Meski Anggaran Dipangkas Rp 12 Triliun, Produksi Dan Ekspor Pertanian Melonjak
Seiring dengan kebijakan penghematan APBN, anggaran Kementerian Pertanian atrau Kementan pada 2015 sebesar Rp 34 triliun dan dipangkas Rp 12 triliun
Hal ini, menurutnya, tidak lepas dari kerja keras Kementerian Pertanian (Kementan) untuk pastikan pasokan pangan dari petani bisa sampai ke pasaran dengan harga terjangkau. Ini tentunya bermanfaat bagi konsumen dan petani sebab disparitas harga tidak lagi terlalu mencolok. Konsumen menikmati harga lebih murah. Begitu juga petani memperoleh harga jual yang lebih tinggi.
Makanya dia bersyukur, di era Pemerintan Joko Widodo ini tingkat kesejahteraan petani makin membaik. Hal ini terlihat dari terus membaiknya sebagaimana data BPS yang menunjukkan Nilai Tukar Usaha pertanian (NTUP) pada 2017 sebesar 111,77, naik 5,39 persen dibandingkan 2014 sebesar 106,05. Nilai Tukar Petani (NTP) 2017 sebesar 102,25, naikK 0,97 persen dibanding 2014 sebesar 102,03.
Data BPS juga menunjukkan sektor pertanian mampu berkontribusi mengentaskan kemiskinan perdesaan, dimana jumlah penduduk miskin di desa pada Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa, turun 10,88 persen dibanding pada Maret 2013 sebesar 17,74 juta jiwa.
“Inikan harga dulu dinikmati mafia dan kartel pangan. Sekarang bicara harga jual di tingkat petani dan beli masyarakat di pasar itu kini makin dekat. Tidak jauh seperti dulu. Ini bisa dibuktikan dengan NTP naik. NTP naik berarti harga yang diteima petani naik juga. Ini kan salah satu bukti juga. Tapi intinya bicara apa yang jadi program pemerintah saat ini bagaimana kemandirian pangan bisa terwujud yang ujung dan hasilnya adalah petani lebih sejahtera dan masyarakat dapat harga yang wajar,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Syukur Iwantoro menegaskan PDB sektor pertanian terus membaik. Pada tahun 2013, PDB sektor pertanian hanya sebesar 994,8 triliun, dan meningkat di 2017 menjadi 1334,7 triliun. Selama 2013-2017, akumulasi peningkatan PDB sektor pertanian mencapai Rp 906,1 triliun. Meningkatnya nilai PDB sektor pertanian ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi pertanian yangg dihasilkan selama ini.
“Pada tahun 2018 nilai PDB sektor pertanian diperkirakan juga akan meningkat menjadi 1463,9 triliun. Tren baik pertumbuhan sektor pertanian ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II-2018. Pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri yang memberikan pada pertumbuhan ekonomi nasional”, ujar Syukur.
BPS merilis Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan tahun sebelumnya meningkat sebesar 4,21 persen quarter-to-quarter (q-to-q). Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,93 persen.
Syukur menjelaskan, keyakinan terhadap kemampuan sektor pertanian dalam perekonomian negara, tertuang dalam “Nawacita” yang menjadi landasan pemerintah era Jokowi–JK saat ini. Kebijakan pangan pemerintah bermuara pada tujuan utama yaitu peningkatan kesejahteraan petani maupun masyarakat umum.
Tujuan itu, menurut Syukur perlahan telah menunjukkan hasil dengan baiknya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolok ukur daya beli petani. NTP tahun 2018 (Januari s.d. September) mencapai 102,25 atau naik 0,27 persen dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98 persen.
Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.
Di samping peningkatan NTP dan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan, yang merupakan basis pertanian, juga menurun. Pada Maret 2015 penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% (17,67 juta jiwa) dan 13,93% (17,09 juta jiwa).
“Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa). Kemiskinan keseluruhan secara nasional bahkan ditekan menjadi satu digit menjadi 9,82%, terendah dalam sejarah”, jelasnya.