Banyak Pihak Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT, Mahfud MD Angkat Bicara. Ini Penjelasannya
Ia menegaskan, sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.
Ketika menyangkut norma hukum pidana, MK dituntut untuk tidak memasuki wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana.
Pengujian pasal 284, 285 dan 292 KUHP, Supriyadi, pada pokoknya berisikan permohonan kriminalisasi maupun dekriminalisasi terhadap perbuatan tertentu.
Baca: Taqy Malik Tak Kunjungi Salma yang Sakit, Sunan Kalijaga Marah Besar. Lihat yang Dilakukannya
"Hal itu tidak dapat dilakukan oleh MK karena merupakan bentuk pembatasan hak dan kebebasan seseorang dimana pembatasan demikian sesuai dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 adalah kewenangan ekseklusif pembuat undang-undang," kata Supriyadi.
Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.
Pemohon dalam gugatannya meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.
Baca: Penting! Tak Hanya Satu Kali Saja, Ini Aturan untuk Imunisasi Difteri. Jangan Salah Lagi
Terkait pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki.
Sementara pada pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa "belum dewasa", sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa.
Dalam putusannya MK menilai dalil para pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum sebab pada prinsipnya permohonan pemohon meminta Mahkamah memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat.
Baca: Selamat, Desa Timusu Raih Penghargaan di Lomba Inovasi Desa Award
Hal itu berakibat pada perubahan hal prinsip atau pokok dalam hukum pidana dan konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan suatu perbuatan pidana.
Artinya secara substansial, pemohon meminta MK merumuskan tindak pidana baru yang merupakan wewenang pembentuk undang-undang.
Hakim MK Maria Farida mengatakan, Mahkamah tidak memiliki kewenangan untuk merumuskan tindak pidana baru sebab kewenangan tersebut berada di tangan Presiden dan DPR. Menurut Maria, MK tidak boleh masuk ke dalam wilayah politik hukum pidana.
"Produk hukum pidana lahir dari kebijakan pidana atau politik hukum pidana pembentuk undang-undang. MK tidak boleh masuk wilayah politik hukum pidana," tutur Maria dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017). (*)
Berita ini sudah diterbitkan di Kompas.com dengan judul Mahfud MD: Yang Kurang Paham, Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT
Baca: Soal Kemenangan Beruntun, Pep Guardiola Paling Jago. Lihat Pencapaiannya! Fantastis