Tanggapan soal Tulisan Muhammad Heychael di Remotivi: Analisa yang Tendensius, Kasar, dan Tidak Fair
Muhammad Heychael sama sekali tidak proporsional, tendensius, tidak didasari tabayyun, dan cenderung menyesatkan.
Sepanjang punya news value dan terkait dengan peristiwanya, tidak ada salahnya menyajikan kepada pembaca.
Tentu kita semua masih ingat peristiwa teror bom di Jl MH Thamrin, Jakarta, pada Januari 2016, banyak media memberitakan bagaimana seorang pedagang sate, Jamal, yang membawa gerobak tetap melayani para pembeli meski lokasinya (Jl Sabang) tak jauh dari tempat kejadian perkara.
Berita yang kelihatan remeh temeh (remah-remah) itu ternyata banyak mendapat apresiasi karena menunjukkan warga Jakarta tak takut terhadap teror bom.
Lalu apa bedanya dengan berita di Tribunnews.com yang menyebut sejumlah warga asyik menonton siaran televisi mengenai Liga Inggris di depan polisi yang tengah berjaga.
Fenomena itu menunjukkan warga tidak merasa ketakutan meski di dekatnya tengah terjadi aksi teror. Mereka tetap menjalankan aktivitas sehari-hari secara biasa saja.
Mengenai ulasan kehidupan Ipda Auzar, korban meninggal di Polda Riau, bukan hanya dilakukan oleh Tribunnews.com tetapi oleh hampir semua media, termasuk hampir semua portal berita.
Latarbelakang kehidupan korban menjadi penting untuk menujukkan bahwa aksi teror bisa menimpa siapa saja, tak peduli agamanya apa.
Lalu apa yang salah?
Mengapa penulis hanya menyoroti Tribunnews.com?
Soal teroris ganteng. Apa yang salah ketika reporter mewawancarai warga sekitar mengenai profil orang yang diduga pelaku teror.
Itu juga merupakan informasi untuk memberitahu masyarakat, pelaku teroris tidak harus menggunakan atribut dan punya stereotip tertentu.
Mereka bisa saja hidup di tengah masyarakat biasa dan berpenampilan apa saja.
What’s wrong?
Berita ini pun dipublikasikan oleh media massa lainnya tetapi kenapa penulis hanya mendiskreditkan Tribunnews.com?
Mengenai selebrita menjadi narasumber kasus terorisme.