Inspirasi Konsumen
Abustan: Sering Disamakan, Padahal Konsumen dan Pembeli Beda
Sehari-hari seringkali dianggap bahwa yang disebut konsumen adalah pembeli. Padahal tak selalu.
Oleh: Dr Abustan SH MH
Pengajar
DUA kata tersebut sengaja dijadikan judul sekaligus dijadikan pembahasan dalam tulisan ini. Sebab kadangkala masih banyak orang yang sering mengacaukan dan atau menyalahartikan cakupan pengertiannya.
Dalam pengertian sehari-hari seringkali dianggap bahwa yang disebut konsumen adalah pembeli (Inggris:buyer, Belanda: koper).
Pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli.
Bahkan kalau disimak secara cermat pengertian konsumen sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1 butir 2 UUPK, di situ tidak ada disebut kata pembeli .
Ternyata istilah yang dipergunakan adalah pemakai. Timbul pernyataan, mengapa justru yang dipergunakan adalah pemakai dan bukan pembeli?
Pengertian pemakai dalam definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa barang dan atau jasa dalam rumusan pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dari transaksi jual beli.
Dengan demikian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha tidak terbatas hanya karena berdasarkan hubungan transaksi atau perjanjian jual beli saja, melainkan lebih dari pada hal tersebut seseorang dapat disebut sebagai konsumen.
Misalnya seseorang menderita sakit sebagai akibat mengkonsumsi barang yang didapat secara cuma-cuma dari suatu kegiatan promosi barang yang hendak dipasarkan.
Ia bukanlah pembeli tetapi hanya sekedar pemakai dari produk tersebut.
Maka meskipun ia tidak sebagai pembeli atau tidak ada hubungan ‘kontraktual’ dengan pihak pelaku usaha dari produk tersebut, selaku konsumen dapat melakukan klaim atas kerugian yang diderita dari pemakaian produk tersebut.
Maka, sangat jelas bahwa konsumen tidak sebatas pada transaksi jual beli.
Tetapi setiap orang (perorangan atau badan kegiatan/usaha) yang mengonsumsi atau memakai jual beli atau karena suatu peralihan lain, hal tersebut dinamakan konsumen.
Namun, hal tersebut hanyalah sebuah pengertian untuk membedakan kedudukan konsumen dan pembeli.
Sebab yang terpenting untuk kondisi sekarang adalah tuntutan sebuah regulasi untuk melindungi para konsumen yang memang memiliki posisi yang lemah dibandingkan dengan produsen.
Pada titik ini, tentu dibutuhkan kerja cerdas dari legislator yang diberi amanat diseluruh DPRD yang ada di SulSel untuk membuat Perda yang memberi peroteksi/perlindungan kepada konsumen. (*)
Catatan: Tulisan ini telah terbit di kolom Inspirasi Konsumen halaman 29 Tribun Timur edisi cetak Senin 27 November 2017