Ini Kriteria Peserta JKN-KIS yang Menunggak dan Didenda
Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat seperti tunggakan iuran dan denda.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Arif Fuddin Usman
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merilis turunan aturan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 terkait implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
BPJSKes terbitkan tiga regulasi baru sebagai tindak lanjut Perpres 82/2018 pada Selasa (18/12/2018) atau 3 bulan setelah Perpres diundangkan. Regulasi turunan itu mengatur tentang administrasi kepesertaan, iuran, dan administrasi klaim.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar M Ichwansyah Gani di sela jumpa pers di kantornya, Jl AP Pettarani Makassar, Rabu (19/12/2018) menuturkan, perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek.
Baca: Mulai 22 Desember Libur Semester untuk SMA/SMK, Ini Pesan Kadis Pendidikan Sulsel
Baca: Polsek Bantimurung Awasi Kegiatan Jamaah Tabligh di Maros Waterpark
Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat seperti tunggakan iuran dan denda.
Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika ia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan.
Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018.
“Kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan. Sekarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Ilustrasinya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan,” jelas Iwan sapaanya.
Sedangkan untuk denda layanan, diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran.
Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.
“Ketentuan denda layanan dikecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan," kata Iwan sapaannya.
"Jangan lupa, di balik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang juga harus dipenuhi,” lanjut Iwan. (*)
Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami:
Follow juga akun instagram official kami: