OPINI
OPINI Dr Naidah Naing: Perempuan dan Bom Bunuh Diri
Serangan bom bunuh diri yang melibatkan perempuan sebagai pelaku aktif merupakan fenomena baru di di Indonesia.
Dalam bukunya berjudul, Women As Terrorist; Mothers, Recruiters, And Martyrs R. Kim Cragin dan Sara A. Daly juga menyebutkan berbagai peran pendukung yang dilakukan perempuan dalam organisasi atau kegiatan terorisme yaitu mulai dari perekrut, sebagai pengelola keuangan, sebagai propaganda, sebagai kurir kebutuhan melakukan serangan, bahkan menyiapkan aspek finansial, sampai menjadi pengebom bunuh diri.
Selain itu, peran perempuan sebagai pendukung radikalisme diperkuat dengan adanya konsep radikalisme yang membuat pemilahan secara gender dalam berjihad.
Di mana jihad besar seperti maju ke medan tempur hanya pantas dilakukan oleh kaum lelaki dan mati sebagai syuhada.
Sementara peran kaum perempuan (istri) hanya kebagian jihad kecil, sebagai pendorong an penguat imam suami serta menyiapkan suami atau anak lelaki maju ke medan tempur.
Jihad kecil lainnya adalah mempunyai anak sebanyak-banyaknya, terutama anak lelaki yang kelak siap jadi jundullah-tentara Tuhan. Memiliki jundullah adalah sebuah kebanggaan besar bagi perempuan.
Dalam organisasi keagamaan, juga secara umum mempertegas bahwa peran perempuan dalam kelompok radikal sesungguhnya tidak utama dan bukan sentral.
Namun peran mereka akan cepat diakui dan dihormati jika mereka dapat menunjukkan keberanian dalam berkorban, termasuk korban jiwa dan raga menjadi pelaku bom bunuh diri.
Dorongan untuk menjadi terkenal kesalehannya, atau keikhlasannya atau keberaniannya berjihad meskipun kecil, menjadi idaman setiap perempuan dalam kelompok radikal.
Walaupun sesungguhnya posisi perempuan sebagai ‘pengantin’ bukanlah dogma dasar tentang jihad. Jika tidak hati-hati, fenomena in bisa dianggap sebagai bagian dari kesetaraan gender.
Padahal emansipasi dan kesetaraan gender adalah bentuk agensi yang bersifat positif, mandiri, empowered dan berorientasi pro-life.
Mencegah
Jika organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk perempuan, UN Women, menganggap bahwa ketimpangan ekonomi, lemahnya kepemimpinan perempuan dan kemiskinan adalah hal-hal yang dianggap berkontribusi dalam meningkatnya radikalisme di kalangan perempuan.
Hal mana ini diperkuat olehPhumzile Mlambo-Ngcuka yang mengatakan kemiskinan adalah kunci pembuka ke radikalisasi.
Dia berbicara atas nama para perempuan yang putus asa, yang dia temui di Suriah, yang mengaku terpaksa menerima bantuan dari ISIS karena kemiskinan yang mendera kaum perempuan di Nigeria, Suriah dan Afghanistan.
Namun fenomena ini berbeda jika dibandingkan dari kondisi perempuan yang terlibat dalam bom bunuh diri di Surabaya, Puji Kuswati adalah berasal dari keluarga terkaya di Banyuwangi.
Ia juga berlatarbelakang pendidikan tinggi bahkan sempat mengenyam pendidikan strata 2 di Australia.