Kata-kata Benny Moerdani di Cendana yang Bikin Soeharto Marah, Setelah itu Sang Jenderal Dicopot
Hubungan Benny Moerdani dengan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-2 Republik Indonesia sangat erat.
TRIBUN-TIMUR.COM - Benny Moerdani memiliki karier militer yang gemilang hingga mampu mencapai posisi Panglima Angatan Bersenjata Republik Indonesia (Panglima ABRI) saat zaman Orde Baru.
Hubungan Benny Moerdani dengan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-2 Republik Indonesia sangat erat.
Christianto Wibisono, mantan jurnalis dan pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, sempat menyebut Benny Moerdani sebagai anak emas Soeharto.
Melansir dari buku berjudul Benny Moerdani yang Belum Terungkap (2018), Soeharto mencopot Benny dari jabatannya sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Publik merasa ada keganjilan dalam pencopotan yang serba mendadak itu.

Sebab, Benny diturunkan persis seminggu sebelum Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat digelar.
Peralihan tongkat komando tertinggi militer sebelumnya selalu dilakukan berbarengan dengan pembentukan kabinet baru.
Rumor mengenai tersingkirnya Benny Moerdani dari lingkaran Cendana menguat setelah Soeharto membubarkan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkantib).
Pasukan yang dibubarkan oleh Soeharto tersebut dipimpin oleh Benny Moerdani.
Setelah itu, Soeharto memberikan Benny Moerdani jabatan sebagai menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan V.
Namun, urusan Benny tak jauh-jauh dari kegiatan seremonial sementara kekuatan militer Benny semakin terkikis.
Ada yang mengatakan hubungan Soeharto dan Benny merenggang karena kabar Benny mengincar kursi wakil presiden hingga merencanakan kudeta.
Baca: Soeharto Sempat Ramal Kondisi Indonesia di Abad 21, Tak Disangka Jadi Nyata, Ini Kata Pengamat
Baca: G30S PKI - Soekarno Marah Besar pada Soeharto Usai Jenderal Diculik, tapi Mengalah karena Alasan ini
Kepala Staf Sosial Politik ABRI Letjen Purnawirawan Haryoto PS mengatakan penyebab hubungan Soeharto dan Benny merenggang bukan karena dua rumor tersebut.
Haryoto mengatakan hubungan dua tokoh itu merenggang karena sikap Benny yang mengkritik Soeharto.
Benny Moerdani mengingatkan Soeharto mengenai bisnis anak-anak keluarga Cendana.
"Bapake nesu banget mergo anake dipermasalahke (Bapak marah sekali karena anak-anaknya dipermasalhkan)," kata Haryoto sesaat setelah Benny wafat.
Mantan dokter tentara dalam Operasi Mandala, Brigadir Jenderal Purnawirawan Ben Mboi sempat diceritakan oleh Benny mengenai kejadian munculnya kritikan tersebut.
Saat itu, Benny Moerdani tengah menemani Soeharto bermain biliar di kediaman Cendana.

Benny memberanikan diri mengutarakan pendapatnya agar Soeharto 'menjauhkan' anak-anaknya dari kekuasaan.
"Ketika saya angkat masalah anak-anaknya itu, Pak Harto berhenti bermain, masuk kamar tidur, dan meninggalkan saya di kamar biliar," ujar Benny saat bercerita kepada Ben.
Sebelum kejadian tersebut, rupanya Benny sempat menolak campur tangan anak Soeharto dalam urusan pengadaan alat utama sistem senjata ABRI.
Hal tersebut diungkapkan oleh mantan asisten Benny yang enggan disebut namanya.
"Pak Benny beberapa kali menolaknya,' ucapnya.
Menurut Jusuf Wanandi, rekan Benny dari Centre for Strategic and International Studies, pada 1980-an bisnis anak-anak Soeharto merajalela ke semua sektor.
"Semua-semuanya ingin ditataniagakan," kata Jusuf, awal September 2014.
Keresahan Benny terhadap bisnis anak Soeharto juga dirasakan oleh Ali Moertopo.
Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan III itu berpesan kepada Jusuf agar berbicara kepada Benny tentang anak-anak Soeharto.
"Minta dia bicara ke Pak Harto , tertibkan anak-anaknya," kata Ali yang ditirukan Jusuf.
Bahkan, Benny sempat menahan paspor, putra Soeharto, Sigit Harjojudanto.
Tujuannya agar Sigit tak bisa lagi ke luar negeri untuk berjudi.
Saat Benny Meordani terbaring di kasur perawatan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Soeharto menjenguknya.
Soeharto mengucapkan kata-kata yang nyaris tak terdengar sembari matanya berkaca-kaca.
"kowe pancen sing bener, Ben. Nek aku manut nasihatmu, ora koyo ngene (Kamu memang yang benar, Ben. Seandainya aku menuruti nasihatmu, tak akan speerti ini)," kata Soeharto seperti yang ditirukan oleh asisten Benny yang berada di ruang perawatan.
Dua hari setelah kunjungan tersebut, Benny Moerdani menghembuskan napas terakhirnya.
Kisah Benny Moerdani Tangkap Komandannya karena Mau Culik AH Nasution
Pada 7 November 1956, Kolonel Abdul Haris Nasution diangkat kembali menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Kolonel Abdul Haris Nasution menjabat Kepala KSAD menggantikan Bambang Sugeng.
Sebelumnya, AH Nasution sempat menjabat Kepala KSAD namun dicopot setelah mengarahkan meriam ke Istana Negara.
Ia mencanangkan rencana menculik AH Nasution untuk memaksa pemerintah mengganti pemimpin militer dan membubarkan parlemen.
Melansir dari buku Benny Moerdani yang Belum Terungkap, Zulkifli Lubis tidak bergerak sendiri.
Ia secara diam-diam menjalin kontak dnegan perwira Divisi Siliwangi.
Tak hanya itu, Zulkifli Lubis berhasil membujuk Mayor Djaelani, Komandan RPKAD (sekarang dikenal dengan Kopassus) untuk bergabung.
Aloysius Sugiyanto yang saat itu menjadi perwira kepercayaan Mayor Djaelani menceritakan proses Benny Moerdani yang menangkap Komandan Kopassusnya sendiri.
Saat itu, Benny Moerdani memimpin Kompi A.
Sugiyanto mengatakan ia sering diutus dan terlibat dalam rapat rencana penculikan AH Nasution.
Suatu hari Zulkifli Lubis datang sendiri secara rahasia ke markas RPKAD di Batujajar, Bandung Barat.
Benny Moerdani tidak ada di Batujajar karena sakit dan harus dirawat berhari-hari.
"Dia dirawat di rumah sakit Cimahi," ucap Sugiyanto.
Setelah kedatangan Zulkifli Lubis ke Batujajar, terjadi keributan antara Kompi B dan Kompi A.
Sersan Kompi B mencari-cari mayor Djaelani.
Mereka ingin menangkap Djaelani dan perwira Kompi A yang terlibat rencana penculikan AH Nasution.
Suara senapan menyalak bersahut-sahutan.
Kapten Soepomo, mantan anggota RPKAD dari Kompi A juga datang mengendarai tank dari markas kavaleri di Bandung.
Namun, Mayor Djaelani yang dicari-cari itu tidak ada di Batujajar.
Ia tengah menghadiri acara di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) di Bandung.
Sugiyanto mengatakan Soepomo adalah otak penangkapan Djaelani.
Soepomo bekerjasama dnegan para juniornya di RPKAD termauk Benny Moerdani.
Kemudian, Benny Moerdani datang ke markas RPKAD setelah sekian lama dirawat di rumah sakit.
Menurut Sugiyanto, Benny Moerdani sudah lama berencana menagkap komandannya itu.
Pada malam sebelum Djaelani berangkat ke SSKAD, Benny menawarkan diri mengawal kepergian Djaelani, namun ditolak.
"Benny ingin mengawal agar bisa menangkap Pak Djaelani," katanya.
Benny Moerdani bersama rekan-rekannya mengejar Djaelani ke SSKAD.
Di sana ia dihadang oleh pasukan dari kesatuan lain.
Benny Moerdani yang masih perwira berusia 24 tahun itu nekat mendatangi acara yang dihadiri oleh petinggi tentara.
"Kami datang hanya ingin menemui Pak Djaelani," kata Benny saat dikepung pasukan.
Akhirnya, Benny Moerdani diizinkan masuk ke SSKAD dan menemui Djaelani.
Ia menceritakan situasi yang tidak beres di Batujajar.
Benny menyarankan kepada Mayor Djaelani agar situasi tersebut ditangani sendiri oleh RPKAD.
"Kan malu kalau harus minta bantuan pasukan lain," katanya.
Akhirnya Djaelani menyerahkan pistolnya kepada Benny tanpa bisa berkata apa-apa.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Ucapan Benny Moerdani yang Membuat Soeharto Marah, http://jabar.tribunnews.com/2018/10/12/ucapan-benny-moerdani-yang-membuat-soeharto-marah?page=all.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi
Editor: Fauzie Pradita Abbas