Denny Siregar Sebut Kasus Lapas Sukamiskin Mencoreng Wajah Jokowi, Netizen Riuh
Penggiat media sosial Denny Siregar turut bereaksi atas kasus di Lapas Sukamiskin.
Penulis: Sakinah Sudin | Editor: Sakinah Sudin
TRIBUN-TIMUR.COM - Penggiat media sosial Denny Siregar turut bereaksi atas kasus di Lapas Sukamiskin.
Menurut Denny Siregar, kasus tersebut mencoreng wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Denny Siregar sendiri diketahui sebagai pendukung Jokowi.
Pasalnya, kata dia, Jokowi selama ini gencar memberantas kasus korupsi.
"Kasus Lapas Sukamiskin ini benar-benar mencoreng wajah Jokowi. Sia-sia pemberantasan korupsi yang ia dengungkan, ketika korupsi dalam Lapas dibiarkan..," jelas Denny dalam postingan di akun facebook pribadinya, Senin (23/7/2018).
Baca: Google Doodle Hari Ini Rayakan Hari Anak Nasional 2018
Baca: Usai Diusir Iis Dahlia dan Juri Lain, Peserta Audisi Dangdut Waode Sofia Alami Hal Ini
Berikut postingan lengkapnya:
"KASUS LAPAS SUKAMISKIN MENCORENG WAJAH JOKOWI
Coba sekali-sekali nonton youtube tentang bagaimana China menghukum mati para koruptor..
Mengerikan. Mereka diarak dulu, dipermalukan. Kemudian ditembak belakang kepalanya dan itu difilmkan. Disebar ke seluruh negeri untuk membangun efek jera.
China tidak seperti Indonesia, dimana koruptor bisa dadah dadah di televisi seakan-akan pahlawan. Di China ketika koruptor ditangkap, wajah kengerian terpampang karena buat mereka hidup tinggal menunggu waktu saja.
Anggaplah Indonesia tidak akan bisa seperti China. Kenapa ? Karena China itu negeri satu partai. Jadi kebijakan apapun mudah dilakukan, tanpa perlu berdebat panjang.
Sedangkan di Indonesia, sulit sekali. Karena mereka yang menyusun UU hukuman mati, mereka juga yang punya potensi korupsi. UU hukuman mati untuk para koruptor, bisa jadi tinggal mimpi.
Karena korupsi di Indonesia itu adalah "oli pembangunan", begitu kata Fadli Zon suatu hari.
Tapi melihat bagaimana mewahnya ruangan di Lapas Sukamiskin memang menyakitkan hati. Dan - lucunya - ini bukan kejadian pertama kali.
Yang membekas di benak kita adalah kasus Artalyta Suryani atau Ayin. Ayin ditahan karena menyuap Jaksa. Dan kehebohan muncul ketika Denny Indrayana memergoki bahwa ruangan selnya dia di Rutan Pondok Bambu mewah sekali. Bahkan ada ruang kerjanya segala.
Belum lagi kasus Gayus Tambunan, petugas pajak yang bisa dengan seenaknya keluar masuk Mako Brimob dan sempat kepergok nonton tenis di Bali.
Bobroknya mental petugas kita sebenarnya sudah harus jadi fokus kerja Menkumham Yason Laoly. Tapi entah kenapa, masalah korupsi di dalam Lapas ini seperti sengaja dibiarkan. Padahal mudah, jika mau ada niat melakukan sidak atau memasang cctv di dalam lapas.
Berapa banyak sih lapas untuk koruptor ? Apa segitu susahnya untuk mengawasi ?
Lapas itu seperti negara dalam negara. Dimana sulit sekali menembus barikade mereka untuk sekedar mengawasi apa yang ada di dalam sana. Para petugas seperti benteng menghalangi siapapun masuk dan melihat kondisinya. Mereka bekerjasama dengan tahanan lain untuk memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan tahanan kaya.
Lalu dimana keadilan ?
Disaat teriakan berantas korupsi menggema, tapi ternyata hukumannya tidak sepadan. Uang masih menjadi tuan di dalam. Begitu mudahnya petugas lapas disuap untuk memberikan kemewahan pada tahanan inilah yang menjadi masalah.
Jadi wajar dulu saya curiga ketika para tahanan teroris bisa dengan mudah memviralkan video mereka di dalam tahanan di Mako Brimob. Bagaimana cara hape masuk kesana ? Dan bagaimana bisa mereka mendapat sinyal dan kuota untuk memvideokan pemberontakan mereka ? Tentu ada kongkalikong di dalam..
Baca: Cerita Hotman Paris yang Tinggalkan Syahrini Demi Bertemu Gibran Rakabuming, Lihat Video
Baca: Berfoto dengan Singa, Perempuan Ini Diseret dan Dicakar Si Raja Hutan, Begini Kronologinya
Dan memalukannya, untuk masalah Lapas saja KPK yang harus turun tangan. Kemana Dirjen Pemasyarakatan ? Toh Lapas itu ada dibawah pengawasan dia. Apa selama ini kerjanya ? Masak mengawasi Lapas saja tidak bisa ? Kemana Menterinya ? Apa selalu menerima laporan "Asal Bapak Senang" saja ??
Kalau ini terjadi di Jepang, kasus yang mencoreng wajah pemerintahan ini pasti akan diikuti oleh mundurnya orang-orang yang bertanggung jawab. Bukan hanya sekedar meminta maaf dan membiarkan "toh nanti juga berita itu akan menghilang".
Kasus Lapas Sukamiskin ini benar-benar mencoreng wajah Jokowi. Sia-sia pemberantasan korupsi yang ia dengungkan, ketika korupsi dalam Lapas dibiarkan..
Kita tunggu seberapa perduli pemerintah terhadap kasus ini. Mau memberantas korupsi tanpa ada efek jera, sama saja seperti minum kopi tapi tanpa sedikit gula..
Paitttt rasanya... (emoji),"
Postingan itu langsung direspon netizen.
Sekitar 10 jam setelah diposting, tulisan Denny sudah dibagikan 750 kali dan mendapat lebih 3.800 reakis.
Juga mendapat lebih dari 600 komentar.
Berikut diantaranya:
Hisam Kholil: Gitu bang biar sedikit berimbang......dukung tetep kritik tetep jgn dilupakan,
Leksono Ponco Hari Pramono: Makannya mantan narapidana korupsi harus tidak boleh menjabat apapun dipemerintahan. Itu salah satu cara mengurangi praktek korupsi
Muhammad Indra: Pasang cctv disetiap lapangan lapas. Setiap apel pagi disiarkan online, biar kita tahu apa benar mahluk2 itu masih didalam lapas.
Reo Bagus Naya Manggala: Problemnya para koruptor ini pinter....mereka menymbangkan sedikit uangnya untuk..mebangun rumah ibadah atau fasilitas untuk lokal area...ini cara mrk.membangun massanya.....kalau udah ditangkep krn korup ntar ada yg demo2 super atau teriak di korban....hehehe...tipikal pejabat korup indo....
Budi Sanjaya: Makax bnyk yg orng ga seneng psti ngomongx antek asang, aseng. Itu paling2 jg koruptor atau calon koruptor n family. Takut dibikin UU hukum mati kaya disono.
(tribun-timur.com/ Sakinah Sudin)
Baca: Sekda Tana Toraja Minta ASN Tak Ikut Seleksi Bawaslu
Baca: Intip Foto Pose Liburan Miss Grand Indonesia Nadia Purwoko di Bali dan Danau Toba
OTT Kalapas
Diberitakan sebelumnya, baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen.
Dalam kasus ini, dilansir dari Kompas.com, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Wahid Husen; narapidana kasus korupsi proyek Bakamla yang juga suami Inneke Koesherawati, Fahmi Darmawansyah; PNS Lapas Sukamiskin, Hendri Saputra; serta narapidana tahanan kasus pidana umum yang juga orang kepercayaan Fahmi, Andri Rahmat.
Wahid diduga menerima suap berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya sebagai Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018.
Diduga berkaitan dengan pemberian fasilitas, izin luar biasa, yang seharusnya tidak diberikan kepada diberikan kepada napi tertentu.
Fahmi Darmawansyah diduga memberikan suap kepada Wahid untuk mendapatkan fasilitas khusus di dalam sel atau kamar tahanannya.
Fahmi juga diberikan kekhususan untuk dapat mudah keluar-masuk Lapas Sukamiskin.
Baca: Hari Anak Nasional, Ini Destinasi Wisata di Bandung yang Ramah Anak
Baca: Personel Polres Bantaeng Prediksi PSM Menang Tipis Lawan PSMS Medan
Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief menerangkan, penerimaan tersebut diduga diperantarai oleh orang terdekat Wahid dan Fahmi.
"Peneriman-penerimaan tersebut diduga dibantu dan diperantarai oleh orang-orang dekat keduanya yaitu AR (Andri Rahmat) dan HND (Hendy Saputra)," ujar Laode.
Sebagai pihak penerima suap, Wahid dan Hendry disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak pemberi suap, Fahmi dan Andri disangkakan melanggar Pasal 5 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(ryo)
Dia menegaskan, bukan tidak mungkin KPK akan melakukan pengecekan secara menyeluruh di lapas lain, terlebih, apabila terindikasi adanya bisnis fasilitas di dalam lapas. Pasalnya, untuk lapas sekelas Sukamiskin yang terdekat dengan Ibukota, masih terjadi bisnis sewa kamar.
"Bahkan sekelas Nusakambangan juga beberapa kali terlihat ada bisnis narkoba di sana," lanjutnya.
Saut menguraikan rentang harga untuk fasilitas kamar dengan seluruh kelengkapannya, seharga Rp 200-Rp 500 juta. Akan diperbarui apabila ada perjanjian berikutnya.
KPK mengaku sudah melakukan penyelidikan dalam kasus tersebut sejak April 2018 lalu.
Kecurigaan menguat ketika Wahid yang baru menjabat sebagai Kalapas pada Maret 2018 sudah memiliki dua mobil SUV yakni Mitsubishi Pajero Sport dan Mitsubishi Triton Athlete terbaru.
"Menambah kecurigaan kami ketika Kalapas yang baru lima bulan, sudah memiliki dua mobil yang tergolong cukup mahal," tambah Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief saat konferensi pers berlangsung. (Kompas.com)