Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

SPR Juga Soroti Pembangunan Peternakan Sapi di Beroangin Polman

SPR Indonesia simpul Sulawesi Barat, ikut menyoroti polemik rencana pembangunan proyek instalasi peternakan Sapi di Desa Beroangin

Penulis: Nurhadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN TIMUR/NURHADI
Spanduk proyek pembangunan lokasi pengembangan peternakan sapi di Desa Beroangin Polman yang di tolak warga (TRIBUN TIMUR/NURHADI) 

Laporan Wartawan TribunSulbar.com, Nurhadi

TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Sarekat Pengorganisasian Rakyat (SPR) Indonesia, simpul Sulawesi Barat, ikut menyoroti polemik rencana pembangunan proyek instalasi peternakan Sapi di Desa Beroangin, Kecamatan Mapilli, Polman.

Koordinator SPR Indonesia simpul Sulbar, Nurdin Cacculu, mengatakan, sejak pemerintah Provinsi Sulbar bersama dinas kehutanan dan peternakan berencana membangun proyek instalasi.

Sejak itu pula warga petani mulai cemas dan was was akan keberlangsungan hidupnya.

Bahkan menurutnya, dalih Pemprov Sulbar yang mengklaim wilayah tersebut masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) berpotensi menimbulkan konflik agraria.

Baca: Link Pengumuman Hasil SKD & Peserta SKB CPNS Kemenag 2018, Lihat Pula Bocoran Materi Tes SKB Kemenag

Baca: Tes Kepribadian: Cara Pegang Handphone Bisa Ungkap Sifat dan Karakter Sesungguhnya, Kamu yang Mana?

Baca: Hasil Liga Champion Hari Ini: Umpan Menawan Cristiano Ronaldo Antark Juventus ke Babak 16 Besar

Sebab, kata dia, terbukti warga desa setempat, sudah sejak lama bermukim dan melakukan aktivitas pertanian dalam wilayah yang di klaim sepihak, sebagai kawasan HPT.

"Dibuktikan dengan sertifikat dan bukti bukti lainnya," kata Nurdin saat dihubungi, TribunSulbar.com, Rabu (27/11/2018).

Masih kata Nurdin, lebih dari itu penunjukan dan penetapan kawasan hutan produksi oleh pemerintah diakui tanpa sepengetahuan warga setempat.

Ia menilai, hal itu tentu ini menjadi perkara serius dengan ketidakjelasan prosedur dan tahapan soal penetapan dan pengukuhan kawasan hutan produksi di Desa Beroangin.

"Pengukuhan kawasan hutan itu tidak sekedar dengan penunjukan, namun ada beberapa tahapan di dalamnya, termasuk pembentukan panitia tata batas dilengkapi dengan berita acara. Soal tata batas itu, tidak boleh asal-asalan dalam menetapkan kawasan hutan," tuturnya.

"Ada banyak hal yang mesti harus diperhatikan, termasuk di dalamnya adalah penjaminan hak rakyat, bukan malah menghilangkan akses rakyat pada sumber kehidupannya,"tegas Nurdin.

Sementara itu, koordinator Aliansi Masyarakat Mammesa, Jalaluddin, menuturkan, ambisi pemerintah untuk memaksa pembangunan proyek peternakan di tanah kelola rakyat yang poduktif, itu adalah sebuah paradigma pembangunan yang keliru dan minim sasaran.

Menurutnya, bagaima mungkin usaha peternakan yang membutuhkan lahan 2000 hektar mau ditempatkan wilayah produktif, yang sudah bertahun tahun dikeloala petani.

"Ini mengancam rakyat akan kehilangan sumber penghidupan, tanah dan air. Kami punya sumber air yang dibangun warga secara swadaya untuk memenuhi kebutuhan juga ada di sana. Kalau ada sapi, otomatis air kami akan tercemari. Atau bahkan akan hilang, jika itu mau dijadikan sumber air penyupalai kebutuhan minum ternak,"tutur Nurdin.

Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami: 

Follow juga akun instagram official kami: 

ii
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved