwajo.com, kawasan Rumah Adat Atakkae dibangun pada masa pemerintahan Bupati Wajo, Dachlan Maulana dan diresmikan pada 1995 silam. Jaraknya sekitar 3 km dari pusat Kota Sengkang.

Kawasan Rumah Adat Atakkae yang tak terawat dan sepi pelancong di akhir tahun, Sabtu (29/12/2018).
Kawasan Rumah Adat Atakkae yang tak terawat dan sepi pelancong di akhir tahun, Sabtu (29/12/2018). (Hardiansyah Abdi Gunawan)

Kini, kondisinya tidak terawat. Banyak sampah berserakan. Padahal, ada bak sampah dari Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Wajo. Ada pula gazebo dan sarana bermain anak, seperti ayunan dan perosotan dari DLHD Wajo, kondisinya pun sama. Sama-sama tak terawat.

Ada dua kolam besar yang disediakan untuk memancing. Menurut salah seorang masyarakat yang enggang disebutkan namanya, kolam tersebut sengaja digali. Mulanya, untuk memancing di kolam tersebut mesti merogoh gocek.

"Dulu bayar, tapi setelah banjir, keluar semua ikan, tidak diperhatikanmi," katanya.

Untuk memancing di kolam tersebut, butuh kesabaran. Selain sabar menunggu umpan disambar ikan, juga sabar mengatasi mata kail yang acap tersangkut di akar-akar tumbuhan air, ranting pohon yang ada di dasar kolam, serta sampah-sampah plastik.

Jelang siang hari, tidak ada pelancong, cuma ada masyarakat setempat yang beraktivitas. Di rumah adat utama, Saoraja La Tenri Bali tertutup. Namun, jendelanya terbuka.

Tiangnya yang besar, tampak beberapa coretan. Ada yang dari spidol, ada pula sekadar goresan. Nama-nama entah siapa dengan variasi tanda berbentuk hati.

"Sepi di sini, biasanya kalau minggu baru ramai. Tapi tidak ramai sekali. Itupi ramai kalau ada kegiatan," sambung warga tersebut.

Kawasan Rumah Adat Atakkae
Kawasan Rumah Adat Atakkae (Hardiansyah Abdi Gunawan)

Kondisi rumah-rumah adat milik kecamatan pun tak kalah memprihatinkan. Bahkan sudah ada yang lapuk dan tak berdinding. Cuma tiang-tiang dan atap. Kondisi lebih beruntung dimiliki rumah-rumah yang dihuni masyarakat. Lebih terawat meski tak layak.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved