Pesanan Kapal Pinisi Meningkat, Pengusaha Bulukumba: Bahan Baku Kayu Besi Makin Sulit
Hal tersebut dibenarkan oleh pengusaha kapal Pinisi di kabupaten berjuluk Butta Panrita Lopi itu, H Suwardi
Penulis: Firki Arisandi | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan TribunBulukumba.com, Firki Arisandi
TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Industri pembuatan kapal Pinisi di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), semakin dilirik dunia.
Terlebih setelah proses pembuatannya tercatat sebagai salahsatu warisan budaya Takbenda UNESCO.
Hal tersebut dibenarkan oleh pengusaha kapal Pinisi di kabupaten berjuluk Butta Panrita Lopi itu, H Suwardi, Selasa (2/10/2018).
Pengusaha kapal Pinisi yang tinggal dan besar di Kelurahan Sapolohe, sekitar 5,9 kilometer dari pusat pembuatan Pinisi di Kelurahan Tana Lemo, Kecamatan Bontobahari, mengaku, bahwa permintaan kapal Pinisi kian hari semakin meningkat.
"Baik investor dari China maupun Eropa, mereka tertarik di sektor wisata, dan yang paling menarik perhatian mereka adalah Pinisi," ujar H Kardi, sapaan akrabnya.
Namun disisi lain, meningkatnya permintaan daya beli kapal Pinisi ini, berimbas dengan berkurangnya pasokan bahan baku pembuatan, terutama kayu besi.
Kayu ini banyak digunakan untuk balok dek dan papan kapal. Biasanya kayu ini dipasok dari Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Kondisi tersebut, kata H Kardi, mulai terasa sejak bulan keempat tahun 2018. Dimana ketersedian pasokan yang disediakan pengusaha di Bulukumba juga sudah mulai berkurang.
"Harus ada inovasi, agar ada ketersediaan kayu besi. Bulan April 2018, stok mulai menipis, sementara permintaan bertambah" ujarnya.
Untuk pembuatan kapal dengan ukuran kecil saja, kayu yang digunakan bisa mencapai 30 kubik. Terlebih dengan kapal yang berkukuran besar atau diatas 150 GT, kayu yang digunakan bisa lebih dari 200 kubik.
Sebagai warisan dunia, yang tak hanya milik Kabupaten Bulukumba, melainkan negara Indonesia, sepatutnya pemerintah daerah, gubernur hingga pemerintah pusat, melirik industri pembuatan kapal ciri khas dua tiang ini.
Salahsatunya, dengan melakukan hubungan kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sultra dan Sulteng, agar pasokan bahan baku tidak dihentikan.
Yang dikhawatirkan oleh oleh para pengusaha kapal, kata H Kardi, jika Pemprov Sulteng dan Sultra menutup kerang dengan menetapkan aturan yang tak memperbolehkan lagi kayu tersebut keluar daerah, seperti yang terjadi di Kalimantan.
"Jangan sampai Pinisi hanya tinggal kenangan, kayu besi ini bahan baku pembuatan Pinisi. Semoga kedepan pemerintah memperhatikan warisan dunia ini," harap H Kardi.