Ini Hukum Memperingati Rebo Wekasan (Hari Rabu Terakhir Bulan Safar) Menurut Ustadz Abdul Somad
Kata kunci atau keyword "Rebo Wekasan" kini sedang masuk dalam Google Trends Indonesia.
Ini Hukum Memperingat Rebo Wekasan (Hari Rabu Terakhir Bulan Safar) Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS)
TRIBUN-TIMUR.COM - Kata kunci atau keyword "Rebo Wekasan" kini sedang masuk dalam Google Trends Indonesia.
Artinya, kata kunci tersebut sedang paling dicari warganet melalui Google.
Baca: Live Streaming ILC TVOne Tahun Politik Makin Panas, Tampang Boyolali vs Sontoloyo, Nonton Disini!
Apa itu Rebo Wekasan?
Dikutip dari Wikipedia.org, Rebo Wekasan, Rabu Wekasan, atau Rebo Pungkasan adalah nama hari Rabu terakhir di bulan Safar pada Kalender lunar versi Jawa.
Baca: Niat, Doa Shalat di Rebo atau Rabu Wekasan 2018 yang Lengkap dengan Artinya, Jangan Lupa Besok
Pada hari ini biasanya dimulainya rangkaian Upacara Adat Safaran yang nanti akan berakhir di Jumat Kliwon bulan Maulid (Mulud).
Seperti upacara Sedekah Ketupat dan Babarit di daerah Sunda kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Keistimewaan hari ini adalah karena inilah satu satunya hari yang tidak tergantung pada hari pasaran dan neptu untuk melakukan suatu upacara adat.
Catatan dalam adat Kejawen hari pasaran dan neptu adalah sangat penting demi keselamatan dan berkah dari acara, kecuali pada hari ini.
Konon ini adalah hari datangnya 320.000 sumber penyakit dan marabahaya 20.000 bencana.
Maka rata-rata upacara yang dilaksanakan pada hari ini adalah bersifat tolak bala.
Contoh-contoh upacara adat pada hari ini di Tanah Jawa,
1. Sedekah Ketupat, Sidekah Kupat di daerah Dayeuhluhur, Cilacap.
2. Upacara Rebo Pungkasan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.Ngirab, di daerah Cirebonan.
3 Ngirab, di daerah Cirebonan.
4. Safaran di beberapa daerah.
5. Dan banyak orang muslim tertentu yang melakukan sembahyang tertentu.
Makanan yang dibuat untuk upacara biasanya di antaranya Ketupat, Apem, dan Nasi tumpeng.
Baca: Penampakan Rumah Mamah Dedeh, Ustaz Abdul Somad & Aa Gym, Terungkap Tarif Ketiga Dai Kondang itu
Hukum Rebo Wekasan
Dikutip dari SyariahIslam.com, Rebo Wekasan bersumber dari pernyataan dari orang-orang shaleh (Waliyullah).
Penulis kitab sama sekali tidak menyebutkan adanya keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan hal ini.
Sedangkan sumber syariat Islam adalah Alquran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentunya berita semacam ini tidak lantas kita percaya.
Karena kedatangan bencana di muka bumi ini, merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah.
Dan hal-hal yang ghaib dapat diketahui dengan petunjuk Alquran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Meyakini datangnya malapetaka atau hari sial di hari Rabu terakhir bulan Shafar (Rebo Wekasan) termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.
Karena ini merupakan perilaku dan keyakinan orang Jahiliyah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا عدوى ولا طيرة ولا هامَة ولا صَفَر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
“Tidak ada penyakit menular (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa”. (HR Bukhari, 5387 dan Muslim, 2220).
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali, mengatakan, “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Safar.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan hal tersebut.
Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya.
Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Safar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu.
Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal 148).
Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari pernah ditanya tentang hukum Rebo Wekasan dan beliau menyatakan bahwa, “Semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’). Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya."(*)
Pendapat Ustadz Abdul Somad
Dipublikasikan di YouTube oleh Nasehat Islam pada 2 Juni 2018, Ustadz Abdul Somad membahas tentang tradisi umat Islam Indonesia di hari Arba Mustakmir arat Rebo Wekasan ini.
Baca: Yusril Ihza Tegaskan Tak Masuk Tim Inti, Ini Tugasnya di Kubu Jokowi-Maruf Amin di Pilpres 2019
Baca: Jawaban Ahmad Dhani Ketika Dimintai Komentar Soal Maia Estianty dan Irwan Mussry yang Menikah
Baca: Cek Harga Tiket Piala AFF 2018, PSSI : Distribusi Tiket Secara Online
Apakah dibolehkan atau tidak dalam Islam dan bagaimana hukumnya?
“Ziarah kubur di hari Rabu terakhir bulan Safar, boleh tidak? Ziarah kuburnya boleh, bagus saja itu. Lalu berdoa memohon kepada Allah agar kita dihindarkan dari segala musibah, ini juga boleh,” jelas Ustadz Abdul Somad.
Sementara terkait keyakinan Allah menurunkan ribuan musibah di hari Rabu terakhir Safar atau Arba Musta’mir, menurutnya itu tak ada haditsnya.
“Itu menurut para ulama tasawuf, mereka dapat itu dari ilham bukan dari hadits Nabi Muhammad. Tapi, kalau mau berdoa meminta dihindarkan dari musibah, silakan saja. mau berdoa sambil bertawasul kepada wali-wali Allah juga boleh,” katanya.
Bertawasul adalah memakai atau menyebutkan nama para wali itu saat berdoa dengan harapan Allah akan mengabulkan doa kita berkat kemuliaan para wali Allah tersebut.
“Misalnya bertawasul dengan Wali Songo. Saat berdoa bilangnya begini: Ya Allah, berkat kemuliaan para wali-Mu ini, aku memohon kepada-Mu, dan seterusnya. Kalau ini boleh,” pungkasnya.