Final Piala Dunia 2018
Pencarian Butir Terdalam
Saya akan menyaksikan laga final tak hanya sebagai politisi atau presiden, namun sebagai seorang fans sejati tim Kroasia.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Hasriyani Latif
oleh: Willy Kumurur
penikmat bola
DI DUNIA INI TAK ADA YANG ABADI. SEGALA SESUATU ADA AKHIRNYA. Tak terkecuali pesta bola dunia di Rusia: Piala Dunia 2018. Paragraf terakhir adalah final! Dan Sang Final itu telah tiba di Luzhniki Stadium – Moskwa. Sang Final itu hanya tersenyum dan mengajak dua tim untuk memainkan laga akhir: Kroasia dan Perancis.
Di panggung berwarna hijau itu, akan terjadi “pengadilan”; dalam mana Sang Final akan memberi kesempatan kepada masing-masing tim untuk menyampaikan “pledoi” nya sebelum ia menjatuhkan keputusannya atas siapa dari antara kedua tim yang sejatinya boleh masuk ke dalam kebahagiaan puncak. Namun, sebelum laga final berlangsung, ada yang berbahagia di kejauhan sana.
Dia adalah bekas pelatih timnas Kroasia di Piala Dunia 1998, Miroslav Blazevic, yang saat ini berusia 83 tahun. Dengan amat bangga ia berkata, “Aku bahagia karena muridku, Zlatko Dalic, melakukan hal yang lebih baik dari yang kulakukan. Dalic menciptakan atmosfer keluarga di squad Kroasia dan tidak setiap orang dapat melakukannya. Ia mengantarkan Kroasia ke final untuk pertama kali dalam sejarah.”
Siapa lagi yang berbahagia? Presiden Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarović, yang foto-foto dirinya menjadi viral di dunia maya. Ujarnya, "Saya sangat bersemangat. Apapun hasil dari laga di hari Minggu, saya percaya itu adalah kemenangan. Kitalah juaranya.”
Sebelum laga Kroasia vs Inggeris, Presiden Kolinda Grabar-Kitarovic menyerahkan jersey Kroasia kepada Perdana Menteri Inggeris. Jersey yang diserahkan itu bernomor punggung 10 dengan nama Theresa May. Grabar-Kitarovic berencana menyerahkan jersey Kroasia kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Presiden Kroasia yang cantik ini akan hadir di Luzhniki Stadium. Katanya, "Saya akan menyaksikan laga final tak hanya sebagai politisi atau presiden…. Namun sebagai seorang fans sejati tim Kroasia... sebagai seseorang yang bermain bola semasa kanak-kanak.”
Kepolisian di Zagreb – Kroasia bekerja ekstra keras untuk memroses paspor bagi ribuan fans yang akan ke Rusia. Federasi Sepakbola Kroasia telah meminta FIFA menyediakan tiket ekstra namun saat ini tiket ekstra hanya tersedia di pasar gelap.
Pelatih Kroasia, Zlatco Dalic, pernah berkata, "Saya selalu mengatakan di berbagai kesempatan, berikan aku tim Real Madrid atau Barcelona dan aku akan memenangkan gelar.” Di tim yang diasuhnya sudah ada 2 gelandang terbaik dunia: Luca Modric dari Real Madrid dan Ivan Rakitic dari Barcelona. Selain Ivan Perisic dan Mario Mandžukić, ia masih punya Ante Rebic, sosok yang dikenal dengan dinamo Kroasia.
Tak ada lagi yang dapat diulas tentang Les Bleus Perancis, karena tim Ayam Jantan ini tampil memukau sejak mengandaskan Argentina 4-3 di babak 16 besar. Pasukan Didier Deschamps telah siap untuk masuk ke gelanggang pertempuran.
Di lapangan, bagai sebuah orkes simfoni, para pelatih menjadi dirigen mempersembahkan sebuah pentas seni berkelas. Seolah membenarkan diksi ini, filsuf Perancis Michel Foucault, berujar, “Diri ini tidak diberikan kepada kita, dan oleh karena itu kita mesti menciptakan diri kita sebagai suatu karya seni.”
Karya seni itu, adalah sepakbola indah menyerang sambil meraih kemenangan atas lawan-lawannya. Sebuah pentas seni yang indah namun menegangkan. Di gelanggang hijau itu, sesungguhnya bertabur metafora dan pelajaran.
Mengapa sepakbola demikian menarik? Dalam buku Soccer and Philosophy, Beautiful Thoughts on the Beautiful Game, Paul Hoyningen-Huene menjawab bahwa sepakbola itu universal, sarat emosi intens dan bertabur drama kehidupan. Namun bola tak sekadar permainan, karena bola mirip realitas kehidupan.
Dalam kehidupan nyata ada tujuan-tujuan hidup. Hidup adalah pilihan. Bahkan manusia bisa menjatuhkan pilihan paling ekstrim yaitu pilihan untuk mematikan hidupnya, ujar Fyodor Mikhailovich Dostoyevsky, filsuf dan sasterawan Rusia.