Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mahasiswi Tadulako Pilih Tinggal di Palu Bantu Korban Dibanding Pulang Kampung

Gadis kelahiran 10 Mei 1998 tersebut sebenarnya bisa pulang lebih cepat atau dua hari setelah bencana, dengan menggunakan pesawat Herkules.

Penulis: Ansar | Editor: Nurul Adha Islamiah
HANDOVER
Mahasiswi Universitas Tadulako, Lidya Warfaningsih 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe

TRIBUN TIMUR.COM, MAROS - Sejumlah warga memilih meninggalkan Palu, Sulawesi Tengah dan mengungsi ke Maros, setelah gempa dan tsunami yang menelan korban jiwa.

Namun hal yang dilakukan oleh seorang Mahasiswi Universitas Tadulako, Lidya Warfaningsih. Dia justru memilih tinggal dan membantu para relawan.

Gadis kelahiran 10 Mei 1998 tersebut sebenarnya bisa pulang lebih cepat atau dua hari setelah bencana, dengan menggunakan pesawat Herkules.

Apalagi, Herkules prioritaskan pengungsi perempuan, lansia dan anak-anak.

Namun setelah bertemu para relawan Satuan Istimewa Siaga Pendidikan (Sigap) KerLip Indonesia Timur di Rujab Gubernur Sulteng, Lidya mengurungkan niatnya pulang kampung di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Meski nyawanya terancam, namun Lidya berfikir untuk tetap tinggal di Palu demi menuntut Ilmu, membantu warga dan relawan.

"Kondisi Palu dan sekitarnya, seperti kota mati, listrik padam, jaringan provide kadang hilang, bensin susah, penjarahan dan banyak yang meninggal," katanya saat dihubungi Tribunmaros.com, Senin (8/10/2018).

Dia bersyukur karena masih sempat selamat. Meski dilanda gempa, namun Lidya masih bersemangat setelah melihat ada relawan yang datang dari luar Palu.

Lidya berpartisipasi membantu relawan untuk memyiapkan sarapan, membuat teh atau kopi, menjaga tenda posko saat tim sementara bertugas diluar.

Bahkan, motor miliknya direlakan untuk digunaakan relawan sebagai kendaraan operasional.

Namun bagi tim relawan, bantuan tersebut sangat berharga dalam kondisi Palu yang belum kondusif dan masih serba terbatas.

"Kehadiran Lidya di posko kami, seperti anugerah. Dia membantu kami di sini. Padahal dia salah satu korban yang harusnya bisa ikut dalam evakuasi," kata relawan medis dan pendidikan, Rere.

Lidya menjelaskan, saat gempa dan tsunami, ia sementara naik motor dan pulamg dari ATM BRI di dekat lapangan Vatulemo.

Saat sementara perjalanan, Lidya merasa motornya oleng hingga akhirnya terjatuh akibat guncangan dahsyat Jumat sore itu.

Guncangan gempa ini terasa hingga lima menit. Sejumlah warga berhamburan dan panik.

Saat itu, Lidya bersama warga berlari ke atas bukit menyelamatkan diri. Air laut sudah menyapu tepi pantai barat hingga utara kota Palu.

Hingga hari ketiga pasca bencana, Lidya pun baru bisa memberi kabar ke keluarganya di Bulukumba. Dia meyakinkan keluarga jika dirinya baik-baik saja bersama para tim relawan.

Meski didesak untuk pulang, namun Lidya masih komitmen untuk tetap tinggal membantu para relawan.

"Saat ini Palu membutuhkan bantuan siapa pun yang ingin melihat kondisi kota ini cepat kembali normal. Bukan soal besar kecilnya bantuan. Tapi soal mau tidaknya kita terlibat untuk membantu," katanya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved