ILC 14 Agustus 2018 - Mahfud MD Ungkap Penjegal Dia Jadi Cawapres Jokowi Hingga Bikin Tersinggung
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Mahfud MD akhirnya buka-bukaan menceritakan rahasia di balik batalnya
TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Mahfud MD akhirnya buka-bukaan menceritakan rahasia di balik batalnya dirinya menjadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019.
Mahfud secara terbuka membeberkan intrik politik, hingga Presiden RI, Joko Widodo alias Jokowi memutuskan Ketua Umum, KH Ma'ruf Amin sebagai bakal calon wakil presiden baginya, melalui siaran talkshow Indonesian Lawyers Club (ILC) yang disiarkan secara live TV One, Selasa (14/8/2018) malam.
Hampir semua narasumber yang hadir baik dari kubu Koalisi Indonesia Kerja pengusung pasangan Jokowi dan Ma'ruf maupun Koalisi Indonesia Bangkit pengusung Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno tertegun mendengar pengakuan Mahfud.
Dalam ILC yang bertajuk Kejutan Cawapres: Antara Mahar Politik dan PHP, Mahfud secara terbuka menyebut nama Ma'ruf Amin dan Said Aqil Sirajd di balik intrik tersebut.
Saat namanya menguat mendampingi Jokowi, tiba-tiba muncul suara-suara dari PBNU yang mengancam akan meninggalkan Jokowi.
Mahfud juga menyebut nama Muhaimin Iskandar juga terlibat dalam intrik politik tersebut.
Bahkan ia menyebut siap dipertemukan atau dikonfrontir dengan nama yang disebutnya.
Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj tetap mengisyaratkan kadernya untuk menjadi calon pendamping Jokowi pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI (Pilpres) pada tahun 2019.
Saat ditemui usai mengisi ceramah tablig akbar dan deklarasi damai di Lapangan Karangpawitan, Karawang, Jawa Barat, Kamis (8/8/2018), Said Aqil mengisyaratkan ketidaksetujuannya jika Mahfud dipilih menjadi Cawapres bagi Jokowi
"Karena beliau enggak pernah di NU ya, masuk kultural NU. Di IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) enggak pernah," ujarnya seperti dilansir Kompas.com, 9 Agustus 2018.
Said Aqil justru mengisyaratkan Muhaimin alias Cak Imin atau Romahurmuziy alias Romy yang pernah aktif pada badan otonom NU.
"Beda dengan Muhaimin, Ketua PMII dan Romy pernah di PMII," katanya.
Meski demikian, ia membantah bahwa PBNU tidak mengizinkan Mahfud menjadi Cawapres bagi Jokowi.
Hanya saja, ia menawarkan kepada Jokowi kader-kader NU untuk menjadi Cawapres baginya.
"Diambil alhamdulillah, tidak ya enggak apa-apa. Siapa bilang (tidak mengizinkan)," katanya.
Sebelum membongkar intrik politik untuk mendongkelnya, awalnya Mahfud menceritakan kronologi dirinya didepak jadi pendamping Jokowi.
"Jadi begini ceritanya, pada tanggal 1 Agustus jam 23.00 WIB, saya diundang oleh Mensesneg, Pratikno di rumahnya. Saya diberitahu 'Pak Mahfud sekarang pilihan sudah mengerucut ke bapak harap bersiap-siap nanti pada saatnya akan diumumkan, syarat-syarat yang diperlukan segera mulai di siapkan tidak harus lengkap, yang penting ada dulu'," kata Mahfud.
Seminggu kemudian, kata Mahfud, dirinya diundang kembali oleh Pratikno.
"Diberitahu, 'besok akan diumumkan detail sudah diputuskan sudah disiapkan upacaranya nanti berangkat dari Gedung Joang 45 naik sepeda motor bersama Pak Jokowi. Pak Mahfud bonceng Pak Jokowi yang di depan," ujar Mahfud
"Terus saya bilang kenapa tidak naik sama-sama aja? Saya satu, Pak Jokowi satu, 'nanti tidak bagus tuh kalau Pak Mahfud belok kiri, Pak Jokowi belok kanan, dipotret sama wartawan jelek', jadi sudah detail,"katanya menambahkan.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan jika pada Kamis (9/8/2018) pagi dirinya diminta untuk membawa curriculum vitae atau CV untuk keperluan deklarasi Cawapres.
Tak hanya itu, dirinya juga diminta untuk menyiapkan baju yang sesuai dengan model baju Jokowi.
"Kemudian saya antarkan CV, sambil menunggu duduk di ruang sebelah. Begitu akan deklarasi akan tampil tinggal nyebrang, saya datang, baju putih itu bukan seragamnya," ujar Mahfud menjelaskan.
''Kemudian seperti, yang terjadi akhirnya diumumkan Kyai Ma'ruf Amin, kenapa itu berubah, itu sudah ada analis-analis di depan, bukan saya. Saya diburu wartawan ya ndak apa-apa, saya menerima sebagai realitas politik," kata dia.
Meski demikian, Mahfud menyatakan tidak sakit hati.
Menurutnya, keputusan Jokowi adalah keputusan yang terbaik.
Akan tetapi, Mahfud mengaku jika dirinya tersinggung dengan pernyataan Ketua Umum PPP Romahurmuziy.
"Romy begitu keluar dari ruangan itu, mengatakan loh Pak Mahfud itu kan maunya sendiri, bikin baju sendiri, siapa yang suruh?
Saya agak tersinggung itu.
Padahal Romy justru yang sehari sebelumnya mengatakan bahwa saya sudah final.
Pak Mahfud siapa yang membuat baju, itu kan kerjaannya tim sukses saja katanya.
Apa betul itu?
Nah di situ kemudian klarifikasinya.
"Saya dipanggil Pak Jokowi ke Istana, Pak Jokowi menjelaskan situasinya dihadapkan pada situasi serba sulit. Clear Pak Jokowi mengatakan, jika sampai kemarin sore itu sudah mengerucut ke satu orang, Pak Mahfud, sudah saya perintahkan, tapi tiba-tiba sore partai-partai datang, mengajukan calonnya sendiri-sendiri, lah saya akan tidak bisa menolak, saya kan bukan ketua partai, sementara ini koalisi harus ditanda tangani,' kata Pak Jokowi," ujar Mahfud.
Mahfud kemudian mengatakan jika apa yang dilakukan oleh Jokowi sudah benar.
"Kalau saya jadi Pak Jokowi, pasti saya sudah melakukan hal yang sama," kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud meminta agar Romy tidak main-main dengan omongannya.
"Padahal dia yang memberi tahu ke saya. Suatu saat, Arsul Sani mengatakan ke saya mas Romy mau ketemu, oke kalau ketemu di mana? kita ketemu," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan jika akhirnya Romy mengunjungi rumahnya pagi-pagi.
"Lalu dia memberitahu, menyebutkan jika 10 nama (cawapres) memang berasal dari Pak Jokowi," ujarnya.
"Jadi Romy sejak awal sudah ke saya," katanya mengimbuh.
Mahfud kemudian mengatakan jika sehari sebelumnya, dia bersama politisi Partai Persatuan Pembangunan, Suharso Monoarfa.
"Saya (Monoarfa) bersama Romy sudah bertemu Presiden, Romy mengatakan bahwa kalau pasanganya Prabowo itu Salim Segaf, nanti lawannya Pak Mahfud, kalau nanti pasangannya Prabowo itu AHY, sama-sama millenial lawannya Romy, tapi sudah tahu dia kalau pak Jokowi pilih saya," kata Mahfud.
"Saya bilang, mas Anda ini kok ngomongnya beda, dengan yang waktu ketemu saya, jangan main-mainlah saya bilang," ujar Mahfud menyambung.
Mahfud mengaku sudah tiga kali menolak jabatan yang ditawarkan Jokowi mulai dari Menkopolhukam, Jaksa Agung hingga komisaris utama BUMN.
Mahfud menolak lantaran merasa tidak ikut berkeringat membantu Jokowi di Pilpres 2014.
Bahkan, Mahfud menjadi ketua tim pemenangan kubu lawan, Prabowo Subianto.
Tawaran menjadi Menkpolhukam diterima Mahfud tahun 2015.
Ketika itu Jokowi merencanakan reshuffle jilid I. Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan salah seorang kepercayaan Jokowi menyampaikan kepada Mahfud bahwa Jokowi sudah oke posisi Menko Polhukam diisi dirinya.
"Pak Mahfud, Pak Jokowi menghargai profesionalitas," kata Mahfud menirukan ucapan Luhut, menjawab alasan tak bisa masuk kabinet karena pernah bekerja keras memuluskan Prabowo jadi presiden.
Tawaran menjadi komisaris utama juga disampaikan Luhut. Tawaran ini ditolak Mahfud dengan alasan profesionalitas.
"Saya sampaikan saya ini ahli hukum, nggak ngerti (ekonomi)," kata Mahfud.
Soal tawaran menjadi Jaksa Agung, Mahfud menyebut disampaikan Luhut dan Pratikno.
Mahfud tak mengiyakan dengan alasan yang sama ketika dijanjikan menjadi Menkopolhukam.
"Saya usul Busro Muqodas dan Bambang Widjojanto (mantan pimpinan KPK)," kata dia.
Mahfud mengatakan berbagai tawaran tersebut ditolak lantaran dirinya punya etika politik. Satu-satunya tawaran yang diterima Mahfud dari Jokowi adalah aktif pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Konsep badan ini sejak awal digarap Mahfud bersama Yudi Latif.
Ini rekaman videonya:
Sebelumnya setelah terlempar dari bursa bakal calon Wapres, melalui akun media sosial miliknya, Mahfud cukup menjelaskan banyak hal terkait penetapan keputusan Jokowi menunjuk Ma'ruf Amin sebagai bakal Cawapres.
Dalam penjelasannya terungkap, Mahfud mengakui sudah bertemu langsung dengan Jokowi pascadeklarasi.
Mahfud mengaku bisa menerima keputusan Jokowi memilih Ma'ruf.(*)