Fakta-fakta dan Penyebab Dokter di RSUD Enrekang Mogok Kerja, Bagaimana Nasib Pasien?
Sejumlah dokter ahli dan dokter umum memilih mogok kerja di RSUD Massenrempulu Enrekang, Senin (10/12/2018).
Penulis: Risnawati M | Editor: Mansur AM
Laporan Wartawan TribunToraja.com, Risnawati
TRIBUNENREKANG.COM, ENREKANG - Catatan buruk bagi pelayanan medis di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Sejumlah dokter ahli dan dokter umum memilih mogok kerja di RSUD Massenrempulu Enrekang, Senin (10/12/2018).
Dirangkum tribunenrekang.com berikut penyebab para dokter ini mogok kerja.
Baca: Bandingkan Pernikahan Anak Pemilik Gudang Garam & Crazy Rich Surabayan, Jangan Kaget Lihat Pestanya!
Baca: Irman YL, Jufri Rahman, Ashari, Profesor UNM dan 6 Pejabat Incar Kursi Sekda Sulsel, Siapa Terpilih?
Baca: Daftar 19 Nama Dokter Makassar Dilantik Jadi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hari Ini
1. 14 dokter ahli dan 5 dokter umum
Sejumlah dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Massenrempulu Enrekang melakukan mogok pelayanan, Senin (10/12/2018).
Akibatnya pelayanan medis di RSUD Massenrempulu tidak berjalan maksimal.
2. Penyebab dokter mogok kerja
Mogoknya para dokter yang terdiri dari 14 dokter ahli dan lima dokter umum yang bernaung dibawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Enrekang tersebut lantaran uang Tambahan Penghasilan (TP) mereka belum dibayarkan.
Akibatnya, puluhan pasien rawat jalan di RSUD Massenrempulu terlantar tak mendapatkan pelayanan.
Padahal ada beberapa pasien yang rela datang dari pelosok, tapi tak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
"Jelas kita kecewa karena sudah jauh-jauh dari kampung mau berobat tapi tak ada dokter yang melayani, padahal kita datang sejak pagi," kata salah seorang pasien rawat jalan asal Kecamatan Anggeraja, Mulina, kepada TribunEnrekang.com.
3. Penjelasan Direktur RSUD Massenrempulu
Sementara Direktur RSUD Massenrempulu, dr Muh. Yusuf, membenarkan adanya pemogokan pelayanan yang dilakukan oleh para dokter di rumah sakit yang dipimpinya.
Bahkan, Ia mengakui faktor uang jasa tambahan penghasilan para dokter sudah enam bulan belum dibayarkan.
Itu lantaran, tahun ini Enrekang mengalami devisit anggaran sehingga sedikit mempengaruhi dan membuat pembayaran TP tersebut sedikit terlambat.
Namun, pihaknya sudah memperjuangkan hal itu hingga dimasukkan dalam APBD Perubahan 2018 dan telah disetujui hanya saja pembayaran tersebut masih dalam proses.
"Iya memang betul para dokter mogok karena TP nya belum dibayarkan bahkan sudah enam bulan, tapi pembayarannya akan segera dilakukan dan saat ini masih sementara dalam proses pencairan," kata dr Yusuf.
4. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Enrekang belum bereaksi
Sementara itu, saat akan dikonfirmasi tetkait mogoknya sejumlah dokter di RSUD Massenrempulu, pihak IDI Enrekang enggan memberi keterangan dan menghindar ketika ditemui awak media.
5. Tanggapan Legislator Enrekang
Terpisah, Legislator Demokrat di DPRD Enrekang, Djayadi Suleman, mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut.
Menurutnya, seharusnya naluri kemanusiaan para dokter yang ada di RSUD Massenrempulu harus didahulukan.
"Sangat disesalkan kalau seperti itu, seharusnya management rumah sakit harus diperbaiki. Kasihan pasien kalau tidak dilayani, padahal mereka sudah datang jauh dari desa," tuturnya.
Gaji Dokter Besar, Fakta atau Mitos?
Gaji dokter emang gak kecil, tapi besaran gaji mereka kerap dinyatakan belum sesuai sama pekerjaannya lho. Bahkan dinilai terlalu kecil.
Sebenarnya nih, profesi dokter emang selalu dipandang sebagai profesi yang cerah di masa depan. Emang benar, buktinya gak sedikit kan dokter yang tajir di Indonesia.

Dan kalau dipikir-pikir, dokter itu gak nyari duit. Malah duit yang nyari mereka karena jumlah orang sakit tentu lebih banyak dari jumlah dokter.
Benarkah gaji dokter selalu besar? Tribun-timur.com melansir moneysmart.id berikut penjelasannya:
Penghasilan dokter umum di rumah sakit aja bisa menyentuh angka Rp 12 hingga Rp 15 jutaan.
Sementara itu dokter spesialis ada di kisaran Rp 20 hingga Rp 45 juta sebulan.
Tapi tiu semua tergantung di rumah sakit mana mereka praktik. Dan itu belum termasuk penghasilan jasa profesi alias penghasilan tambahan.
Gede gak? Jelas gede karena nilainya nyaris atau lebih dari empat kali Upah Minimum Provinsi Jakarta. Tapi apakah sebanding dengan pekerjaannya? Belum tentu.
Pada 2016, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai bahwa besaran itu gak manusiawi.
Menurutnya, gaji dokter umum semestinya Rp 17 jutaan, sedangkan spesialis mulai dari Rp 40 jutaan.
Kenapa? Karena setiap harinya mereka harus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan di dunia medis yang terhitung cepat.
Tapi apakah kamu tahu bahwa di balik gaji dokter, ada tiga pengorbanan yang jauh lebih besar lagi dan merugikan mereka secara finansial dan waktu.
Pengin tahu apa aja? Simak di bawah ini.
1. Biaya sekolah dokter luar biasa mahal
Kuliah kedokteran jelas gak bisa disamakan dengan kuliah ilmu komunikasi, ekonomi, desain grafis, dan sebagainya. Kalaupun bisa disamakan mungkin setara dengan sekolah penerbangan.

Salah satu kampus di Jakarta yang punya fakultas kedokteran membanderol biaya pendidikan sebesar Rp 700an juta. Estimasi biaya itu merupakan biaya pendidikan dari awal sampai lulus.
Biaya tersebut bakal terasa berat di awal. Dan walaupun bisa diangsur, per semester orangtua si calon dokter juga harus membayar sebesar Rp 30 jutaan.
Dan asal kamu tahu nih, itu cuma biaya pendidikan lho ya. Selama kuliah tentunya kan ada biaya-biaya perintilan yang bakal dikeluarkan. Sebut aja biaya beli jenazah buat praktikum seharga Rp 10 juta. Meski bisa patungan, tapi tetap aja setiap mahasiswa bakal keluar uang jutaan bukan?
Lalu kuliah juga tentunya harus beli buku. Masa iya pengin ngandelin perpustakaan setiap hari. Apa nyaman tuh belajarnya?
2. Waktu kuliah lama banget
Ada tahap-tahap yang harus dilalui calon dokter dalam masa studinya. Pertama adalah tahap preklinik. Di periode ini mahasiswa bakal mempelajari mata kuliah biomedik dasar. Selain itu ada juga mata kuliah wajib universitas yang harus mereka jalani.
Sejatinya, masa studinya emang cuma 3,5 hingga empat tahun aja. Setelah itu mahasiswa bakal diwisuda dan mendapat gelar S. Ked. Apakah udah resmi boleh menangani pasien? Jelas belum.
Wisudawan harus ikut program Koasisten alias koas yang berlangsung antara 1,5 hingga dua tahun. Setelah itu bakal ada Uji Kompetensi Dokter Indonesia atau UKDI dan ujian praktis (OSCE/Objective Structured Clinical Examination).
Kalau lulus, maka bakal dilanjutkan ke wisuda profesi dokter. Dan setelah wisuda, ternyata kamu masih belum boleh buka praktik loh. Kenapa? Karena kamu belum punya Surat Izin Praktik (SIP) yang cuma bisa didapat jika kamu memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Tanpa SIP juga kamu gak bakalan bisa melanjutkan studi jadi dokter spesialis.
Buat mendapatkan surat sakti itu, kamu harus magang dulu. Nah pas magang itul kamu bakal berada di bawah pengawasan dokter senior. Lamanya proses magang itu sendiri kurang lebih satu tahun.
Jadi, buat jadi dokter umum aja waktu yang kamu butuhkan kurang lebih tujuh tahunan. Itu kalau cepat lho. Sementara itu buat program dokter spesialis, pendidikannya empat tahunan.
Gak heran dong kalau seseorang baru benar-benar jadi dokter setelah 10 tahun. Gak heran juga kalau gaji dokter emang seharusnya gede banget.
3. Siap-siap gak punya penghasilan bertahun-tahun
Dalam rentang waktu selama itu, seorang mahasiswa non-kedokteran pasti udah bisa lulus, dapat kerja di perusahaan, dan terima gaji. Beda sama mahasiswa kedokteran yang masih menjalani masa pendidikan.
Dokter magang sebenarnya juga terima gaji sih. Tapi gaji dokter magang itu sendiri gak bisa disamakan dengan gaji dokter umum atau gaji dokter spesialis.
Bahkan gak sedikit dokter magang yang terima gaji Rp 2 jutaan doang. Cuma habis buat ongkos doang itu guys.
Bila emang kamu berniat jadi dokter, apa kamu siap buat gak punya penghasilan yang layak selama bertahun-tahun?
Mungkin bisa aja sih kamu cari kerja sambilan buat biaya hidup. Tapi ingat lho, apa yang kamu pelajari di dunia medis itu gak segampang membalikkan telapak tangan.
Bukan cuma pelajaran kimia yang kamu pelajari, tentu aja ada biologi dan sebagainya. Udah gitu bahasa kedokteran juga ngejelimet.
Setarakah gaji dokter dengan biaya pendidikannya?
Setelah kamu tahu tiga pengorbanan besar seorang mahasiswa kedokteran, apakah menurutmu hal itu terbayar dengan besarnya gaji dokter?
Intinya, gak tepat bila kamu berpikir bahwa lebih baik jadi dokter biar banyak duit di kemudian hari. Kalau pengin banyak duit, jadilah pengusaha.
Menjadi dokter adalah sebuah pengabdian, sama halnya dengan polisi, angkatan bersenjata, atau guru. Dan hal itu harus didasari dengan passion yang kuat.
Sekarang pertanyaannya adalah, udah mantap melanjutkan studi ke sana? Atau kamu mikir-mikir lagi setelah tahu pengorbanan mereka yang besar di balik gaji dokter yang tinggi? Semua terserah kamu, pilihan ada di kamu. Jadi selamat mencoba!
Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami:
Follow juga akun instagram official kami:
Baca: Bandingkan Pernikahan Anak Pemilik Gudang Garam & Crazy Rich Surabayan, Jangan Kaget Lihat Pestanya!
Baca: Irman YL, Jufri Rahman, Ashari, Profesor UNM dan 6 Pejabat Incar Kursi Sekda Sulsel, Siapa Terpilih?
Baca: Daftar 19 Nama Dokter Makassar Dilantik Jadi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hari Ini