Keluarga Tolak Pelaku Bom Gereja Dikubur di Kampung, Berikut Hukum Salati Jenazah Teroris
Pelakunya ternyata satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan empat anak.
"Puji itu bukan warga Banyuwangi. Sudah seharusnya ikut suaminya di Surabaya untuk dimakamkan," jelas Rusiono, anggota keluarga Puji.
Menurut Rusiono, meskipun memiliki hubungan kerabat dan orangtua Puji tinggal di Banyuwangi, pihak keluarga tak ingin jenazah dimakamkan di Banyuwangi.
Rusiono menambahkan, Puji sudah sejak lama berpisah dengan keluarga di Banyuwangi, dan diasuh oleh bibinya di Magetan.
Belum lagi keluarga sebelumnya tidak merestui hubungan dengan sang suami, Dita Supriyanto.
"Pihak keluarga sebelumnya juga tak menerima perbedaan prinsip yang dianut Puji," ungkap Rusiono.
Baca: 4 Anak Pelaku Bom Bunuh Diri Ini Selamat dari Maut, Nasibnya Sekarang Memilukan
Saat menikah dengan Dita Supriyanto, Puji awalnya tak direstui pihak keluarga.
Pihak perwakilan keluarga Puji, Rusino menceritakan bahwa pernikahan Puji dengan Dita sempat tak direstui karena pemahaman Dita soal agama dinilai aneh.
"Sebelum Puji menikah, pihak keluarga tidak setuju. Suaminya itu terlihat agak aneh, terutama pemahaman soal keagamaan. Pihak keluarga di Banyuwangi sempat menolak, tapi dia tetap saja nekat menikah," kata Rusiono.
Hukum Salati Jenazah Teroris
Aksi teror dan korupsi dengan segala bentuknya dan motifnya mendadak jadi kejahatan paling terkutuk setidaknya pada lima belas tahun terakhir di Indonesia.

Bahkan orang-orang yang terlibat atau menikmati dua jenis kejahatan ini ikut juga melaknat perilaku teror dan perilaku koruptif yang dilakukan orang lain.
Aksi teror dan tindak kejahatan korupsi karenanya menjadi musuh masyarakat.
Tidak heran saat aksi teror atau tindak kejahatan korupsi tercium oleh media, masyarakat mengumpat pelakunya dengan sebutan “Dajjal”.
Dampak kejahatan setingkat Dajjal ini bisa dilihat dan diraba langsung oleh pancaindra. Banyak sekali kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat aksi teror dan tindakan korupsi.