Aksi Kamisan Makassar Soroti Maraknya Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Aksi Kamisan yang dihadiri sejumlah relawan KPJKB, pengurus LPA Sulsel dan sejumlah aktivis perjuangan HAM di Sulawesi Selatan.
Penulis: Alfian | Editor: Ardy Muchlis
Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sejumlah aktivis lintas organisasi kembali menggelar Aksi Kamisan di depan Monumen Mandala, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar, Kamis (4/1/2018) sore.
Aksi Kamisan kali ini menyoroti masih tingginya jumlah kekerasan terhadap anak di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, selama 2017.
Namun sangat disesalkan karena proses hukum sejumlah kasus kekerasan terhadap anak tersebut tak tuntas.
Banyak pelaku tak sampai diproses hingga di pengadilan. Akibatnya tak ada efek jera terhadap para pelaku.
Massa yang mengenakan payung hitam ini juga menyoroti masih banyaknya pengelola tempat usaha/bisnis yang mengabaikan faktor keselamatan anak.
Mengutip rilisnya, beberapa kasus anak dimaksud di antaranya kasus siswi SMAN 1 Makassar yang ditampar oknum guru berinisial (IR).
Ada juga kasus siswi SMP usia 13 tahun diperkosa secara bergilir oleh 21 pria di Kabupaten Luwu.
Ada pula kasus 4 murid SD yang mengaku telah diperkosa dan dicabuli seorang kepala sekolah dasar di Makassar berinisial SS (57).
Selain itu, ada kasus gadis bisu berusia 15 tahun yang diperkosa buruh barang berinisial BA (58 tahun) di Pasar Terong.
Massa ini juga kembali mengingatkan adanya tragedi kematian bocah Allea Ramadhani (4 tahun) di kolam renang Hotel Grand Clarion, awal Oktober 2017 lalu.
Ia meninggal karena diduga lambatnya penanganan dan kelalaian tak adanya petugas jaga renang saat itu.
Berikut ini lima poin inti sikap Aksi Kamisan yang dihadiri sejumlah relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB), pengurus LPA Sulsel dan sejumlah aktivis perjuangan HAM di Sulawesi Selatan.
1. Mengecam keras tindakan pelaku kekerasan terhadap anak di Sulawesi Selatan.
2. Meminta aparat penegak hukum: kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam menangani kasus anak mengedepankan penggunaan UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak .