569 Paslon Ikut Pilkada Serentak, 25 Walikota Petahana, tapi DIAmi dan TP Didiskualifikasi
Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2018 sisa 52 hari lagi.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2018 sisa 52 hari lagi.
Tanggal pemungutan suara adalah 27 Juni 2018.
Tercatat 569 pasangan calon mengikuti Pilkada Serentak tahun ini dan telah mendaftarkan diri melalui Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Awalnya, ada 580 pasangan yang mendaftar, namun 11 pasangan ditolak.
Berdasarkan data yang dirilis dari situs www.kpu.go.id, terlihat dari 569 calon yang mendaftar, sebanyak 57 calon mendaftarkan diri untuk pemilihan gubernur /wakil gubernur di 17 provisi.
Kemudian sebanyak 373 calon untuk pemilihan bupati/wakil bupati di 113 kabupaten dan sisanya sebanyak 139 calon mendaftar untuk pemilihan walikota/wakil walikota di 39 kota.
Masih berdasarkan data KPU, diketahui dari 569 pasangan calon yang akan maju dalam Pilkada Serentak 2018, sebanyak 521 calon laki-laki berebut kursi kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota), sedangkan sisanya 48 calon perempuan.
Untuk kursi Wakil Kepala Daerah, sebanyak 518 calon berjenis kelamin laki-laki, dan 51 calon berjenis kelamin perempuan.
"Sehingga total ada 1039 calon laki-laki dan 99 calon perempuan yang maju dalam Pilkada Serentak tahun ini," demikian seperti dikuti dalam laman Setkab, Kamis (11/1/2018).
Lebih lanjut untuk jenis pekerjaan, tercatat sebanyak 5 gubernur petahana maju kembali dalam pemilihan gubernur pada Pilkada Serentak 2018.
Sedangkan untuk kursi Wakil Gubernur ada 5 Wakil Gubernur petahana yang maju kembali dan 4 Wakil Gubernur ikut berebut kursi Gubernur.
Walikota yang maju memperebutkan kursi Gubernur tercatat ada 8 calon, yang mengincar Wakil Gubernur 1 orang, yang maju sebagai Bupati 1 orang, dan yang mencalonkan kembali sebagai Walikota tercatat 25 orang.
Sedangkan Bupati yang mencalonkan diri sebagai Gubernur sebanyak 11 orang, menjadi Wakil Gubernur 10 orang, maju kembali sebagai Bupati 65 orang. Tidak ada Bupati yang maju “turun tahta”menjadi Wakil Bupati.
Adapun Wakil Walikota yang maju sebagai Wakil Gubernur 2 orang, Bupati 1 orang, dan Walikota sebanyak 16 orang. Wakil Bupati yang maju sebagai Bupati 28 orang, dan tetap sebagai Wakil Bupati 23 orang.
Sementara itu ada pula anggota DPR yang mencalonkan diri sebagai Gubernur tercatat 6 orang, Wakil Gubernur 2 orang. Kemudian untuk Bupati 12 orang, Wakil Bupati 1 orang, Walikota 3 orang dan Wakil Walikota 1 orang.
Berdasarkan jenis pekerjaan ini, calon yang berlatar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) paling banyak maju dalam Pilkada Serentak kali ini, yaitu 156 orang.
Kemudian disusul anggota DPRD Kabupaten/Kota 147 orang, Bupati 86 orang dan Wakil Bupati 52 orang.
Sementara anggota TNI yang maju dalam Pilkada Serentak 2018 ini tercatat delapan orang, dan Polri sebanyak sembilan orang.
Dilaporkan pula, tidak semua calon pendaftarannya diterima oleh KPUD. Tercatat ada 3 pasangan calon yang pendaftarannya ditolak, yaitu pasangan Chairil Syah dan Mualimin, pendaftar calon Walikota/Wakil Walikota Palembang melalui jalur perseorangan.
Kemudian pasangan Siswandi dan Euis Fety Fatayati, pendaftar calon Walikota/Wakil Walikota Cirebon yang didukung PAN dan Gerindra. Dan pasangan Ones Pahabol dan Petrus Yoram Mambai, pendaftar calon Gubernur/Wakil Gubernur Papua yang didukung oleh PKPI.
Sedangkan sembilan pasangan calon diminta memperbaiki berkas pendaftarannya, yaitu: 1. Ya’qud Ananda Gubran dan Wanedi (Kota Malang); 2. Nichodemus Ronsumbre dan Akmal Bachri HI Kalabe (Biak Numfor); 3. Hengky Kayame dan Yeheskiel Tenouye (Paniai); 4. Esebius Gobai dan Fransiscus Zonggonau (Paniai); 5. Martinus Nawipe dan Semuel Bunai (Paniai); 6. Meki Nawipa dan Oktopianus Gobai (Paniai); 7. Naftali Yogi dan Marten Mote (Paniai); 8. Yehuda Gobai dan Yan Tebai (Paniai); dan 9. Yunus Gobai dan Markus Boma (Paniai).
Selain itu ada 3 (tiga) pasangan calon yang tidak jadi mendaftar, yaitu: 1.Supriadi dan Wahyudi (Kab. Lamandau): 2. Abdul Haris Lasimpara dan Djabrik Petta Rolla (Kab. Parigi Moutong); dan 3. Faisal Hamid dan H. Darwis (Kab. Bone). Ketiga calon ini merupakan calon perseorangan.
Diskualifikasi
Di antara 569 pasangan calon, ada 25 walikota petahana.
Uniknya, 2 di antara 25 walikota petahana tersebut kini didiskulifikasi dari ajang kontestasi.
Pertama adalah Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto alias Danny Pomanto yang berpasangan dengan Indira Mulyasari Paramastuti atau berakronim DIAmi.
Kedua adalah Wali Kota Parepare, Taufan Pawe yang berpasangan dengan Pangerang Rahim atau berakronim TP.
DIAmi
DIAmi didiskualifikasi berdasarkan putusan Mahkamah Agung MA yang menolak kasasi KPU Kota Makassar dibacakan tiga hakim Agung dengan nomor perkara 250K/TUN/Pilkada/2018, Senin (23/4/2018).
Pasangan DIAmi dianyatakan melanggar Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) memerintahkan KPU Makassar mencoret pasangan Diami lantaran dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan menyalahi pasal 71 ayat 3 yang menyatakan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Gugatan yang diajukan tim hukum pasangan Munafi Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi atau berakronim Appi-Cicu yang menyoroti 3 kebijakan Danny sebagai petahana yang dianggap bertentangan dengan pasal itu.
Ketiga kebijkan itu yakni pembangian handphone kepada RT/RW, pengangkatan tenaga kontrak dan penggunaan tagline 2x+baik.
Danny membagikan 5.971 smartphone untuk Ketua RT/RW akhir Desember 2017 lalu.
Begitupun dengan pengangkatan Pegawai Kontrak Kerja Waktu Terbatas (PKKWT) dilakukan Danny pada Desember 2017 lalu.
Sementara itu, tentang penggunaan tagline Makassar 2X+Baik yang merupakan tagline pemerintah kota.
TP
Taufan dan Pangerang juga didiskualifikasi karena dianggap melanggar peraturan Pemilu.
Ketua KPU Kota Parepare Nur Nahdiyah dalam konferensi persnya membacakan putusan hasil rapat pleno KPU Kota Parepare yang dilakukan pukul 03.00 dini hari di ruang Media Center KPU Kota Parepare, Jumat (04/5/2018).
Pembacaan putusan tersebut menindaklanjuti hasil rekomendasi Panwaslu Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
KPU Kota Parepare memutuskan bahwa Taufan Pawe telah melanggar UU Nomor 10 tahun 2016, pasal 71 ayat 3, junto peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017 pasal 89 ayat 2.
"Maka KPU Parepare memutuskan pasangan petahana Taufan Pawe-Pangeran Rahim dibatalkan sebagai calon peserta pemilikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Parepare pada 2018,“ kata Nur Nahdiyah.
Sebelum melakukan pembatalan, KPU Kota Parepare telah melakukan konsultasi dengan KPU Provinsi Sulawesi Selatan dan KPU RI.
Walikota Parepare disebut melakukan pelanggaran administrasi dengan melakukan mutasi dan membagikan beras miskin dalam kurung waktu pelarangan kampanye, sesuai UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
"Setelah pencalonannya dibatalkan, petahana masih bisa melakukan upaya hukum selanjutnya,“ pungkas Nur Nahdiyah.
Sebelumnya, Panwaslu Kota Parepare memeriksa calon petahana Taufan Pawe selama 1 jam 40 menit di ruang pemeriksaan kantor Panwaslu Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
“Taufan Pawe diperiksa terkait dugaan dua pelanggaran yang dilaporkan seorang warga. Pembagian Beras Rastra dan dugaan mutasi 6 bulan sebelum masa pencalonan Pilkada serentak," ujar Ketua Panwaslu Kota Parepare, Zainal Aznun, Jumat (27/4/2018).
Zainal mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut, Taufan dicecar 24 pertanyaan terkait dugaan pemanfaatan beras Rastra dan mutasi tersebut. “
Taufan Pawe datang mengklarifikasi tudingan dugaan dua item pelanggaran yang dilaporkan warga," ungkapnya.
Seusai pemeriksaan, kepada awak media Taufan Pawe mengaku tidak bersalah.
Ia memang membagikan beras Rastra dan memutasi pejabat di Lingkup Kota Parepare, Sulawesi Selatan, namun tidak ada pelanggaran.
“Terkait mutasi, kami taat asas. Tidak ada mutasi yang kami lakukan dalam kurung waktu pelarangan.
Semua bukti-bukti 3 surat keputusan wali kota saya berikan ke Panwas," katanya. "Kalau toh ada mutasi setelah tanggal pelarangan, itu tidak ada kaitannya dengan mutasi. Sebab mutasi itu (untuk mengisi) jabatan yang kosong, agar tidak ada kevakuman dalam pemerintah kota," tuturnya.
Terkait pembagian beras Rastra, Taufan mengaku itu adalah kebijakan nasional. Rastra adalah Nawacita dari Kebijakan Presiden Joko Widodo.(*)