Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Refleksi Ramadan

REFLEKSI RAMADAN (1): Gapai Keluluhan Eksistensial Bersama Tamu Agung Bernama Ramadan

Ramadan selalu disambut antusias kaum Muslim. Jika diringkaskan dapat menjadi 4F: faith, fashion, food, dan fun

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Wahyuddin Halim 

Oleh Wahyuddin Halim
Antropolog Agama

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bagaikan seorang tamu, bulan Ramadan selalu dinantikan kedatangannya oleh kaum Muslim. Jika setiap datang seorang tamu membawa banyak oleh-oleh, tentu kedatangannya pun lebih dinantikan.

Begitulah, kedatangan Ramadan sangat dirindukan karena ia selalu membawa beragam dan berlipat ganda bonus serta kejutan hadiah.

Teks-teks agama sudah mengulas jenis dan jumlah pahala bagi hampir semua ritual yang dijalani selama Ramadan. Juga tentang kejutan hadiah berupa mega bonus pahala bagi yang beruntung menjumpai malam lailatulqadar.

Kira-kira begitulah persepsi dan resepsi kaum Muslim umumnya terhadap Ramadan. Maka tak heran, persis di detik pertama Ramadan tiba, pola beribadah kaum Muslim sontak berubah. Jenis dan kuantitas salat sunnat bertambah.

Frekuensi dan durasi membaca Qur’an meningkat tajam. Aksi filantropi juga makin intensif. Ringkasnya, terjadi intensifikasi dan akselerasi ritual individual dan komunal yang luar biasa.

Tapi, jangan lupa juga perubahan dimensi performatif agama yang lebih bersifat simbolik. Saat Ramadan tiba, masjid-masjid tetiba disesaki jamaah, terutama di saat malam dan subuh. Serta-merta pula, banyak jenis dan gaya busana yang dipersepsi sebagai Islami, atau “syar’i”, jadi trendi dan massif dikenakan.

Malahan, kerap kali busana Muslim atau Muslimah jadi justifikasi bagi pengendara motor dalam segala umur untuk tidak mengenakan helm pengaman selama Ramadan.

Seakan kopiah atau mukena dapat menggantikan fungsi helm yang sudah terbukti secara ilmiah melindungi kepala jika hal terburuk terjadi saat berkendara. Jadi teringat ungkapan “agama adalah akal, tiada agama tanpa akal”.

Yang lebih menarik lagi tentu saja adalah pola konsumsi masyarakat yang berubah drastis. Ramadan terutama sekali adalah bulan untuk berpuasa. Maka, tingkat konsumsi dan ragam kuliner masyarakat Muslim seharusnya berkurang. Faktanya sebaliknya, ia malah meningkat tajam.

Pasar tumpah yang menawarkan berbagai jenis penganan berbuka bisa dijumpai di banyak pinggir jalanan dan sudut kota. Pesta-pesta makan besar dan mewah juga diadakan di banyak tempat, walau dibingkai dengan istilah buka puasa bersama.

Nah, karena ini tahun politik, bisa diduga acara buka puasa bersama bakal lebih terstruktur, sistematis dan massif dibanding di tahun non-politik.

Walhasil, sebagai tamu, Ramadan selalu disambut antusias kaum Muslim karena setiap kedatangannya memantik keyakinan sekaligus harapan dan kegembiraan yang jika diringkaskan dapat menjadi 4F: faith (keyakinan), fashion (pakaian), food (makanan) dan fun (kesenangan).

Karena aspek-aspek itulah, judul tulisan ini memilih ucapan “Selamat Kedatangan Ramadan”. Artinya, selamat bagi mereka yang memiliki alasan untuk bersenang-senang dengan 4F dengan datangnya Ramadan. Ini tentu berbeda maknanya dengan ucapan “Selamat Datang Ramadan” (Marhaban ya Ramadan).

Ucapan ini lebih layak digemakan oleh mereka yang telah memiliki kesiapan dan kelapangan spiritual untuk mengalami keluluhan eksistensial bersama tamu agung bernama Ramadan itu.(*)

Setiap hari, renungan tentang Ramadan dari Dosen Filsafat dan Antropologi Ahama UIN Alauddin Makassar Wahyuddin Halim bisa Anda baca di Tribun Timur cetak

Baca di Tribun Timur cetak edisi Jumat, 18 Mei 2018, Refleksi Ramadan Wahyuddin Halim tentang menjamurnya ceramah di bulan suci Ramadan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved